//
ALHIKAM
Petuah-Petuah Agung Sang Guru
ibnu 'Atho'illah
asSyakandary ra.
144-145. SEBAIK-BAIKNYA SATIR/TUTUP DARI ALLOH
٭ الستر على قسمين ستر عن المعصية وستر فيها، فالعامّة يطلبون من الله تعالى الستر فيها خشيــة سقوط مرتبتهم عندالخلق، والخاصة يطلبون من الله السترعنهاخشية سقوطهم من نظرالملك الحقّ ٭
144. “Tutup(dariAlloh)itu ada dua:
(1) tutup dari berbuat maksiat/dosa,
(2).tutup dalam berbuat maksiat,
sedang manusia pada umumnya meminta kepada Alloh supaya di tutupi dalam perbuatan maksiat, karena kuatir jatuh kedudukannya dalam pandangan sesama manusia.
Tetapi orang-orang khusus meminta kepada Alloh, supaya ditutupi dari berbuat maksiat/dosa,jangan sampai berbuat maksiat, karena takut jatuh dari pandangan Alloh”.
Manusia pada umumnya meminta pada Alloh , supaya ditutupi maksiatnya pada waktu mengerjakannya, sehingga mereka meminta pada Alloh supaya di tutupi karena takut kedudukannya di masyarakat/sesama manusia jatuh sebab maksiat itu.
Alloh berfirman:
“Yas-takhfuuna minan-naasi walaa yas-takhfuuna-mina-llohi wahuwa- ma-’ahum.”
(mereka sembunyi dari sesame manusia, tetapi tidak sembunyi dari Alloh yang selalu beserta mereka”.)
‘Ady bin Hatim ra. berkata: Rosululloh saw. Bersabda: Kelak pada hari Qiamat ada beberapa orang yang dibawa ke surga, tetapi setelah melihat segala kesenangan yang tersedia dan merasakan hawa enaknya surge, tiba-tiba diperintahkan mengusir mereka dari surge, sebab mereka tidak punya bagian dalam surga itu, maka kembalilah mereka dengan penuh penyesalan, sehingga mereka berkata: Ya Alloh, andaikan Engkau memasukkan kami keneraka sebelum memperlihatkan kepada kami surga dan segala yang disediakan untuk para waliMu, niscaya akan lebih bagi kami.
Alloh menjawab: memang Aku sengaja demikian, kamu dulu jika sendiirian berbuat segala dosa-dosa besar, tetapi jika bertemu dengan orang-orang, berlagak khusuk bermuka-muka pada manusia, berlawanan dengan apa yang ada dalam hatimu, kamu takut pada manusia dan tidak takut padaKu, mengagungkan manusia tidak condong padaKu, maka hari ini rasakan siksaKu yang sepedih-pedihnya, dan diharamkan atas kamu segala rahmatKu.
٭ من اكرمك فانمااكرم فيك جميل ستره فالحمد لمن سترك ليس الحمد لمن اكرمك وشكرك ٭
145.”Siapa yang memuliakan/menghormati kamu,sebenarnya hanya menghormati keindahan tutup Alloh kepadamu, maka seharusnya pujian itu pada Alloh yang telah menutupi engkau, bukan pada orang yang memuji dan terima kasih padamu”.
Sudah menjadi sifat manusia bahwa Tiap orang pasti mempunyai cela/aib dan kebusukan yang andaikan diketahui oleh orang lain, pasti orang lain akan membanci dan tidak suka padanya. Kenyataannya ada orang yang memuji,menghormatinya,adapun yang menyebabkan adanya orang yang memuji dan menghormati padanya, bukan semata-mata karena kebaikannya, tetapai karena Alloh menutupi kebusukan dan cacatnya, maka pujian itu seharusnya kembali padaAlloh yang menutupi kebusukan dan aibnya.
Karena itu ia wajib bersyukur dan memuji kepada Alloh yang menutupi aibnya, tidak pada manusia yang memujinya karena tidak tahu kejelekannya.
dan memuji kepada Alloh yang menutupi aibnya, tidak pada manusia yang memujinya karena tidak tahu kejelekannya.
146. SAHABAT SEJATI
٭ ماصحبك الامن صاحبك وهوبعيبك عليم وليس ذٰلك الامولك الكريم خيرمن تصحب من يطلبك لالشيءيعودمنك اليه ٭
146.”Yang namanya sahabat sejati yaitu orang tetap mau bersahabat(membantu) kamu setelah dia mengetahui benar-benar kejelekan dan aibmu. dan tidak ada yang seperti itu kecuali hanya Tuhanmu yang Maha Mulia.
Dan sebaik-baik sahabatmu ialah yang selalu memperhatikan/membantu kepentinganmu, bukan karena sesuatu kepentingan yang diharap dari pada mu untuk dirinya”.
Sudah menjadi watak manusia akan menjauhi/membenci orang lain ketika jelas-jelas mengetahui kebusukan dan kejelekan orang tersebut, dan tidak mau bersahabat dengannya, kecuali hanya Tuhanmu Alloh swt.
Dan juga orang-orang yang bersandar pada sifat-sifat ke-Tuhanan Alloh, yaitu orang-orang yang sudah ma’ritulloh,yang masih mau menolong dan membantu. Sedangkan orang tua itu masih juga ada kepentingan dan pengharapan atas dirimu, sedang didunia ini tidak ada orang yang kasih sayangnya sebagaimana ayah ibumu.
147. NURUL-YAQIN (Cahaya Keyaqinan)
٭ لواشرق لك نوراليقين لرايت الاخرةاقرب اليك من ان ترحل اليها ولرايت
محاسن الدنيا قدظهرت كسفةالفناء عليها ٭
147. “Andaikan cahaya keyaqinan itu telah menerangi hatimu, niscaya engkau dapat melihat akhirat itu lebih dekat kepadamu, sebelum engkau melangkahkan kaki kepadanya, dan niscaya engkau akan melihat segala keindahan dunia, telah diliputi kesuraman dan kerusakan yang akan menghinggapinya”.
Sebab dengan nurul-yaqin, semua hakikat perkara itu kelihatan yang semestinya dan apa adanya. Apabila hamba sudah bercahaya hatinya dengan Nurul-yaqin dia bisa mengetahui yang benar dan yang salah sedangkan akhirat itu perkara yang hak/benar, tetap wujudnya, sedangkan dunia itu akan rusak.
Rosululloh saw. Bersabda: Sesungguhnya nur/cahaya jika masuk dalam hati, maka terbuka dan lapanglah dada (hati)nya,
sahabat bertanya: Ya Rosululloh, apakah yang demikian itu ada tandanya?..
Jawab nabi: Ya ada, yaitu merenggangkan (memisahkan) diri dari dunia tipuan, dan condong kepada akhirat yang kekal, dan bersiap-siap untuk menghadapi mati sebelum datangnya maut.
Anas ra. berkata: ketika Rosululloh saw. Sedang berjalan dan berjumpa dengan seorang pemuda dari sahabat Anshor,
Rosululloh bertanya: Bagaimanakah keadaanmu hai Haritsah pada pagi ini?
Jawabnya: Saya kini menjadi seorang mukmin yang sungguh-sungguh.
Rosululloh berkata: Hai Haritsah, perhatikan perkataanmu,sebab tiap kata itu harus ada bukti hakikinya.
Maka Haritsah berkata: Ya Rosululloh jiwaku jemu dari dunia, sehingga saya bangun malam dan puasa siang hari, kini seolah-olah aku berhadapan dengan ‘Arsy. dan seolah-olah aku melihat neraka yang penghuninya sedang menjerit-jerit di dalamnya.
Nabi bersabda: Engkau telah melihat, maka tetapkanlah (jangan barubah),. Seorang hamba, yang telah diberi Nur iman dalam hatinya.
Haritsah berkata: Ya Rosululloh, do’akan aku mati syahid, maka Nabi saw. Berdo’a untuknya. Dan ketika pada suatu hari ada panggilan untuk berjihad, maka dialah orang pertama menyambutnya,dan ahirnya dia yang pertama mati syahid.
Dan ketika ibunya mendengar berita bahwa anaknya telah mati syahid, ia datang bertanya kepada Nabi saw. : Ya Rosululloh beritahukan kepadaku tentang Haritsah putraku, jika ia disurga aku tidak akan menangis atau menyesal, tapi jika lain dari itu, maka aku akan menangis selama hidupdi dunia!
Jawab Nabi saw. : Haritsah, bukan hanya satu surga tetapi surga didalam surga-surga. Dan Haritsah telah mencapai Firdaus yang tertinggi.
Maka kembalilah ibu Haritsah sambil tertawa dan berkata : untung-untung bagimu hai Haritsah.
Anas ra. juga berkata: pada suatu hari Mu’adz bin Jabbal masuk ketempat Nabi sambil menangis, maka ditanya oleh Nabi saw. : bagaimanakah keadaanmu pagi ini hai Mu’adz? Jawab Mu’adz : aku pagi ini mukmin benar-benar kepada Alloh.
Nabi bersabda: Tiap kata-kata yang benar harus ada bukti hakikatnya. Maka apakah bukti pernyataanmu itu?
Jawab Mu’adz: Ya Nabiyalloh, kini jika aku berada diwaktu pagi merasa mungkin tidak sampai sore, dan jika sore ,aku merasa tidak akan sampai pagi.dan tiap melangkahkan kaki merasa mungkin tidak dapat melangkah yang lain, dan terlihat kepadaku seolah-olah manusia semua telah dipanggil untuk menerima suratan amal bersama dengan Nabi-nabi dan berhala-berhalanya yang disembah selain Alloh,dan juga seolah-olah saya melihat siksa ahli neraka dan pahala ahli surga.
Maka Nabi bersabda : Engkau telah mengetahui, maka tetapkanlah.
Rosululloh saw. Ketika memberi tahu kepada para sahabat hal gugurnya Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Tholib, dan Abdulloh bin Rowahah ra. berkata: Demi Alloh mereka tidak akan senang, andaikan mereka masih berada diantara kami, Rosululloh memberitakan demikian dengan air mata yang berlinang-linang.
148-149. ALLOH TIDAK TERHIJAB OLEH SEGALA SESUATU
٭ ماحجبك عن الله وجود موجود معه ولٰـكن حجبك عنه توهّم موجود معه ٭
148. “Tiada sutu benda (makhluk) yang dapat menghijab engkau dari Alloh, tetapi yang menghijab engkau adalah prasangkamu adanya sesuatu yang wujud disamping Alloh”.
Segala sesuatu yang selain Alloh itu pada hakikatnya tidak maujud/tidak ada,sebab yang wajib wujud/ada itu hanya Alloh, sedang yang lainnya terserah belas kasih Alloh, untuk di adakan atau ditiadakan.
Jadi apabila kamu tidak bisa melihat/mengenal Alloh, itu bukan karena ada perkara/ sesuatu yang di adakan Alloh yang menghalangi/menghijab kamu, akan tetapi yang menghalangi kamu dari Alloh yaitu adanya prasangkamu bahwa ada sesuatu yang wujud selain Alloh.
Seoang aarif berkata: Adanya semua makhluk ini bagaikan adanya bayangan pohon dalam air, maka ia tidak akan menghalangi jalannya kapal, maka hakikat yang sebenarnya tiada suatu benda apapun yang ada/maujud disamping Alloh yang menghijab engkau dari Alloh. Hanya engkau sendiri yang mengira bayangan itu sebagai sesuatu yang maujud.
Contoh lain,: seseorang yang bermalam disuatu tempat, tiba-tiba pada malam hari dia akan buang air, terdengarlah suara angin yang menderu masuk ke lobang, sehingga persis sama dengan suara harimau, maka ia tidak berani keluar, pada pagi hari ia tidak melihat bekas-bekas harimau maka ia tahu bahwa itu hanya tekanan angin yang masuk kelobang,jadi yang menghalangi dia buang air itu bukan harimau, tapi hanya prasangka adanya harimau.
لولاظهوره في المكونات ماوقع عليها وجود ابصار، لوظهرت صفاته اضمحلّـت مكوّناته ٭
149. “Andaiakn Alloh tidak dhohir pada benda-benda (makhluk) alam ini, tidak mungkin ada penglihatan padaNya, Andaikan Alloh mendhohirkan sifatNya pada semua makhluk, maka lenyaplah semua makhlukNya”.
Ya’ni dhohirnya Alloh kepada kita itu dari belakang tabir berupa semua makhluk, ini yang menjadikan dhohirnya semua makhluk, dan menjadi sebab kita bisa melihat wujudnya makhluk, seperti juga dhohirnya sinar mata hari yang ada dikaca cermin.
Seumpama Alloh tidak dhohir dibelakang tabir makhluk artinya Alloh dhohir dengan sifat DzatNya secara langsung, maka semua makhluk akan hancur.
Alloh berfirman: “Falammaa- tajallaa rob-buhuu lil-jabali ja-’alahu dakkau- wa-khorro muusaa sho-‘iqoo”
(maka ketika alloh bertajalli (mamperlihatkan DzatNya) kepada bukit/gunung, hancurlah (lenyaplah) bukit itu, sedang Nabi Musa jatuh pingsan”.)
Rosulullh saw. Bersabda: Hijab Alloh itu berupa cahaya, andaikan dibuka pasti akan terbakar segala sesuatu yang menghadapinya.
150. Kenapa Makhluk Bisa Terlihat
٭ اظهركلّ شيءلانه الباطن وطوى وجودكلّ شيءلانه الظاهر ٭
150. “Alloh yang mendhohirkan segala sesuatu (makhluk)sehingga bisa dilihat, karena Dia bersifat Batin, dan Alloh melipat/menyembunylkan wujudnya segala suatu, karena Alloh itu Dzat yang bersifat Dhohir.”
Ya’ni sebab Alloh mempunyai sifat Batin maka Alloh mendhohirkan semua makhluk, sebab makhluk itu tidak bisa terlihat kecuali dengan Nur Alloh,
Dan Alloh melipat/ menyembunyikan makhluk sebab Alloh bersifat dhohir,
tidak ada makhluk yang menyekutukan Alloh dalam sifat,dzat dan af’alnya Alloh. Artinya Alloh tidak menjadikan sifat wujud dengan dzatnya/hakiki pada selain Alloh. Semua makhluk itu ‘adam yang hakiki, dan semua makhluk itu tidak wujud kecuali dengan wujudnya Alloh.
151-152. LIHAT DAN PELAJARI ALAM INI
٭ اباح لك ان تنظر في الممكوّنات وما اذن لك ان تقف مع ذوات المكوّنات قل انظروا ماذافى السماوات؟ فتح لك باب الافهام ولم يقل: انظرواالسماوات لـءلا يدلك على وجودالاجرام ٭
151. “Alloh memperbolehkan kamu melihat alam sekitarmu (makhluk), tetapi Alloh tidak mengizinkan engkau berhenti pada benda-benda dialam ini (makhluk).
Sebagaimana firman Alloh : katakanlah: perhatikanlah apa-apa yang dilangit. Semoga Alloh membuka kefahaman padamu, Alloh tidak berkata : perhatikan langi-langt itu. Supaya tidak menunjukkan padamu adanya benda-benda itu”.
Pada hikmah sebelumnya mushonnif menerangkan tentang wujud/adanya alam (bisa terlihat)itu karena Nur dari Alloh. ALLOOHU-NUURUS-SAMAAWATI WAL-ARDHI (Alloh itulah yang menerangi langit dan bumi).dan pada hikmah ini kita dituntun untuk bisa melihat dan mempelajari alam ini.
Alloh mengizinkan kita untuk melihat cipatannya supaya kita bisa bisa melihat bahwa semua itu ciptaan Alloh, jangan sampai kita terjebak/berhenti hanya melihat/memperhatikan bendanya, sehingga kita tidak melihat Alloh dibalik benda-benda itu.
Dalam ayat ini menggunakan FII dengan makna dhorof, yang berarti: yang harus diperhatikan yaitu apa yang ditempatkan, bukan tempatnya.
Dalam katab Latoo-iful minan, Mushonnif mengatakan: Alloh menciptakan macam-macamnya makhluk bukan supaya kamu melihat makhluk itu, tapi supaya kamu bisa melihat Tuhan yang menciptakan makhluk itu yaitu Alloh.
٭ الاكوان ثابتة بإثباته وممحوّة باحد يّة ذاته ٭
152.”Alam/makhluk ini ada(wujud) sebab di tetapkan oleh Alloh, tetapi alam ini musnah/lenyap sebab sifat Esa dzatnya Alloh”.
Siapa saja yang memandang sifat Esa dzatnya Alloh, pasti tidak akan menemukan sifat tetap dan nyata pada semua makhluk,. Semua makhluk itu bisa mempunyai sifat tetap kalau memandang sifat WAHID
nya Alloh.
sifat AHADIYYAH menurut para Arifin Dzat yang bersih dari sifat tetap/nyata pada semua mahluk.
Sedangkan sifat WAHIDIYYAH itu dzatnya Alloh yang nyata ada pada semua makhluk, dan semua makhluk mempunyai sifat tetap (ada) sebab memandang adanya Alloh pada semua makhluk, sehingga para Arifiin mengatakan “AL-AHADIYYATU BAHRUN-BILA MAUJIN WAL WAA-HIDIYYATU BAHRUN MA’A MAUJIN. (Ahadiyyah itu umpama laut tanpa ombak, sedangkan Wahidiyyah itu umpama laut beserta ombaknya).
Yakni: menurut pandangan para Arifin, Alloh itu di ibaratkan laut, maka makhluk diibaratkan ombak yang di gerakkan oleh laut. Jadi jelasnya semua makhluk itu bukan Alloh.
Ke-Esaan dzat Alloh yang tidak bersekutu itu melenyapkan apa saja (makhluk),yakni tetap Alloh yang tunggal dan segala sesuatu yang selainNya itu hanya bayangan belaka yang di ciptakan / di wujudkan oleh Alloh.
153-157. SIKAP KITA KETIKA DIPUJI ORANG
٭ الناس يمدحونك لمايظنونه فيك فكن انت ذامّالنفسك لماتعلمه منها ٭
153.”Orang-orang yang memuji padamu disebabkan oleh apa yang mereka sangka yang ada padamu, karena itu engkau harus mencela dirimu, karena apa-apa (aib) yang engkau ketahui pada dirimu”.
Kamu jangan sampai terpengruh/tertipu dengan pujian orang-orang yang tidak mengetahui hakikatnya dirimu, tetapi kamu harus kembali melihat dirimu dengan mencela dirimu sebab perbuatanmu yang terbalik/tidak sama dengan prasangka orang lain pada dirimu.
Maka dari itu Sayyidina Ali berdo’a : “Allohummaj-alnaa khoirom-mimmaa yadhun-nuna,- walaa-tu-aakhidz-naa bimaa yaquuluuna ,- wagh-fir lanaa- maa-laa ya’lmuuna”.
(Ya Alloh, jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka, dan jangan Engkau siksa mereka sebab ucapan mereka terhadap diriku, dan ampunilah semua dosaku yang tidak diketahui mereka.)
Dan siapa yang merasa senang dengan pujian orang lain terhadap dirinya, berarti dia telah memberi kesempatan pada setan untuk masuk dan merusak imannya.
٭ الموءمن اذامدح استحيٰى من الله ان يثنى عليه بوصف لايشهده من نفسه ٭
154. “Orang mukmin yang sejati itu ketika dipuji orang, dia malu pada Alloh, karena ia dipuji bukan karena sifat yang ada pada dirinya, tapi dari Alloh”.
Jadi apabila orang lain memuji dirinya dan meyebut kebaikannya, dia merasa malu kepada Alloh, karena dia merasa tidak mempunyai sifat-sifat yang layak dipuji, sebab ia merasa hanya mendapat karunia Alloh jika ia bisa berbuat sesuatu yang baik, dan bukan dari usaha dan kemampuannya sendiri.
Seorang salik itu harus tidak percaya dengan pujian orang lain, tetapi dia juga tidak diperintah untuk merobah/menolak supaya orang lain tidak memuji atau berprasangka baik padanya, dia hanya di perintah untuk tidak terpengaruh,dan supaya mendahulukan apa yang diketaui terhadap dirinya sendiri,mengalahkan prasangka orang lain. Yang penting tidak keterlaluan pujiannya, kalau keterlaluan maka harus di tolak.
Rosululloh bersabda : “ Uhtsut-turoba fii-waj-hi mad-daachiin” lempari debu dimuka orang-orang yang memuji-mujimu.
Rosul berkata pada orang yang memuji seseorang dihadapan rosululloh, : Qoto’-ta ‘unuqo shoohibika” kamu telah memotong leher saudaramu.
٭ اجهل الناس من ترك يقين ما عنده لظن ماعند الناس ٭
155. “sebodoh-bodoh manusia yaitu orang yang meninggalkan(mengbaikan) keyakinan yang sungguh-sungguh ada padanya, karena mengikuti prasangka yang ada pada orang-orang”.
Orang yang dipuji orang lain dan terpengaruh dengan pujiannya, dan menganggap baik pada dirinya sendiri, orang seperti ini adalah orang paling bodoh, karena yang yakin ia ketahui yaitu kekurangan-kekurangan dan dosa-dosa yang telah dilakukannya atau rendahnya akhlaqnya dan kelemahan imannya sendiri.
Al-Harits Al-Muhasiby mengumpamakan pada orang yang senang di puji orang lain, itu bagaikan orang yang senang dengan ejekan orang padanya,; Seumpama ada orang berkata : kotoranmu itu berbau harum,lalu engkau gembira dengan pujian yang demikian, padahal engkau sendiri jijik dan tau berbau busuk. Ketahuilah bahwa kotoran dosa dan jiwa itu lebih busuk dari pada kotoran (tinja) orang.
Seorang Hakim dipuji oleh orang awam/biasa, maka ia menangis, lalu ditanya: kenapa engkau menangis? Padahal orang itu memujimu,.. jawabnya: ia tidak memujiku, melainkan setelah dia mengetahui bahwa yang ada padaku sifat-sifat yang sama dengan sifat-sifatnya.
٭ اذااطلق الثناء عليك ولست باهل فاَثن عليه بما هو اهلهُ ٭
156. “Jika Alloh membuka mulut orang-orang untuk memujimu, padahal nyata-nyata engkau tidak layak/berhak untuk pujian seperti itu, maka engkau harus memuji kepada Alloh yang berhak /layak mendapatkan pujian itu”.
Kenyataannya apa
yang disanjungkan orang-orang padamu itu tidak ada pada dirimu, atau kau mempunyai cacat/aib, sehingga kau tidak berhak menerima pujian itu, maka kau harus memuji kepada Alloh, yang telah menutupi aib-aibmu, kekuranganmu.
٭ الزهّاد اذامدحواانقبضوالشهودهم الثناءمن الخلق ، والعارفون اذامدحوا انبسطوا لشهودهم ذالك من الملك الحقّ ٭
157. “Orang-orang yang zuhud (ahli ibadah) jika dipuji oleh orang lain, mereka merasa ketakutan, karena kuatir terpengaruh,karena pujian itu datangnya dari sesame makhluk, sebaliknya orang aarif jika dipuji mereka merasa senang dan gembira karena mengerti benar-benar pujian itu datang dari Alloh raja yang haq”.
Orang aarif itu selau hadir kehadhrotulloh, tidak pernah memandang selain Alloh, mereka menganggap pujian-pujian itu datang dari Alloh, sehingga mereka gembira, dan pujian itu bisa menambah kekuatan hatinya dan kedudukannya dihadapan Alloh, karena mereka tidak memandang pada dirinya tidak membanggakan amalnya, dan tidak terpengaruh dangan pujian ataupun celaan orang lain.
Kata Hikmah ini sesuai dengan Hadits nabi saw.: Idza mudihal-mu’minu fii-waj-hihi robal-iimanu fii qolbihi”.(ketika seorang mukmin di puji didepannya maka iman dalam hatinya bertambah kuat).
Rosululloh sendiri pernah dipuji dengan qosidah oleh Hassan dan Ka’ab bin Zuhair,Rsululloh saw. Menunjukkan kegembiraan bahkan memberikan mantel kepada Ka’ab bin Zuhair.
Mushonnif (ibnu ato’illah) sendiri juga pernah memuji-muji kepada gurunya, Syeih Abul-Abbas Al-Mursyi, beliau diam saja dan memperlihatkan wajah senang.
Hal seperti ini juga terjadi pada para aarif lainnya.
Orang yang mempunyai maqom ini antara dihina dan di puji orang tidak akan ada bekasnya dalam hati, karena mereka tidak memandang itu semua dari makhluk, tapi mereka melihat itu semua dari Alloh swt
158 SIFAT KE-KANAK-KANAKAN
٭ متى كنت اذا اُعطيتَ بسطك العطاءُوإذامنعت قبضك المنع فاستدلّ بذالك على ثبوت طفوليّتك وعدم صدقك في عبوديتك ٭
158. “Apabila kamu ketika diberi(rizki) oleh Alloh, merasa gembira karena pemberian itu, dan jika di tolak (tidak diberi) hatinya merasa sedih karena penolakan itu, maka ketahuilah, yang demikan itu sebagai tanda adanya sifat kekanak-kanakan padamu, dan belum bersungguh-sungguh dalam sifat ke-hambaanmu kepada Alloh”.
Ketika suasana hatimu masih selalu berubah-ubah ketika menerima nikmat atau mendapat balak/ujian. Maka nyata bahwa masih dipengaruhi oleh hawa nafsu, dan belum sungguh-sungguh dalam kedudukan kehambaan kepada Alloh, dan pengertian terhadap hikmah rahmat Alloh terhadap semua makhluknya.
159. JANGAN PUTUS ASA
٭ إذا وقع منك ذنب فلا يكن سببالياءْسك من حصول الاستـقامة مع ربّك فقد يكون ذٰلك اٰخرذنب قدّر عليكَ. ٭
159. “Jika engkau terlanjur melakukan dosa, maka jangan sampai menyebabkan engkau putus asa untuk mendapatkan istiqomah menghadap Tuhanmu, sebab kemungkinan dosa itu yang kau lakukan itu sebagai dosa terahir yang telah ditakdirkan Tuhan bagimu”.
Engkau jangan putus asa dengan merasa tidak mungkin bisa istiqomah dalam menghamba pada Alloh,(sehingga mendorong kamu melakukan dosa-dosa yang lainnya) karena engkau terlanjur melakukan dosa,
Perbuatan dosa itu tidak menyalahi istiqomah dalam kehambaan, kalau semata-mata terlanjur, dengan tidak ada sifat gembira dalam melakukan dosa itu, sebab manusia tidak mungkin mengelak dari takdir yang telah ditulis baginya. Kewajiban kamu ketika terlanjur berbuat dosa yaitu harus segera bertaubat.
160. ROJA’ DAN KHOUF
٭ اذااَرادْتَ ان يفْتحَ لك باب الرجاءِ فاشهد مامنه اليكَ، واذا اردت ان يفتح لك باب الخوف فاشهد مامنك إليهِ. ٭
160. “Apabila engkau ingin dibukakan Alloh pintu roja’/harapan, maka perhatikan kebesaran nikmat pemberian Alloh padamu yang berlimpah. Dan apabila engkau ingin dibukakan pintu khauf/ takut,maka perhatikan hati dan amal ibadahmu kepada Alloh”.
Hikmah ini menjelaskan dua cara untuk bertaqarrub kepada Alloh yaitu :
1. Roja’ (berharap hanya kepada Alloh), caranya: selalu memperhatikan apa yang ada pada dirimu dari nikmat pemberian Alloh, macam-macamnya manfaat yang diberikan kepadamu, dan dihindarkan dari macam-macamnya bala’ bencana mulai dari kamu dalm kandungan ibumu sampai saat ini. Sehingga hati kamu bisa berharap secara optimis dan husnud-dhon kepada Alloh dan tidak akan putus asa.
2. Khouf (Takut hanya kepada Alloh), caranya: selalu memperhatikan apa-apa dari dirimu tentang kekurangan dan kecurangan mu dalam menghamba kepada Alloh, adab yang kurang baik terhadap Alloh. Sehingga timbul dalam hatimu rasa takut kepada Alloh.
Kedua sifat ini harus dimiliki oleh setiap mukmin.
161. MANFAAT AL-QOBDH dan AL-BASTHU
٭ ربّما افادك في ليل القبض مالم تستفده في إشراق نهارالبسط لاتدْرُون ايّهُمْ اَقرَبُ لكم نفعًا.٭
161. “Terkadang Alloh memberikan padamu faidah ilmu ma’rifat pada saat kesedihan (qobdh) yang digambarkan seperti gelapnya malam. Yang tidak kau dapatkan dalam keadaan lapang /kesenangan(basth) yang di gambarkan terangnya siang. Kamu semua tidak mengetahui manakah yang lebih bermanfaat bagimu”.
Dalam hikmah ke 90-92 telah diterangkan tentang al-qobdhu dan al-basthu, bahwa orang yang diberi kesenangan/kelapangan (basth)yang nafsunya ikut mendapatkan bagiannya, yang terkadang menjadikan sebab terhijab dengan Alloh. Berbeda ketika orang yang dalam kondisi susah, sedih hatinya nafsunya akan lemah dan merasa sangat berhajat kepada Alloh, yang menjadikan sebabnya Alloh memberikan suatu kenikmatan yang hakiki,yaitu ilmu dan ma’rifat.
Sebagaimana diterangkan lagi pada hikmah 161 ini. Sehingga orang-orang Arif sama memilih keadaan qobdh daripada basth. Tapi pada umumnya manusia memilih kesenangan dari pada qobdh,.
Alloh berfirman : kamu semua tidak mengetahui mana yang lebih bermanfaat bagimu.
Karena kita tidak mengetahui maka sebaiknya menyerahkan kepada Alloh, dan rela terhadap pemberian dan kehendak Alloh.
162-166. HATI MENJADI SUMBERNYA NUR
٭ مطالعُ الانوارالقلوب والاسرارُ. ٭
162. “Sumbernya berbagai Nur cahaya Ilahi(nur ilmu bagaikan bintang, nur ma’rifat bagaikan bulan dan nur tauhid bagaikan matahari) itu dalam hati manusia dan rahasia-rahasianya(asror)”.
Hati dan sirnya para ‘Arifiin itu ibaratnya seperti langit yang menjadi tempat berjuta-juta bintang, bulan dan matahari. Seperti yang sudah diterangkan pada hikmah yang terdahulu bahwa nur yang keluar dari hati ‘Arifiin itu lebih terang dibandingkan sinarnya bintang, bulan dan matahari.
Sebagian Arifiin berkata: Andaikan Alloh membuka Nur hatinya para waliyulloh, niscaya cahaya matahari ,bulan akan suram (kalah). Sebab cahaya mathari dan bulan bisa tenggelam dan gerhana, sedangkan Nur hati para wali itu tidak bisa tenggelam dan gerhana.
Dalam hadits qudsi, Rosululloh bersabda, Firman Alloh : Tidak cukup untukKu bumi dan langitKu, tetapi yang cukup bagiku hanya Hati hambaKu yang beriman.
Syeih Abul Hasan As-syadzily ra. berkata: Andaikan Alloh membuka Nurnya seorang mukmin yang berbuat dosa, niscaya memenuhi langit dan bumi. Maka bagaimanakah dengan nurnya mukmin yang taat kepada Alloh.
Syeih Abul-Abbas al- Mursy berkata: Andaikan Alloh membuka hakikat kewaliannya seorang wali, niscaya wali itu akan disembah orang, sebab dia bersifat dengan sifat-sifat Alloh.
Jadi kalau kta tidak mengetahui nurnya ‘Arifin itu bagian dari belas kasihnya Alloh.
٭ نَورمستودعٌ فى القلوبِ مددهُ من النورالواردِمن خزاءن الغيوبِ. ٭
163. “Nur (cahaya keyakinan) yang tesimpan dalam hati hamba, itu itu selalu bertambah karena datang langsung dari gudang(perbendaharaan )alam ghaib”.
Sebagaimana diterangkan dalm hikmah terdahulu, bahwa Alloh menerangi alam semesta ini dengan cahaya benda (matahari,bulan) buatanNya. Sedangkan Alloh menerangi hati dengan nur sifat-sifatnya. Selanjutnya dalam hikmah ini mejelaskan bahwa Nur cahaya keyakinan dalam hati para Arifiin itu salurannya langsung dari Nur yang berasal dari perbendaharaan alam Ghaib.sehingga Nur yang ada dalam hati Arifiin semakin bertambah terang memancar.
Dalam kitab Latho-iful-minan diterangkan: ketahilah! Apabila Alloh menolong seorang walinya, maka hatinya akan di jaga dari segala suatu selain Alloh, dan Alloh akan menjaga hati walinya dengan selalu menambah Nur keyakinan.
Selanjutnya Syeih ibnu ‘Atho’illah memberi isyarah kalau Nur itu ada dua macam, dengan dawuh:
٭ نوريكشفُ لك بهِ عن اٰثاره، ونوريكشف لك به عن اوصافه٭
164. “Nur yang di capai dengan panca indera itu bisa membuka /menerangkan keadaan makhluk (atsar), dan nur keyakinan dalam hati dapat menunjukkan kamu hakikat sifat-sifat Alloh”.
Hikmah ini juga bisa di artikan:
1.Nur yang ada dihati Arifiin itu bisa membuka/ mengetahui keadaan makhluk , mengetahui apa yang ada diatas dan dibawah langit, apa yang ada dibawah bumi dll. Yang seperti ini dinamakan Kasyaf Shuwary. Menurut ulama’ ahli hakikat Kasyaf Shuwary itu tidak dipentingkan.
2. Dan Nur itu juga bisa membuka sifat-sifat keagungan,dan keindahan Alloh, nur yang seperti ini tidak akan bisa berhasil kecuali Alloh memperlihatkan sifat-sifat keagunganNya pada hamba.hal seperti ini disebut Kasyaf Ma’nawy. Dan inilah yang terpenting menurut para Arifiin.
٭
ربّما وقفتِ القلوبُ مع الانوار كماحجبت النفوس بكثاءِف الاغيارِ. ٭
165. “Terkadang hati hamba itu terhenti pada sinar cahaya itu(sehingga hati terhijab dari Alloh), sebagaimana terhijabnya nafsu dengan syahwat macam-macamnya benda selain Alloh”.
Ada dua perkara yang bisa menghijab/menghalangi manusia berjalan menuju Alloh yaitu:
1. Hijab/penghalang yang berupa Nur, yaitu macam-macamnya cahaya ilmu dan ma’rifat. Apabila hati hamba selalu silau melihat dan condong kepada Nur ilmu dan ma’rifatnya, dan menjadikan ilmu dan ma’rifatnya sebagai tujuan ibadahnya, bukan karena Alloh yang memberi ilmu dan ma’rifat.
2. Hijab berupa kegelapan, yaitu kesenangan nafsu syahwat dan adat kebiasaan nafsu.
٭ ستر انوار السراءـربكثاءـف الظواهر،إجلالالها ان تبتذل بوجودالاظهار وان ينادٰى عليها بلسان
الاِشتهارِ. ٭ .
166.“Alloh sengaja menutupi nur/cahayanya hati dengan pekerjaan-pekerjaan yang lahir, itu karena mengagungkan nur tersebut, dan jangan sampai diremehkan dengan terbuka begitu saja, dan supaya tidak diberitakan menjadi orang yang mashur/terkenal.”
Nur cahaya kewalian itu sangatlah agung dan mulia, maka Alloh mengagungkannya dari kehinaan sebab diperlihatkan, dan dijaga oleh Alloh dari keterkenalan dikalangan makhluk.
hikmah ini juga sudah diterangakan pada hikmah 118 terdahulu, dan juga Alloh menutupi nur kewalian karena rahmat /kasih sayang dari Alloh terhadap orang-orang mukmin, sebab sekiranya nur kewalian terbuka pada seseorang, orang tersebut berkewajiban mencukupi hak-haknya wali, yang mungkin tidak dapat melaksanakannya. Dan dengan demikian berarti telah berbuat dosa durhaka.
167-169. ALLOH TIDAK MEMBUAT TANDA KEWALIAN
٭ سبحان من لم يجعل الدليلَ علىٰ اولياءه الامن حيث الدليلُ عليه
٭ ولم يوصل اليهم الا من اراد ان يوصله اليه .
167.“Maha suci Alloh yang sengaja tidak membuat tanda untuk para walinya, kecuali sekedar perkara yang menunjukan kepada Alloh, dan Alloh tidak akan mempertemukan dengan mereka kecuali pada orang yang dikehendaki akan wushul (sampai) kepada Alloh”
Sebagaimana telah diterangkan pada hikmah sebelumnya, yaitu Alloh menutupi Nur cahaya kewalian, begitu juga Alloh menutupi para wali-walinya, dengan amal-amal lahir, seperti bekerja, makan, minum, sakit dan lain-lain. Jadi sangatlah sulit untuk mengenali waliyulloh itu, karena mereka juga seperti kita keadaan lahirnya.
Syeih Abul-Abbas al-Mursy berkata: untuk mengenal Waliyyulloh itu lebih sulit dari pada mengenal Alloh, sebab Alloh mudah dikenal dengan adanya bukti-bukti kebesaran,kekuasaan dan keindahan buatanNya. Tetapi untuk mengetahui seorang yang sama dengan kamu, makan, minum menderita segala penderitaanmu sungguh sangat sukar. Tetapi jika Alloh memperkenalkan kamu dengan seorang wali, maka Alloh menutupi sifat-sifat manusia biasanya dan memperlihatkan kepadamu keistimewaan-keistimewaan yang diberikan Alloh kepada wali itu.
Dalam hadits qudsi Alloh berfirman: Para waliku dibawah naunganku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat pada seorang wali, kecuali jika Alloh memberikan taufiq hidayahNya. Supaya ia juga langsung mengenal kepada Alloh dan kebesaranNya yang diberikan Alloh kepada seorang hamba yang dikehendakiNya.
Syeih abu Ali Al-Jurjay berkata: Seorang wali itu orang yang fana’ lupa pada dirinya dan tetap Baqo’ dalam musyahadah dan melihat Tuhan. Alloh mengtur segala-galanya, maka karena itu terus-menerus datang kepadanya Nur Ilahi.
Maka jika Alloh menghendaki memperkenalkan kamu dengan walinya, itu suatu anugerah yang sangat besar yang wajib kamu syukuri, karena dengan itu berarti Alloh menghendaki kamu bisa wushul kepada Alloh. Karena wali itu kekasih Alloh, Alloh tidak menghendaki selain kekasihnya berkumpul dengan kekasihnya. (Laa ya’riful waliy illal-waliy).
٭ رُبّمَا اطلعك على غيب ملكَوته وحجب عنك الإستشراف على اسرارالعباد.٭
168. “Terkadang Alloh memperlihatkan kepadamu sebagian dari keghoiban alam malakut(keadaan diatas langit), tetapi Alloh menutupi dari kamu mengetahui rahasia-rahasia hambaNya.”
Adakalanya Alloh mmperlihatkan kepada Walinya alam malakut, sehingga ia bisa mengetahui segala sesuatu yang ghoib dalam alam malakut, tetapi karena rahmat Alloh kepadanya tidak dibukakan padanya jalan untuk mengetahui rahasia-rahasia hati sesama manusia, itu supaya tidak ikut campur dalam urusan dan kebijaksanaan Alloh yang berlaku pada hambanya, selanjutnya mu’allif dawuh:
٭ منِ اطلع على اسرار العباد ولم يتخلق بالرحمة الإلٰهيّة كان اطلاعهُ فتـنة عليه وسببا لجرّ الوبال اليه.٭ .
169.“Barang siapa yang dapat melihat rahasia hati manusia sedang ia tidak meniru sifat belas kasih (Rahmat) Tuhan, maka pengetahuan itu menjadi fitnah baginya,dan menjadi sebab datangnya (bala’) bahaya bagi dirinya sendiri.”
Orang yang tidak dibukakan kasyaf untuk bisa melihat rahasia dalam hati sesama manusia itu termasuk karunia belas kasih dari Alloh, sebab apabila dia dibukakan kasyaf sehingga bisa mengetahui rahasia hati orang lain, tapi dia tidak meniru sifat rahmat dan ampunan Alloh, seperti tidak mau menutupi aib orang lain, tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, tidak kasihan pada orang yang berbuat dosa/kesalahan, maka kasyaf yang demikian akan menjadi fitnah bagi yang diberi, dan menjadi ujian yang berat baginya, bahkan akan menjadi sebab datangnya bencana bagi dirinya.
Rosululloh bersabda: “Tidak akan dicabut sifat rahmat belas kasih kecuali dari hati orang yang celaka”.
Dan sabdanya lagi:
الراحمونَ يَرْحمهمُ الرَحْمن، اِرحَمُوامَنْ فى الارضِ يَرْحمكُم من فى السمَاءِ.
“orang yang belas kasih, dikasihi oleh Alloh (ar-rohman), karena itu kasihanilah orang yang dibumi niscaya kamu dikasihi orang yang dilangit”.
Diriwayatkan bahwa nabi Ibrahim as. Pernah merasa dalam hatinya, seolah –olah ia sangat belas kasih terhadap makhluk, maka Alloh membuka kasyaf sehingga bisa melihat alam Malakut, dan bisa melihat semua penduduk bumi dan segala perbuatannya, dan ketika nabi Ibrohim melihat orang yang berbuat dosa/durhaka, ia berdo’a: Ya Alloh, binasakanlah mereka. Dan seketika orang itu mati, dan itu berulangkali dilakukan nabi Ibrohim,
Lalu Alloh memberi wahyu pada nabi Ibrohim : hai Ibrohim, engkau itu seorang yang mustajab do’amaka jangan engkau gunakan untuk membinasakan hambaku, karena hambaku itu salah satu dari tiga golongan
:
1. Ada kalanya Dia mau bertaubat, dan Aku ampuni dosa-dosanya.
2. Ada kalanya dia akan menurunkan keturunan yang taat dan bertasbih padaku. Dan
3. Ada kalanya ia kembali menghadap padaKu, maka terserah bagi Aku untuk mengampunkan dosanya atau menyiksanya.
Ada keterangan ulama’ lain meriwayatkan: apa yang di alami Nabi ibrohim itu yang menyebabkan Alloh memerintahkan menyembelih puteranya (Nabi Isma’il) dan ketika Nabi Ibrohim memegang pisau untuk menyembelih puteranya ia berkata: Ya Alloh, ini putraku, buah hatiku orang yang sangat aku cinta. Tiba-tiba ada jawaban: ingatlah ketika engkau meminta padaku untuk membinasakan hambaku, apakah engkau tidak tahu bahwa Aku amat kasih pada hambaKu, sebagaimana kasihmu terhadap anakmu, maka jika engkau memita padaKu untuk membunuh hambaKu, maka Aku minta padamu untuk membunuh anak kandungmu, jadi satu-satu, ingatlah, yang memulai itu yang lebih kejam.
//
170-172. BAGIAN NAFSU DALAM IBADAH
٭ حظ النفس فى المعصية ظاهرٌجليٌّ، وحظها فى الطاعة باطن خفيٌّ ومدواة ما يخفى صعبٌ علاجهُ.٭
170. “ Bagiannya hawa nafsu dalam perbuatan maksiat itu sangat jelas dan terang, sedangkan bagian nafsu dalam perbuatan taat (ibadah) itu halus dan samar, untuk mengobati yang samar itu itu sangat sulit penyembuhannya.”
Ketahuilah bahwa hawa nafsu itu selalu ambil bagian/peran baik dalam maksiat atau dalam taat(ibadah). Kepentingan nafsu dalam maksiat itu jelas, sperti zina, minum-minuman keras, dia jelas merasakan enaknya dan kepuasannya. Karena nafsu mengajak maksiat itu tujuannya hanya ingin merasakan kenikmatan dan kepuasan dan ahirnya terjadi bencana dan kehinaan.
Sedangkan bagian nafsu dalam taat/ibadah, sangatlah halus dan samar untuk diketahui dan disadari. Karena dalam taat/ibadah itu nafsu akan merasa berat, karena semua ibadah itu selalu bertentangan dengan hawa nafsu. Jadi apabila nafsu memerintahkan untuk ibadah maka waspadalah! Dan telitilah apakah ada kepentingan nafsu didalam ibadah tersebut, taat dan ibadah seharusnya bertujuan mendekatkan diri kepada Alloh, tapi nafsu mempunyai kepentingan lain seperti Riya’(supaya dilihat/diketahui orang) bahwa dia orang yang ahli ibadah, yang selanjutnya orang lain memujinya, dan terkenal di kalangan manusia. Dan masih banyak contoh yang lain apabila kita mau meneliti pergerakan nafsu kita. Dari itu muallif (Syeih Ibnu ‘Ato’illah) dawuh :
٭ ربّما دخل الرياءُ عليك من حيث لاينظرالخلقُ اليكَ.٭
171. “Terkadang masuknya riya’ dalam amal perbuatanmu itu dari arah yang tidak ada orang yang melihat padamu.”
Riya’ yang masuk dalam amal perbuatan ketika didepan orang banyak itu dinamakan Riya’ jaliy (terang). Riya’ juga bisa masuk pada amal ketika sendirian, dan tidak ada orang yang mengetahuinya. Dan dengan amalnya itu dia berharap akan di sanjung orang, dimulyakan orang, seumpama dia berilmu, supaya orang lain mencukupi hak-haknya, dan apabila tidak dia berharap supaya orang lain disiksa oleh Alloh sebab tidak menghormati orang yang berilmu.apabila hal seperti ini ada dalam diri seseorang itu tandanya dia riya’dengan ilmunya, yang seperti ini dinamakan Riya’Khofiy(samar).
Dan tidak akan selamat dari Riya’ Jaliy dan Riya’ khofiy kecuali orang yang sudah Ma’rifat billah, dan kuat tauhidnya. karena Alloh sudah menjaganya dari syirik dan menutup pandangannya dari melihat makhluk sebab Nur keyakinan dan Nur ma’rifat yang sudah terang bersinar dalam hatinya. para Arifiin itu sudah tidak berharap dapat manfaat dari orang lain(makhluk), dan juga tidak takut bahaya dari makhluk. Dan amalnya para Arif itu bersih dari Riya’ walaupun di kerjakan didepan orang banyak.
Rosululloh bersabda: “ Syirik itu ada yang lebih samar dari jalannya semut hitam di atas batu hitam dimalam yang gelap gulita.” (dan riya’ itu termasuk syirik yang samar, yaitu beramal tidak karena Alloh)
Sayyidina Ali bin Abi Tholib ra. berkata: Kelak dihari kiamat Alloh akan berkata kepada orang-orang yang zahid dan fakir,: tidakkah telah dimurahkan (diturunkan)harga barang-barang untuk kamu, tidakkah jika kamu berjalan lalu diberi salam terlebih dahulu, tidakkah jika kamu berhajat segera disampaikan (dibantu) semua hajatmu. Di dlam hadis lain diterangkan : Kini tidak ada lagi pahala bagimu, sebab semua pahalamu telah kamu terima semasa hidup didunia.
Syeih Yusuf bin Al-Husain Ar-rozy berkata: sesuatu yang amat berharga didunia ini ialah ikhlas, beberapa kali aku bersungguh-sungguh untuk menghilangkan Riya’ dalam hatiku, tiba-tiba tumbuh lagi dengan lain corak (model).
172. “ Keinginanmu yang sangat untuk diketahui orang tentang sesuatu dari keistimewaanmu itu, sebagai bukti tidak adanya kejujuran (sungguh-sungguh)mu dalam kehambaanmu (shidqul ‘Ubudyyah).”
Yang dinamakan Sidqul ‘Ubudyyah yaitu: membuang segala sesuatu selain Alloh, dan tidak memandang pada selain Alloh dalam baribadah.
Jadi apabila kamu benar-benar beribadah kepada Alloh, pasti akan menerima perhatian dari Alloh kepadamu, sehingga kamu tidak senang diketahui orang lain dalam menghamba kepada Alloh.
Syeih Abu Abdulloh Al-Qurasyi berkata: siapa yang tidak puas dengan pendengaran dan penglihatan Alloh dalam amal perbuatannya, maka pasti dai kemasukan riya’.
Alloh berfirman: “Apakah engkau tidak merasa cukup dengan tuhanmu, bahwa Ia menyaksikan dan mengetahui segala sesuatu.” QS.Fus-shilat 53.
Syeih Abul-khoir Al-Aqtho’ berkata : Siapa yang ingin amalnya diketahui orang, maka itu riya’, dan siapa yang ingin diketahui orang hal keistimewaannya, maka itu pendusta.
Hikmah ini untuk pelajaran orang yang memulai perjalanan suluk(murid), tapi bagi orang yang sudah Arif dan hanya melihat sifat wahdaniyyahnya Alloh, antara tekenal dan tersembunyi itu sama saja.
Seperti kata hikmah dari Syih Abul Abbas Al mursyi.
Syeih Abul Abbas Al-Mursyi berkata: Barang siapa yang ingin terkenal, maka ia budak(hamba)nya terkenal, dan siapa yang ingin tersembunyi, maka ia budak(hamba)nya tersembunyi, dan siapa yang benar-benar merasa sebagai hamba Alloh, maka terserah pada Alloh apakah dia diterkenalkan atau disembunyikan, yakni sama saja, yang penting beramal karena Alloh.
173. AMAL JANGAN INGIN DILIHAT ORANG
٭ غيّبْ نَظَرَالخلقِ اِليْكَ بِنَظَرِاللهِ اِليْكَ، وَغِبْ عَنْ اِقْبالهِمْ عَلَيْكَ بِشُهودِ اِقْبالِهِ عَلَيْكَ. ٭
173. “ Hilangkan pandangan makhluk kepadamu, karena puas dengan penglihatan Alloh kepadamu, dan hilangkan perhatian (menghadapnya) makhluk kepadamu, karena yakin bahwa Alloh menghadapimu.”
Sebagai murid jangan terpengruh dengan penglihatan , perhatian dan pujian orang lain, karena Alloh selalu melihat dan memperhatikan kamu. Sebagai gambaran: sebagai seorang murid ketika kita dilihat dan di awasi oleh guru kita, tentu kita lupa dan tidak memperhatikan kalau kita sedang dilihat dan diawasi oleh orang lain. Begitu juga ketika guru kita berada dihadapan kita, tentu kita tidak akan memperdulikan orang lain yang menghadap kita. Apalagi yang melihat, mengawasi dan menghadapi kita itu Alloh, tentunya semua makhluk tidak ada artinya.
Syeih Sahl bin Abdulloh At-Tustary berkata kepada kawan-kawannya: Seseorang tidak akan dapat mencapai hakikat kewalian sehingga menghilangkan pandangan orang dari fikirannya, sehingga tidak melihat apa-apa didunia ini, yang ada hanya ia dan Tuhan yang menciptakannya, sebab tidak ada seorangpun(makhluk) yang dapat menguntungkan tau merugikannya, dan menghilangkan perasaandiri danhawa nafsunya sehingga tidak menghiraukan orang, dan tidak segan atau takut kepada mereka, apa saja yang akan terjadi.
Syei Al-Harits Al-Muhasiby ra. Ketika ditanya tentang tanda orang yang ikhlas, yaitu: yang tidak menghiraukan dinilai apa saja oleh sesame manusia, asalkan ia sudah benar hubungannya dengan Alloh dan tidak ada orang yang mengetahui walau sekecil debu dari amal kebaikannya, dan tidak takut jika ada orang yang mengetahui perbuatannya yang tidak baik. Sebab jika ia takut diketahui kejelekannya, berarti ia ingin dipuji atau besar dalam pandangan orang, dan itu tidak termasuk kelakuan atau akhlak orang yang benar-benar ikhlas.
174-176. MAQOM MA’RIFAT, FANA’ DAN CINTA
٭ مَنْ عَرَفَ الحَقَّ شَهِدهُ فِىْ كُلِّ شَىءٍ ٭
174. “Barang siapa yang benar-benar mengenal Alloh (berada dimaqom Ma’rifatulloh), pasti dapat melihatNya pada tiap segala sesuatu.”
٭ وَمَنْ فَنِيَ بِهِ غَابَ عَنْ كُلِّ شىءٍ ٭
175. “ Barang siapa yang fana’ sebab melihat Alloh (berada dimaqom Fana’), pasti ia lupa (ghoib) dari segala sesuatu.”
Jadi orang yang sudah berada di maqom fana’, mereka sudah tidak melihat apa yang ada di alam ini kecuali hanya Alloh, dan orang tersebut sudah lupa pada dirinya, tidak merasakan apa yang ada pada dirinya, mereka sudah tidak melihat sifat wujud dan nyata pada apa yang dilihat. Berbeda dengan orang yang berada dimaqom ma’rifat, mereka melihat makhluk dan juga melihat Alloh yang menciptakan makhluk, mereka dengan jelas melihat Alloh pada setiap perkara yang wujud(makhluk), jadi para arif itu masih merasa dirinya ada, dan masih melihat adanya makhluk.
٭ وَمَنْ اَحَبَّهُ لَمْ يُوءْ ثِـرعَلَيهِ شَيـءـاً ٭
176. “ Dan barang siapa yang cinta pada Alloh (berada di maqom Mahabbah), tidak akan mengutamakan sesuatu (dari kesenangan dirinya dan lainnya) mengalahkan Alloh.”
Jadi siapa saja yang mengaku cinta pada Alloh, tetapi masih memilih selain Alloh, dan mementingkan kepentingannya dan kepentingan selain Alloh,dan mengalahkan kepentingan pada Alloh, maka pengakuan cintanya itu bohong.
Jadi keterangan lain dari tiga hikmah ini : Siapa yang siapa yang benar-benar mengenal Alloh (Makrifat kepada Alloh), pasti ia selalu ingat pada Alloh, pada tiap sesuatu apapun yang aia lihat, ia dengar, dan ia rasakan. Sebab tidak ada sesuatu melainkan menunjukkan keindahan, kekuasaan dan buatan Alloh.
Dan orang yang sudah fana’kepada Alloh, mereka sungguh-sungguh yang diingat hanya Alloh, sehingga segala sesuatu yang dilihat dan yang ada didepannya,seolah-olah kosong dan hanya bayangan belaka.
Dan orang-orang yang benar-benar cinta kepada Alloh, ia tidak akan mengutamakan sesuatu apapun selain Alloh yang dicintainya, bahkan ia sanggup mengurbankan segala kepentingannya dan hawa nafsunya, demi mendapatkan keridhoan dari Alloh.
177-178. HIJABNYA MAKHLUK
٭ إِنَّمَا حَجَبَ اْلحَقَّ عَنْكَ شِدَّةَُ قُرْبِهِ مِنْكَ. ٭
177. “ Sesungguhnya yang menghijab(menghalangi) engkau daripada melihat Alloh, itu karena sangat dekatnya Alloh kepadamu.”
Bisa di maklumi, bahwa panca indera manusia itu sangatlah terbatas, contohnya mata untuk bisa melihat, haruslah tepat pada ukurannya, terlalu jauh tidak akan kelihatan begitu juga terlalu dekat, juga tidak akan kelihatan. Seperti kalau kita baca tulisan yang kita dekatkan dan menempel pada mata tentu tidak akan bisa terbaca.
Begitu juga Alloh, kita tidak bisa melihat Alloh, karena terlalu dekatnya Alloh, Alloh meliputi kita dengan cara yang sangat sempurna.
Alloh berfirman : “Dan Aku lebih dekat (kepada mayyit) dari pada kamu semua, akan tetapi kamu semua tidak tahu”
Hikmah ini tidak bisa difahami dengan sempurna kecuali orang-orang yang mata hatinya sudah terbuka terang, yang bisa melihat pendhohiran Alloh pada makhluknya.
٭ إنَّمَا احْتَجَبَ لِشِدَّة ِظُهُرِهِ وَخَفِيَ عَنِ الاَبْصَارِ لِعَظِيمِ نُورِهِ. ٭
178. “ sesungguhnya terhijabnya Alloh dari penglihatanmu itu karena sangat jelas dan terangNya, dan samarnya Alloh dari penglihatanmu itu karena terlu besarnya sinar dan cahaya nurNya.”
Sebagaimana keterangan hikmah sebelumnya, tentang keterbatasan/kelemahan panca indera manusia yang tidak bisa melihat karena terlalu dekat, begitujuga tidak akan bisa melihat terlalu terang. Pada hakikatnya semua benda itu bisa terlihat karena adanya cahaya/nur, tanpa cahaya takkan bisa terlihat, begitu juga terlalu terangnya cahaya, matapun tidak akan kuat melihat karena terlalu sialau. Seperti contoh matahari, yang cahayanya paling terang dari cahay yang lain yang bisa dilihat mata, sebab dari kuatnya sinar mata hari, mata kita tidak mampu menembus/ melihat dzatnya matahari itu sendiri, sehingga kita bisa tahu matahari hanya lewat sinarnya saja, dan mata tidak kuat/bisa melihat hakikatnya matahari itu. Artinya: matahari itu tidak terhijab oleh dzatnya sendiri tapi cahayanyalah yang menghijab matahari itu. Begitu juga Alloh, itu tidak terhijab oleh dzatNya, tapi terhijab oleh makhluknya, sebab terlalu jelas,terang dan besar NurNya. Jadi yang menghijab sesuatu itu bukan dzatnya, tapi kelemahan kita yang menjadikan hijab itu sendiri.
Jadi hakikat/dzat itu tidak akan bisa dicapai dengan panca indera, tapi bisa dicpai dengan mata hati yang terang.
Maka apabila engkau melihat dengan mata hatimu, tidak akan menemukan sesuatu yang terlukis pada benda-benda(makhluk) itu selain daripada Nya.
179-182. DO’A BUKAN PENYEBAB ALLOH MEMBERI
٭ لا يَكُنْ طَلَبُكَ تَسَـبُّـبًا اِلى العَطَاءِ مِنْهُ فَيَقِلَّ فَهْمُكَ عَنْهُ وَاليَكُنْ طَلَبُكَ لاِظْهارِ العُبُودِ يَّةِ وَقياماً بِحُقُوقِ الرُّبُوبيَّةِ ٭
179. “ Jangan sampai do’a permintaanmu itu engkau jadikan alat/sebab untuk mencapai pemberian Alloh (jangan punya i’tiqod bahwa pemberian Alloh itu sebab do’amu), niscaya akan kurang pengertianmu(makrifatmu) kepada Alloh, tetapi hendaknya do’a permintaanmu itu semata-mata untuk menunjukkan kerendahan, kehambaanmu dan menunaikan kewajiban terhadap keTuhanannya Alloh.”
Alloh swt. Telah memerintahkan hambanya untuk berdo’a dan meminta kepadaNya, tujuan utamanya hanya supaya hamba benar-benar menunjukkan sifat fakir, hina dan bodohnya dihadapan Alloh, bukan untuk sebab/alat menghasilkan apa yang diminta.
Hikmah dan pemahaman ini bagi orang yang sudah Arif billah, yang mereka tidak pernah berhenti dan bosan meminta kepada Alloh, walaupun tidak diberikan apa yang diminta, bagi mereka antara diberi atau tidak itu sama saja, sehingga mereka selalu menjadi hamba Alloh dalam segala keadaan.
Syeih Abul Hasan As-Syadzily ra. Berkata: Janganlah yang menjadi tujuan dari do’amu itu tercapainya hajat kebutuhanmu, maka jika demikian berarti engkau terhijab dari Alloh, tetapi seharusnya tujuan do’a itu untuk munajat kepada Alloh, yang memeliharamu, menciptakan dirimu. Dan bala’ dan bencana yang memaksa engkau berdo’a kepada Alloh, itu lebih baik daripada menerima nikmat kesenangan yang melupakan kepada Alloh dan menjauhkan daripadaNya.
٭ كَيْفَ يَكُونُ طَلَبُكَ اللاَّحِقَُ سَبـبًا فى عَطَاءِـهِ السَّابِقِ ٭
180. “Bagaimana mungkin permintaanmu yang datang belakangan, itu bisa menjadi sebab pemberian Alloh yang telah ditetapkan dan diputuskan lebih dahulu.”
٭ جَلَّ حُكْمُ الاَزَلِ اَنْيُضَافَ اِلى الْعلَلِ ٭
181. “ Maha suci hukum(putusan) Alloh yang telah pasti dalam azal, jika disandarkan kepada sebab musabab(‘ilat).”
Sungguh tidak masuk akal kalau permintaan kita yang baru sekarang, itu menjadi sebab pemberian Alloh yang sudah lalu. Sesungguhnya keputusan Alloh dalam menentukan peraturan alam ini sudah ditentukan/tetapkan dalam zaman ‘azal sebelum adanya alam ini, dan termasuk juga segala kebutuhan hajat hidup semua makhluk termasuk kita manusia, artinya sebelum kita meminta sesungguhnya Alloh sudah menentukan apa yang diberikan kepada kita. Yakni Alloh sudah memberi sebelum kita meminta. Sebagai contoh kita tidak/belum pernah meminta hidup tapi Alloh sudah memberi kehidupan, sewaktu kita masih dalam alam kandungan sampai kita lahir, dan dimasa kanak-kanak, kita belum pernah meminta bahkan belum tahu caranya meminta hajat kebutuhan kita, Alloh sudah terlebih dahulu memberikan semua hajat kebutuhan kita sehingga kita bisa hidup sampai sekarang, dan itu sama berlaku seterusnya.
Karena itu jangan mengira seolah-olah Alloh lupa dengan hajat kebutuhanmu, sehingga kamu harus mengingatkan Alloh supaya memberikan hajat kebutuhanmu. Kalau memang demikian kepercayaanmu terhadap Alloh, berarti benar-benar engkau belum mengenal Alloh dalam sifat kesempurnaanNya.
Segala sesuatu yang terjadi dialam ini, semata-mata dari qudrat dan irodatnya Alloh secara mutlak, sehingga tidak disandarkan pada ‘ilat/sebab musabab (karena ini dan itu).
٭ عِنَايَـتـُهُ فِيْـكَ لالِشَْىءٍ مِنْكَ وَايْنَ كُنْتَ حِينَ وَاجَهَـتـْكَ عِنَـَايَتـُهُ وَقَا بَلَتـْكَ رِعَايَتـُهُ لَمْ يَكُنْ فِى اَزَلِهِ اِخلاََصُ اَعْماَلٍِ وَلاَ وُجُدُ اَحْوَالٍ بَلْ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ الاَّ مَحْضُ الاِفْضال وَعَظيمُ النَّوّالِ ٭
182. “ Pemberian dan perhatian Alloh kepadamu itu bukan karena sesuatu yang keluar/muncul dari kamu(seperti do’a dan amal sholih), buktinya: dimanakah kamu ketika Alloh menetapkan karunianya kepadamu dizaman ‘azal? ( dizaman ‘azal kamu dimana? Kamu tidak ada, kamu juga tidak berbuat apa-apa), disaat itu(zaman ‘azal) tidak ada do’a atau amal yang ikhlas atau akhwal, bahkan tidak ada apa-apa ketika itu kecuali hanya semata-mata anugerah karunia dan pemberian Alloh yang agung.”
Alloh sudah melengkapi dan memenuhi hajat kebutuhan kita disaat kita sendiri belum mengerti apa saja kebutuhan kita, maka dari itu coba kita pikirkan dan perhatikan perhatian dan pemberian Alloh pada kita semenjak kita masih berupa air mani, sama sekali kita belum bisa berdo’a dan beramal, tetapi perlengkapan yang diberikan Alloh kepada kita tidak berkurang sedikitpun, dan selanjutnya hingga kita lahir, masa kanak-kanak, dewasa dan tua, karunia dan pemberian serta perhatian Alloh kepada kita tidak berubah. Dan semua itu tidak bersandar pada amal atau do’a kita. Tapi semata-mata kekuasaan dan kehendak Alloh yang mutlak.
183-184. KEINGINAN MENDAPATKAN SIRRUL ‘INAYAH
٭ عَلِمَ اَنَّ الْعِبَادَ يَتَشَوَّقـُونَ اِلىَ ظُهُورِ سِـرِّالعِنَـَايَةِ فَقاَلَ :يَـخْتـَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَّـَشَـاءُ. وَعَلِمَ اَنّـَهُ لَوْ خَلاَّ هُمْ وَذَالكَ لَتَرَكُواالعملَ إعْتِمَادًا علىْ الاَزَلِ فَقاَلَ: إنَّ رَحْمَة َ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ المُحْسِنِيـْنَ ٭
183. “ Alloh telah mengetahui bahwa hamba-hamba ingin mendapat rahasia (kebesaran) karunia Alloh(sirrul ‘inayah), maka Alloh berfirman: “Alloh sendiri yang menentukan (menghususkan) rahmat dan karunia pada siapa yang dikehendaki” , dan Alloh mengetahui andaikan manusia dibiarkan (mengetahui rahasianya), mungkin mereka meninggalkan amal usaha karena berserah pada keputusan dizaman ‘azal, karena itu Alloh berfirman: “Sesungguhnya rahmat Alloh itu dekat pada orang-orang yang berbuat kebaikan”.
Sir itu berarti: semua perkara yang ditutupi, karena itu sir dirahasiakan pada kita.
‘Inayah berarti: bersambungnya Irodah(kehendak Alloh) dengan berhasilnya Sir dimasa yang akan datang.
Berhubung Alloh mengetahui bahwa kita itu sangat menginginkan dapat mengetahia masadepan kita apa celaka apa bahagia, sehingga kita ingin tahu rahasia pemberian/karunia Alloh(sirrul ‘Inayah), lalu kita meminta dengan berdo’a dan beramal sholih, dan kita beri’tikat bahwa dengan do’a dan amal sholih itu bisa menarik sirrul ‘inayah, maka
Alloh berfirman : “YAKHTAS-SHU BIROHMATIHII- MAN-YASYA’U( “Alloh sendiri yang menentukan (menghususkan) rahmat dan karunia pada siapa yang dikehendaki” Al-Baqarah: 105)
untuk mencegah kita dan menghilangkan keinginan kita, karena Alloh sendiri lebih mengetahui dimana Ia meletakkan risalahNya.
Dan Alloh juga mengetahui bila para hamba dibiarkan mengetahui rahasia pertolonganNya, dan terus menerus melihat bahwa sirrul ‘inayah ‘azaliyyah itu khusus pada sebagian orang,yakni tidak umum, bisa jadi para hamba meninggalkan amal dan berdoa, karena mengandalkan pada keputusan dizaman ‘azal, (kalau dizaman ‘azal aku sudah ditetapkan menjadi orang yang dapat inayah dan menjadi orang khusus, pasti aku akan masuk surga, walaupun tidak beramal, jadi tidak perlu beramal, begitu pula sebaliknya). Karena itu Alloh menunjukkan tanda-tanda orang yang mendapatkan ‘inayah/karunia, yaitu orang-orang yang berbuat baik dan memperbaiki perbuatannya. Yakni bukan amal kebaikan itu yang menyebabkan datangnya inayah/karunia, ia hanya sebagai tanda adanya ‘inayah.
٭ إلى المشِيْـءَـةِ يَسْـتَـنِدُ كُلَّ شَىءٍ وَلاَ تَسْـتـنِدُ هِي الَى شَىءٍ ٭
184.“Segala sesuatu tergantung KehendakNya, bukan KehendakNya bergantung pada segala sesuatu.”
Segala yang ada ini muncul karena kehendak AzaliNya. Doa, amal ibadah, dan usaha tidak memiliki pengaruh apa pun, pada munculnya keinginan para hamba. Semua bergantung pada hukum Azali.
Lalu aturan kehambaan kita, adalah aturan harus dilakukan, yaitu berusaha, beramal ibadah, taat dan patuh dan senantiasa butuh kepada Allah Swt, sebagai perwujudan kepatuhan hamba kepadaNya.
Al-Wasithy mengatakan, sesungguhnya Allah Swt tidak mendekati si fakir karena kefakirannya, juga tidak menjauhi si kayak arena kekayaannya. Seluruh makhluk ini tidak memiliki pengaruh, baik sukses maupun gagal, bahkan seandainya dunia adan akhirat anda serahkan sepenuhnya kepada Allah, anda tetap tidak akan sampai kepada Allah Swt, dengan dunia dan akhirat anda. Allah mendekatkan mereka kepadaNya, bukan karena sebab atau faktor tertentu, dan Allah mejauhkan mereka dariNya, juga bukan karena faktor-faktor tertentu. Allah Swt, berfirman: “Siapa yang tidak diberi cahaya oleh Allah baginya, maka ia tidak akan meraih cahaya itu.”
Namun, bila Allah Swt, menghendaki hambaNya untuk meraih anugerahNya, maka si hamba pun ditakdirkan untuk berikhtiar, patuh dan beramal sholeh serta ibadah yang benar, tetapi seluruh tindakan hamba itu tidak menjadi penyebab yang mengharuskan turunnya anugerah, namun amal ibadah dan kepatuhan itulah anugerah yang sesungguhnya.
185-186. LEBIH UTAMA MANA ANTARA BERDO’A ATAU TIDAK
٭ رُبّـَماَ دَلـَّهُمُ الاَدابُ علَى تَركِ الطلبِ اِعْتماداً على قِسـمتهِ واستغالا بذِكرِه عنْ مسـءـلتهِ ٭
185. “ Terkadang Alloh menunjukkan pada hambanya (para ‘Arif) adabnya seorang hamba untuk tidak meminta/berdo’a karena menyerah pada kebijaksanaan dan merasa puas dengan pembagian dari Alloh, dan terlalu sibuk berdzikir sehingga tidak sempat minta-minta”.
Ada sebagian ‘Arifin yang mereka terkadang terpaksa untuk tidak meminta, dan menyerah pada Alloh dan hanya mengandalkan pembagian yang sudah ditetapkan Alloh dizaman ‘azal.
Para ulama ada yang berbeda pendapat tentang lebih utama mana antara meminta/berdo’a atau diam/tidak meminta.
Ada yang berpendapat: lebih utama berdo’a, karena berdo’a itu bagian dari ibadah, dan mengerjakan perkara yang disebut ibadah itu lebih utama daripada meninggalkannya.
Sebagian berpendapat : diam dan tidak berdo’a dan merasa puas dan ridho dengan berlakunya hukum (qodho’) itu lebih sempurna dan diridhoi, karena sesuatu yang sudah dipilihkan Alloh untuk kita itu lebih itu lebih utama daripada pilihan kita.
Dalam hidist qudsi Alloh berfirman : barang siapa tersikkan dzikir kepadaKu dan meninggalkan meminta kepadaKu, Aku akan memberi yang terbaik dari apa yang Aku berikan pada orang yang meminta.
Dan ada yang berpendapat: waktu itu berbeda-beda, adakalanya lebih utama berdo’a dan adakalanya lebih baik diam, sebagaimana yang dikatakan Syeih Abul-Qosim Al-Qusyairi ra:
Apabila hati lebih condong kepada do’a, maka lebih baik berdo’a, dan apabila hati lebih condong diam, maka diam dan tidak berdo’a lebih baik,. Apabila hati lebih condong kepada ridho, dan puas dengan pembagian dan pilihan dari Alloh, dan lebih memperbanyak dzikir itulah adab tatakrama yang utama.
٭ إنّـَما يُذَكَّرُ من يجُوزُ لهُ الاِغْـفالُ وإنّـَما ينبـَّهُ من يُمْكنُ لهُ الاِهمالُ ٭
186. “ Sesungguhnya yang harus diingatkan itu hanya orang yang mungkin lupa, dan yang harus ditegur itu hana orang yang mungkin teledor(sembrono)”.
Apakah mungkin Alloh itu lupa? Kok harus dingingatkan dengan meminta, Dan apakah mungkin Alloh itu teledor, sehingga tidak memperhatikan hambanya? Itu tidak mungkin, dan itu muhal bagi Alloh. Maka bagi para ‘Arif meninggalkan meminta itu bagian dari adab tatakrama kepada alloh.
Syeih Abu Bakar Al-Wasithi ra. Ketika diminta mendo’akan muridnya, lalu ia berkata: Saya kuatir kalau saya berdo’a, lalu ditanyakan kepadaku begini: kalau kamu meminta kepadaKu (Alloh) apa yang menjadi hakmu, berarti engkau curiga kepadaKu, dan bila kau meminta apa yang bukan menjadi hakmu, berarti engkau telah menyalahgunakan kewajibanmu untuk memuji kepadaKu, dan bila kau ridho maka Aku akan menjalankan padamu apa yang sudah Aku tetapkan pada masa yang sudah lalu(zaman ‘Azal).
Syeih Abdulloh bin Munazil berkata: sejak lima puluh tahun saya tidak pernah berdo’a meminta kepada alloh, juga tidak ingin di do’akan oleh oranglain. Sebab segala sesuatu berjalan menurut apa yang telah ditetapkan oleh Alloh dizman ‘azal, dan saya sudah merasa puas dengan itu.
187-191. HARI RAYANYA MURID
٭ وُرُوْدُالفـَاقَةِ اعْيادُ المُريدِين ٭
187. “Datangnya kefakiran/kesulitan itu sebagai hari rayanya murid (orang yang sedang melatih diri untuk taqorrub kepada Alloh).”
Seorang murid itu ketika kedatangan kesulitan, kefakiran, bala’, sehingga merasa rendah diri dihadapan Alloh, itu adalah saat yang terbaik untuk mendapat belas kasih Alloh, dan mempercepat tercapainya tujuan yaitu taqorrub kepada Alloh. Sebagaimana diterangkan pada hikmah yang lalu bahwa dengan kefakiran nafsu tidak dapat bagian apa-apa, yakni dengan kefakiran itu sebagai kemenangan melawan hawa nafsu, sehingga saat yang demikian itu sebagai hari raya yang sangat menggembirakan, sebab tunduknya hawa nafsu, hilangnya rasa kesombongan,ujub atau besar diri.
٭ رُبّما وَجَدْتَ من المزيدِ فى الفاقةِ مالاتَجِدُهُ فى الصلاةِ والصَّوْمِ ٭
188. “ Terkadang pada saat kefakiran itu engkau bisa mendapatkan kelebihan karunia dan kebesaran dari Alloh, yang tidak bisa engkau dapatkan dengan puasa dan sholat.”
Itu bisa terjadi sebab puasa dan sholat terkadang karena kesenangan dan kepentingan hawa nafsu,sehingga ibadahnya tidak bisa selamat dari afatnya ibadah seperti riya’, takabbur, ujub dan lain-lain. Berbeda ketika dalam kondisi fakir, akan hilang kesenangan dan kepentingan hawa nafsu. Dan lagi hikmah ini bisa di artikan bahwa datangnya kefakiran, bala’ itu sebagai nikmat batin (samar).
٭ الفاقَاتُ بُسُطُ المَوَاهبِ ٭
189. “ Berbagai macam ujian bala’(kefakiran dan kekurangan)itu, bagaikan hamparan (lemek) untuk hidangan pemberian dan karunia dari Alloh.”
Dengan datangnya kefakiran, hakikatnya Alloh mendudukkan kamu dihadapanNya, dan cukuplah bagi kamu apa yang ada dari macam-macam anugerah dari Alloh.
Dan lagi apabila Alloh akan memberi anugerah yang besar kepada hamba, akan tetapi amal ibadah lahiryahnya tidak mencukupi sebagai tebusan karunia alloh, maka Alloh menguji padanya dengan bala’ sebagai tebusan berbagai dosa, kemudian diberikannya anugerah karunia dari Alloh.
٭ اذااَرَدْتَ وُرُودَالمَوَاهِبِ عَليكَ صَحِّح الفَقْرَ والفَاقَة َ لديْكَ "انّماَ الصّدقاتُ لِلفُقرَاءِ" ٭
190. “Jika engkau ingin datangnya macam-macam karunia dari Alloh kepadamu, maka bersungguh-sungguhlah dalam mengakui dan membuktikan kefakiran dan sangat berhajatmu kepada Alloh. Firman Alloh: Sesungguhnya yang berhak menerima pemberian(shodaqoh) itu hanyalah mereka yang benar-benar fakir.”
٭ تحَقـَّقْ بِأوْصافِكَ يُمِدَّكَ بِأوْصافهِ، تحَقـَّقْ بذٰلِكَ يُمدَّكَ بعِزِّهِ، تحَقـَّقْ بِعَجْزِكَ يُمدَّكَ بقُدْرَاتهِ، تحَقـَّقْ بضُعفِكَ يمدَّكَ بِحَولهِ وَقوَّتهِ ٭
191. “Buktikan dengan benar sifat-sifatmu, niscaya Alloh membantumu dengan sifat Nya, Buktikan dengan benar sifat kehinaanmu, niscaya Alloh membantumu dengan sifat kemuliaanNya, Buktikan dengan benar sifat kekuranganmu, niscaya Alloh membantumu dengan sifat kekuasaanNya, Buktikan dengan benar sifat kelemahanmu, niscaya Alloh membantumu dengan sifat kekuatanNya.”
Kedua hikmah ini mengajarkan kepada kita supaya menempati posisi kita yang semestinya, yaitu sebagai hamba, yang mempunyai sifat asli yaitu: fakir, kurang lemah, hina, dan bodoh. Apabila kita mengakui dan memposisikan diri sebagai hamba, niscaya Alloh akan menolong kita, memberi kemudahan dan karuniaNya kepada kita. Dan ketika Alloh memberikan kekayaan, kemuliaan, kekuasaan dan kekuatan, kita akan sadar dan merasa bahwa itu semua dari Alloh, bukan dari diri sendiri, dan bukan dari lain-lainnya Alloh.itulah tauhid yang murni, yang tidak ada Tuhan, tidak ada daya kekuatan, melainkan Alloh, dan semata-mata bantuan dan pertolonganNya, tanpa ada perantara dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Sebaliknya apabila kita tidak mau menempati kedudukan kita sebagai hamba, dan lupa akan sifat kehambaan, yang akan menjadikan murka Alloh, dan menyaingi sifat-sifat Alloh.
192. HAKIKATNYA KAROMAH
٭ رُبَّما رُزِقَ الكرَامة َمن لم تَكـْمُلْ لهُ الاِسْتِقَامةُ ٭ ُ
192. “Terkadang Alloh memberikan karomah (keistimewaan) kepada seseorang yang belum sempurna istiqomahnya.”
Seorang murid sebaiknya tidak mengharapkan karomah, dan tidak tertipu dengan munculnya karomah pada dirinya. Karena keistimewaan yang diberikan pada murid yang belum sempurna istiqomahnya, bisa jadi hanya berupa ma’unah, atau bahkan istidroj. Karena hakikat karomah itu ialah Istiqomah. Dan kesempurnaan istiqomah itu ada pada dua perkara yaitu: sungguh-sungguhnya iman, dan benar-benar mengikuti apa yang di ajarkan Rosululloh saw Secara lahir batin.
Syeih Abul Hasan As-Syadzily ra. berkata: Tiap kekeramatan yang tidak disertai keridhoan terhadap Alloh, berarti orang itu tertipu dan akan binasa.
Syeih Abul Abbas Al-Mursy ra. berkata: Bukannya kebesaran(karomah) itu bagi orang yang bisa melipat dunia ini sehingga dalam satu detik bisa sampai ke makkah dan negara lain-lain. Tetapai kebesaran itu ialah orang yang dilipatkan baginya sifat-sifat hawa nafsunya, sehingga ia langsung disisi Tuhannya.
Syeih Sahl bin Abdulloh ra. Berkata: Sebesar-besar karomah yaitu berubahnya akhlaq yang jelek menjadi akhlaq yang baik. Dan ada yang mengatakan : kamu jangan heran dari seseorang yang tidak menaruh apa-apa dalam sakunya, tetapi ketika ia ingin sesuatu dimasukkan tangannya dalam sakunya dan mendapat apa yang di inginkan. Tapi kamu boleh heran dari seorang yang menaruh apa-apa dalam sakunya, ketika ia ingin sesuatu dimasukkan tangannya dalam saku dan tidak mendapat apa-apa, dan tidak berubah imannya kepada Alloh.
Syeih Abu Yazid Al-Busthomy ra. Berkata: Andaikata ada orang berjalan diatas air, atau duduk diudara, maka jangan kau tertipu olehnya sehingga kau perhatikan ia, bagaimana terhadap perintah dan larangan Alloh dan Rosululloh. Sebab setan dapat bergerak dari timur kebarat dalam sekejap mata, dan dia tetap dilaknat(terkutuk).
193. TANDA-TANDA KEDUDUKAN/MAQOM
٭ من عَلاَماتِ اِقَاَمةِ الحقّ ِلكَ فِي شيءٍاقامتهُ اِيَّكَ فيهِ مع حُصُول النَّتـَاءـجِ ٭
193. “Suatu tanda bahwa Alloh telah menempatkan engkau pada suatu maqom(kedudukan), bila engkau dalam kedudukan itu bisa mendapatkan hasil/ buahnya.”
Sebagaimana sudah dijelaskan pada hikmah kedua tentang maqom Tajrid dan maqom kasab, hikmah ini kembali meneragkan tentang tanda-tanda orang yang berada di salah satu maqom tersebut, Tanda orang yang dimaqom Tajrid yaitu:
Apabila Alloh memudahkan bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban. Tanda orang yang berada di maqom kasab yaitu:
Apabila Alloh memudahkan kamu dalam usaha/bekerja mencari maisyah, dan dalam bekerja itu bisa selamat agamamu(ibadahmu).
194-202. RAHASIA MENGAJAR,MEMBERI NASIHAT KEBAIKAN
٭ من عَبَّرَ مِن بِساطِ احْسانِه اصْمَتـَتْهُ الاِساءةُ ومنْ عَبَّرَ مِن بِساطِاِحْساَنِ اللهِ اليهِ لم يَصْمُتْ اذاأساءَ ٭
194. “Barang siapa menerangkan ilmu/mengajar dengan memandang bahwa keterangannya itu muncul dari kebaikan dirinya, maka dia akan terdiam jika berbuat salah/maksiat, dan siapa yang menerangkan ilmu/mengajar dengan memandang bahwa ilmu/keterangannya itu pemberian Alloh padanya, maka ia tidak akan diam bila ia berbuat salah/dosa.”
Hikmah ini menerangkan tentang orang yang mengajar/memberi nasihat tentang kebaikan dengan merasa bahwa dirinya sudah baik, dan merasa bahwa keterangannya itu hasil dari kebaikannya sendiri(yakni dia masih memandang dirinya sendiri), maka bila suatu saat dia tergelincir dalam dosa, dia akan merasa malu untuk memberi nasihat/mengajar orang lain, akan tetapi bila ia ketika memberi nasihat/mengajarkan ilmu pada orang lain itu hanya memandang bahwa ilmunya itu karunia dari Alloh, ia tidak memandang dirinya, maka dia tidak merasa malu untuk menerangkan ilmu/memberi nasihat jika suatu saat ia tergelincir dalam dosa. Sebab berbuat kebaikan itu hanya semata-mata karunia dari Alloh.
Syeih Abul-Abbas Al-Mursy ra. Berkata: Manusia itu terbagi menjadi tiga golongan.
Pertama : golongan yang selalu memperhatikan apa-apa yang dari dirinya kepada Alloh.
Kedua : Golongan yang selalu hanya ingat pemberian dan karunia dari Alloh kepda dirinya.
Ketiga : Golongan yang hanya memandang bahwa semua dari Alloh kembali pada Alloh.
Golongan pertama : selalu memikirkan kekurangan diri dalam menunaikan kewajibannya, sehingga selalu berduka cita.;
Golongan kedua : selalu melihat semua itu adalah karunia dari Alloh, maka ia selalu gembira.;
Dan golongan ketiga : Telah lupa pada dirinya sendiri, hanya teringat bahwa semuanya berasal dari Alloh dan akan kembali kepada Alloh, maka semua terserah Alloh.
Syeih Abul Hasan As-Syadzily ra. Berkata : Pada suatu malam saya membaca surat Qul-a’udzu birobbinnas hingga akhir surat. Tiba-tiba terasa bagiku bahwa : Syarril was-waasil-khonnaas, yang berbisik dalam hati itu ialah yang menyusup antara kau dengan Alloh, untuk melupakan engkau dari karunia-karunia Alloh, yang halus dan samar, dan mengingatkan engkau pada perbuatan-perbuatanmu yang jahat/dosa. Tujuannya untuk membelokkan engkau dari khusnud-dhon kepada su’udh-dhon terhadap Alloh. Maka waspadalah. Beliau juga berkata : Seorang ‘Aarif itu ialah seorang yang telah mengetahui rahasia-rahasia karunia Alloh didalam berbagai macam ujian bala’ yang menimpanya sehari-hari. Danjuga menyadari/mengakui kesalahan-kesalahanny didalam lingkungan belas kasih Allohkepadanya. Beliau berkata lagi : Sedikitnya amal dengan mengkui karunia Alloh, itu lebih baik dari banyaknya amal dengan merasa kekurangan diri sendiri. Yakni seolah-olah mempunyai kekuatan sendiri untuk bikin baik, hanya sekarang belum baik, sehingga ia selalu berduka cita memikirkan bagaimana ia dapatnya lebih baik. Padahal seharusnya ia menyerah dan hanya meminta kepada Alloh saja. sebab jika Alloh belum memberi maka tetap tidak ada perubahan pada dirinya, berdasarkan pengertian ayat :
لاحَوْل ولاقُوَّة َالا بِالله وَمنْ يَتَوكـَّلْ عَلى اللهِ فـَهُوَ حَسْبُهُ
Dan siapa yang berserah diri kepada Alloh, maka Alloh sendiri yang akan mencukupi/ melengkapi kekurangannya dan tiada daya upaya atau kekuatan , kecuali atas bantuan dan pertolongan Alloh.
٭ تـَسبِقُ اَنْوارُ الحُكمَاءِ اَقْوَالهُمْ فحَيْثُ صَارَالتَنْويْرُ وَصـلَ التّـَعْبيْرُ ٭
195. “Nur ulama’ ahli hikmah(makrifat) itu selalu mendahului perkataan mereka, karena itu apabila sudah mendapat penerangan dari nur dalam hatinya, maka sampailah keterangan yang dikatakan mereka itu.”
Ulama’ ahli hikmah(ahli makrifat) itu bila memberikan nasihat/keterangan akan bisa diterima oleh hati orasng yang mendengarkan,sebagaimana tanah yang tandus dan mati yang disirami dengan air hujan yang lebat, lalu orang yang mendengar bisa mengambil manfaat dari nasihatnya, itu semua dikarenakan mereka (‘arifiin) selalu berhubungan dengan Alloh, dan minta taufiq dan hidayah dari Alloh, dan hanya Alloh yang mengatur kalimat yang keluar dari perkataannya, dan Alloh yang mengatur pendengaran orang yang mendengarkan.
Rosululloh bersabda :
رأ ْسُ الحِكمةِ مَخافَةاللهِ
(Pokok dari segala hikmah itu ialah takut kepada Alloh.)
Ulama’ yang tidak takut kepada Alloh, adalah ulama’ suu’ (penipu ummat). Siapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayah imannya, maka tidak bertambah dekatnya kepada Alloh, bahkan bertambah jauh.
Alloh berfirman :
إ ِنَّماَ يَخْشىَ اللهَ مِنْ عِباَدهِ العُلماءُ
(Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Alloh hanyalah para ulama’).
٭ كُـلُّ كلاَمٍ يَبْرُزُ وَعَليْهِ كِسْوَةُ القَلبِ الذى مِنْهُ بَرَزَ ٭
196. “ Setiap perkataan yang keluar itu pasti membawa corak bentuk hati yang mengeluarkannya.”
Jadi apabila hati bersinar nurnya makaperkataannya pasti membawa nur juga,sehingga bisa diterima oleh hati orang yang mendengarkannya, berbeda orang yang hanya mengaku-aku (ahli hikmah), perkataan yang keluar itu membawa kegelapan, yakni tidak bisa di ambil manfaatnya (masuk telinga kanan dan keluar lagi lewat telinga kiri).
Dan lagi tiap-tiap tempat (wadah) itu pasti akan mengeluarkan yang terisi didalamnya,sebagai contoh :gelas atau lainnya yang terisi kopi, itu pasti yang dikeluarkan juga kopi, tidak mungkin air putih.
Ada seorang yang berkata : Mengapa sekarang hati oranr-orang tidak bisa khusyu’ dan matanya tidak bisa mencucurkan air mata. Maka di jawab oleh Syeih Muhammad bin Wasi’ : kemungkinan yang demikian itu penyebabnya dari kamu sendiri, sebab bila nasihat itu keluar dari hati yang ikhlas pasti masuk kedalam hati juga. Sebaliknya kalau hanya berupa kata-kata dilidah dan fantasi belaka, maka ia akan masuk telinnga kanan dan keluar lewat telinga kiri.
Syeih Abul Abbas Al-Mursy ra. Berkata: keadaan hamba itu hanya ada empat macam : Nikmat, bala’, taat, maksiat. Maka jika didalam nikmat kewajiban hamba bersyukur kepada Alloh, dan jika menerima bala’ maka hamba harus bersabar, dan jika dapat melakukan taat harus merasa itu taufiq dan hidayah dari Alloh, dan bila tergelincir dalam dosa/ maksiat maka harus meminta ampun(beristighfar).
٭ منْ اُذ ِنَ لهُ فى التَّعْبيرِفُهمَتْ فـِىمسَامعِ الخَلقْ العِبارَتـُهُ وجُلِّيَتْ اِليهمْ اِشارَتُهُ ٭
197. “Barang siapa sudah mendapat izin dari Alloh untuk mengajar (menerangkan ilmu makrifat), maka keterangannya itu bisa difahami oleh pendengarnya, dan isyarat petunjuknya bisa diterima dengan jelas.”
Maksud dari orang yang sudah mendapat izin dari Alloh yaitu : orang yang mengajar/memberi nasihat itu Lillahi (karena Alloh) wa Billahi (dan sebab bantuan/pertolongan Alloh, wa Fillahi(dalam tuntunan hukum Alloh).
Syeih Junaidy Al-Baghdady ra. Berkata : Kalimat/perkataan yang benar itu hanya yang diucapkan setelah mendapat izin, sebagaimana firman Alloh :
لاَيَتَكَـلمُونَ إلاَّ من اَذِنَ لَهُ الرّ َحمٰنُ وَقَالَ صَواَباً
“ Mereka tidak berkata-kata, kecuali yang diizinkan oleh Ar-Rohman (Alloh) dan berkata dengan benar”.
Syeih Hamdun bin Ahmad bin Umaroh Al-qosshor ketika ditanya: Mengapa kata-kata orang dahulu jauh lebih berguna dari ajaran kita ini? Jawabnya : Karena mereka bicara /berkata untuk kemuliaan islam, dan keselamatan jiwa dan untuk mendapat keridhoan Alloh. Sedangkan kita bicara untuk kemuliaan diri, dan mencari dunia, dan keridhoan penerima/pendengar (makhluk).
٭ رُبَّماَ بَرَزَتِ الحَقَاءِـقُ مَكْسُوفََة َالاَنْوَارِ اِذاَلَمْ يُوءْذَنْ لكَ فِيهاَ بِالاِظهارِ ٭
198. “ Terkadang ilmu hakikat itu tampak pudar /suram cahayanya jika engkau belum mendapat izin untuk mengeluarkan/ menerangkannya.”
Yang dimaksud ilmu hakikat disini yaitu ilmu yang berhubungan makrifatulloh.
Barang siapa yang belum sempurna sifat-sifatnya, dan belum mendapat izin untuk menerangkan Hakikat, dan bila ia menerangkannya pasti akan terlihat suram cahayanya, karena keluar dari lisan yang masih tertutupi kegelapan yaitu selain Alloh. Dan ia sendiri masih diliputi sesuatu yang berlawanan dengan hakikat itu, yang akibatnya orang yang mendengarkan tidak faham dan bahkan yang mendengar akan ingkar dan menolak.
Syeih Abul Abbas al-Mursy ra. Berkata : Seorang Wali itu lebih dahulu telah dipenuhi oleh ilmu dan pemahamn ma’rifat, sehingga Hakikat itu menjadi keyakinan dan terlihat terang baginya. Karena itu jika mengeluarkan kalimat/perkataan seolah-olah mendapat izin dariAlloh, dan kalimat/perkataan yang dikeluarkannya itu berhias keindahan yang bukan buatan, maka langsung diterima oleh pendengarnya.
٭ عِبَارَتـُهمْ إمّاَلِفَيَضَانِ وُجْدٍ اَوْ لِقَصْدِ هِدَايَةِ مُرِيدٍ فالاوَّلُ حالُ السَّالِكِينَ والثانِى حالُ اَرْبابِ المِكْنةِ وَالمُحققينَ. ٭
199. “Kata-kata/keterangan orang yang menerangkan (ilmu makrifat), itu ada kalanya muncul karena luapan perasaan dalam hatinya yang tidak dapat ditahan, atau karena tujuan memberi petunjuk pada murid. Yang pertama itu hal keadaan seorang salik, sedang yang kedua hal keadaan orang yang sudah matang dan mendalam dalam makrifatnya kepada Alloh (ahli tahqiq).”
Jika seorang salik (berjalan menuju Alloh), itu berkata-kata/ menerangkan ilmu makrifat, yang bukan karena luapan apa yang dirasakan dalam hatinya, berarti ia hanya merupakan pengakuan yang palsu belaka, demikian pula orang yang mendalam ilmu makrifatnya (arbabul miknah),jika bicara tidak untuk memberi petunjuk kepada murid, berarti ia telah membuka rahasia yang tidak diizinkan. Yang seharusnya ia diam tidak bicara sebab ia selalu dalam adab terhadap Alloh.
٭ العِبَاراتُ قُوْتٌ لعَا ءـلةِ المُسْتَمِعِيْنَ، ليْسَ لكَ الاَّ ماَ انْتَ لهُ اٰ كِلٌ ٭
200. “Keterangan (kata-kata yang berhubungan dengan ilmu makrifat), itu bagaikan makanan bagi yang mendengarkan (membutuhkannya), dan engkau tidak mendapat apa-apa kecuali apa yang engkau makan.”
Pada kenyataan lahir bahwa warna dan bentuk makanan itu bermacam-macam(berbeda-beda), dan makanan yang cocok dengan seseorang kadang tidak cocok bagi yang lainnya karena bedanya watak dan selera, dan makanan itu yang berguna bagi tiap-tiap orang itu hanya yang dimakan. Begitu juga makanan yang bangsa maknawi, yang difahami dari ilmu makrifat itu juga berbeda-beda. Apa yang cocok dengan seseorang kadang tidak cocok untuk orang lainnya, sehingga suatu keterangan yang disampaikan kepada orang banyak/jamaah, itu terkadang berbeda juga pemahaman satu dengan yang lainnya, itu karena berbeda tujuannya.
Syeih Muhyiddin Muhammad Ibnu ‘Aroby ra. Berkata : Pada suatu hari kami mendapat undangan dari teman di Zuqoqil-qonadil di mesir, dan disitu bertemu dengan guru-guru, dan setelah hidangan dikeluarkan, disitu ada satu wadah dipakai untuk tempat kencing, tetapi karena sudah tidak terpakai lagi, maka dipakai juga untuk tempat makanan, maka setelah selesai orang-orang makan tiba-tiba wadah itu berkata : Karena kini aku telah mendapat kehormatan dari Alloh untuk tempat makanan guru-guru ini maka mulai saat ini aku tidak rela dipakai tempat kotoran. Kemudian ia terbelah menjadi dua. Syeih Muhyidin bertanya kepada hadirin semua : apakah kalian semua telah mendengar? Jawab mereka : ya, kami mendengar ia berkata : sejak aku dipakai tempat makanan guru-guru, maka aku tidak mau menjadi tempat kotoran lagi. Syeih Muhyidin berkata : Tidak begitu katanya. Para hadirin bertanya : lalu ia berkata apa ? jawab Syeih Muhyidin : Demikian pula hatimu setelah mendapat kehormatan dari Alloh dijadikan tempat Iman, maka janganlah rela ditempati najis-najis, syirik, maksiat dan cinta dunia.
٭ رُبَّمَا عَبَّرَ عَنِ المَقَامِ مَنِاسْـتَشْرَفَ عَلَيْهِ، وَرُبَّمَا عَبّـرَ عَنْهُ منْ وَصَلَ اِليهِ وَذٰلكَ مُلتَبِسٌ الاَّ على صاحِبِ بَصيْرَةٍ ٭
201. “ Terkadang orang yang menerangkan satu maqom (tingkat dalam kemakrifatan) itu orang yang ingin/akan sampai kepada maqom tersebut. Dan terkadang orang yang menerangkan/membicarakan maqom itu orang yang telah sampai kedalam maqom tersebut, dan yang demikian itu kabur (samar/tidak berbeda), kecuali bagi orang yang tajam mata hati (bashiroh)nya.”
Hikmah ini sebagai lanjutan hikmah ke 199, yang perlu kita perhatikan ada orang yang menerangkan suatu maqom karena mengambil dari keterangan kitab, atau menghafal kata-kata para ulama’ shufiyyah, lalu diterangkan pada orang lain. Berbeda dengan orang-orang yang sudah sampai pada maqom itu, yang berbicara tentang maqom itu biasa saja,seperti berbicara tentang lainnya.
٭ لاَيَنْبَغى للسَّالكِ اَنْيُعَبِّرَ عنْ واَرِدَتِهِ فَاِنَّ ذٰ لكَ يُقِلُّ عَمَلَهاَ فى قَلْبِهِ وَيَمْنَعُهُ وُجُوْدَ الصِّدْ قِ مع رَبِّهِ ٭
202. “ Tidak layak bagi seorang salik menerangkan waridnya pada orang lain, sebab bisa mengurangi pengaruh warid dalam hati, dan menghalangi kesungguhannya kepada Alloh Tuhannya.”
Seperti keterangan-keterangan terdahulu tentang Warid yaitu : perkara yang diberikan Alloh kepada hambanya yang berupa ilmu yang langsung dari Alloh yang berhubungan dengan Tauhid.
Sebaiknya salik (orang yang berjalan menuju Alloh) tidak menerangkan dan membuka waridnya kepada orang lain, kecuali pada guru Mursyidnya, karena bisa mengurangi atsarnya dalam hati sehingga tidak sempurna manfaatnya warid didalam hati, dan juga bisa menghalangi kesungguhannya kepada Alloh, karena menerangkan Warid itu tidak lepas dari syahwat/kesenangan nafsu, nafsu merasa enak dan senang, yang bisa menjadikan kuat sifat-sifatnya nafsu. Yang demikian itu pandangannya belum bulat kepada Alloh, tetapi masih selalu mengharap apa-apa dari makhluk. Dan lagi kalau ia bisa menyimpan rahasia Tuhan yang diberikan kepadanya, ia akan mendapatkan kepercayaan untuk rahasia-rahasia yang lebih besar selanjutnya.
//
203. Salik, Hati-hati dengan pemberian Makhluk
٭ لا تَمُدَّ نَّ يَدَ كَ اِلىَ اْلاَخْذِ من الخَلاَٰ ءِـقِ اِلاَّ تَرٰى اَنَّ الْمُعْطِىَ فِيْهِمْ مَولاٰ كَ فَإِنْ كُنْتَ كذٰ لكَ فَخُذْ ماَ وَا فقَ الْعِلمَ ٭
203. “Jangan engkau ulurkan tangan untuk menerima pemberian makhluk, kecuali (sehingga) bila sudah bisa merasa bahwa sebenarnya yang memberi itu Tuhanmu, apabila engkau sudah demikian, maka terimalah pemberian mereka yang sesuai dengan ilmumu(syari’at/ halal).”
Sebab bila engkau masih merasa yang memberi itu makhluk (berarti ada yang dapat membantumu selain Alloh), maka Tauhidmu belum benar(murni) dalam menerima pengertian keEsaan Alloh dalam kalimah : Laa-ilaaha illalloh dan Laa haula walaa quwwata illa billah. Sebab hakikatnya semua pemberian itu hanya dari Alloh, semua hak dan kekuasaan Alloh semata,sehingga bila ada pemberian dari tangan siapa saja(makhluk), haruslah meyakini bahwa itu langsung dari Alloh yang menyuruh seorang hamba untuk menyampaikan kepadamu. Kamu juga jangan menerima pemberian makhluk kecuali yang sesuai dengan ilmumu, yakni : ilmu lahir (syariat) dan ilmu batin.
Kholid Al-Juhany ra. Berkata : Rosululloh saw. Bersabda : Siapa yang kedatangan hadiah/sedekah dari temannya tanpa ia meminta dan berharap dalam hatinya, maka hendaknya diterima, sebab yang demikian itu sebagai rizqi yang dihantar oleh Alloh kepadanya. Dalam riwayat lain ada tambahan: dan bila ia tidak membutuhkan karena sudah cukup, maka hendaknya diberikan kepada yang lebih berhajat dari padanya. Rosulullh bersabda : Siapa yang menolak rizqi yang diberi oleh makhluk tanpa minta-minta, maka sesungguhnya ia telah menolak pemberian Alloh.
Umar bin Khottob berkata : Rosululloh selalu memberi kepada saya, maka saya berkata, : berikan kepada orang yang lebih membutuhkan daripada saya. Rosululloh bersabda : Terimalah dan pergunakan atau sodakohkan, dan tiap harta yang datang kepadamudengan tidak engkau harapkan atau engaku minta, maka terimalah, dan yang tidak jangan engkau harap-harapkan.
Syeih Ibrahim al-Khowwas, berkata: Seorang shufi itu tidak harus memilih jalan tidak berusaha ((tajrid), kecuali jika memang sudah cukup keadaannya. Syeih abu Abdulloh Al-qurasy berkata : selama keinginan berusaha itu kuat dalam perasaan nafsu, maka berkasab itu lebih utama.
Syeih Al-A’masy (sulaiman) ra. Berkata: Ada seorang pemuda yang datang kepada Syeih Ibrohim At-taimy, untuk memberi hadiah uang sebanyak 2ooo dirham, sambil berkata: Terimalah uang ini, ini bukan dari raja, juga bukan uang syubhat dan lain-lainnya. Jawab Ibrohim, : Semoga Alloh memberkahi hartamu, dan membalas engkau dengan kebaikan dan terima kasih, lalu ditolaknya uang itu. Setelah pemuda itu pergi saya bertanya : Ya aba Imron, mengapa engkau tidak menerima pemberian itu, Demi Alloh, istrimu tidak memiliki gamis. Jawab Ibrahim : Benar, tetapi anak itu masih muda, belum banyak pengalaman, saya kuatir kalau ia kembali kekampungnya lalu memberi tahu kepada teman-temannya :saya telah memberi Ibrahim dua ribu dirhaham, maka hilang pahalanya dan hilang pula uangnya.
204. MALU MEMINTA KARENA SUDAH PUAS
٭ رُبّماَ اسْتَحْيَاالعَارِفُ اَنْ يَرْفَعَ حَاجَتـَهُ اِلىٰ مَوْلاَهُ لاِكْتِفَاءِـهِ بِمشِيـءَـتِهِِ فَكَيْفَ لاَ يَسْتَحِى انْ يَرْفَعَهَا إِلىَ خَلِيقَتِهِ ٭
204. “ Terkadang seorang ‘Arif itu malu meminta hajatnya kepada Tuhannya karena sudah merasa rela(puas dengan kehendakNya, maka bagaimana tidak malu meminta hajat/kebutuhannya kepada makhlukNya.”
Pada hikmah ke 185-186, telah banyak dibahas tentang lebih utama mana antara meminta/berdo’a atau tidak, dan merasa puas dengan pembagian dan pilihan Alloh, dan pada hikmah ini Syeih ibnu ‘Ato’illah menerangkan tentang sikap para ‘Aarif yang malu meminta hajatnya kepada Alloh, karena sudah merasa puas dengan kehendak Alloh, apalagi meminta kepada makhluk.
Syeih Sahl bin Abdulloh ra. berkata : Tiada suatu nafas atau hati melainkan diperhatikan oleh Alloh pada tiap detik, baik siang maupun malam, maka apabila Alloh melihat dalam hati itu ada hajat kepada sesuatu selain Alloh, niscaya Alloh mendatangkan iblis untuk hati itu.
Syeih Abu Ali Ad-daqqoq berkata : suatu tanda dari makrifat itu, tidak meminta hajat/kebutuhan kecuali kepada Alloh, baik besar maupun kecil. Contoh nabi Musa as. Yang rindu ingin melihat Alloh ia berkata : “ Robbi arini andhur ilaika. Dan ketika ia membutuhkan roti ia berdo’a : Robbi innii lamaa anzalta ilayya min khoirin faqiir.(Ya Tuhan sungguh aku terhadap apa yang engkau berikan kepadaku dari makanan itu sangat membutuhkan).
Nabi Ibrohim ketika akan dilemparkan kedalam api, ia didatangi malaikat Jibril dan ditanya : Apakah engkau ada hajat ? jawabnya : kepadamu tidak. Dan kepada Alloh? Ya. Jika demikian mintalah kepada Alloh. Jawab Ibrohim : Hasbi min su-ali ilmuhu billahi. (Cukup bagiku, Ia mengetahui keadaanku sehingga tidak usah saya minta kepadaNya).
Syeih Abul Hasan As-Syadzili ra. Ketika ditanya tentang ilmu kimia jawabnya : Keluarkanlah semua makhluk dari dalam hatimu, dan putuskan harapanmu untuk mendapat sesuatu selain yang telah ditentukan oleh Tuhanmu untuk kamu. Alloh berfirman : “Sabarlah terhadap hukum Tuhanmu karena engkau selalu dibawah pengawasan Kami”
205. PILIHLAH SESUATU YANG BERAT MENURUT NAFSU
٭ اِذاَاالتبَسَ عَليْكَ اَمْرَانِ فاَنْظُرْ اَثقَلهُمَا علىَ النَّفْسِ فاتَّبِعْهُ فَاِنَّهُ لاَ يَثْقـُلُ عَليْهَا الاَّ ماَكانا حَقّاً ٭
205. “ Jika terjadi kesamaran bagimu dalam dua hal (yang akan kau kerjakan), maka lihatlah mana yang lebih berat terhadap hawa nafsumu, dan ikutilah/kerjakanlah. Karena nafsu itu tidak akan merasa berat kecuali pada perkara yang haq(lebih utama).”
Seorang salik/murid seharusnya selalu curiga dengan nafsunya, sehingga apabila akan mengerjakan dua amalan yang keduanya sama wajibnya atau sama sunahnya, maka seharusnya ia memilih dan mengerjakan yang berat menurut nafsunya, karena apabila nafsu itu merasa berat itu tanda kalau amalan itu yang haq atau yang lebih utama, karena pada hakikatnya yang namanya ibadah itu sesuatu yang bertentangan / bertolak belakang dengan hawa nafsunya. tetapi apabila seorang murid memilih yang lebih ringan dan menyenangkan nafsunya, menurut para ulama’ ‘arifin termasuk golongan hati yang ada sifat nifaqnya.
٭ مِنْ عَلاَمَاتِ اِتّـِباعِ الهوَى المُسَا رَعَة ُاِلىَ نَوَافِلَ الخيْرَاتِ والتّـَكاَسُلُ عنِ القِياَمِ بِالوَاجِباتِ ٭
206. “ Sebagian dari tanda-tanda menurutkan hawa nafsu ialah cekatan( bersegera) dalam mengerjakan perkara sunah, tetapi malas untuk mengerjakan perkara yang wajib.’
Pada kenyataan yang banyak terjadi dimasyarakat, yaitu semangat mengerjakan perkar-perkara sunah, tapi malas bahkan meninggalkan perkara yang diwajibkan, sperti contoh : ringan dan senang bersedekah, tapi berat bahkan tidak mau mengeluarkan zakat. padahal shodaqoh itu sunnah, sedangkan zakat itu hukumnya wajib. dan masih banyak contoh lainnya.
Syeih Muhammad bin Abil-Ward berkata : Kebinasaan manusia itu terjadi karena dua hal : Mengerjakan yang sunnah dan mengabaikan yang wajib (fardhu). Dan amal perbuatannya hanya mementingkan bagian lahir/luarnya, dan mengabaikan bagian batin/hatinya( yakni niat dan keikhlasannya amal).
Al-Khowwas berkata : Terputusnya makhluk dari Alloh , itu karena dua hal : mengejar amal-amal sunnah dan meninggalkan yang wajib. Dan memperbaiki lahirnya amal, tetapi tidak memperlihatkan keikhlasan amal, sedang Alloh tidak menerima amal kecuali jika ikhlas dan benar menurut runtunan syari’at.
207. “ IBADAH MENJADI KEBUTUHAN HAMBA”
٭ قَيـَّدَ الطّاَعَاتِ بِاَعْياَنِ الاَوقاَتِ كـَىْ لاَ يَمْنَعكَ عَنْهاَوُجُوْدُ التَسْوِيْفِ ، ووَسَّعَ عَليْكَ الوَقْتَ كى تَبْقىٰ لك حِصَّة ُ الاِخْتِيارِ ٭
207. “ Alloh sengaja mengikat/ membatasi amal taat dengan waktu yang ditentukan, supaya engkau tidak teledor dan menunda-nunda amal, dan Alloh memperluas waktunya supaya kamu tetap ada kesempatan beramal dan bisa memilih waktu yang lebih tepat, dan lebih baik.”
Sudah menjadi kebiasaan manusia senang menunda-nunda pekerjaan dan amal ibadah, sehingga Alloh menetapkan waktu amal taat, seperti sholat lima waktu. Karena apabila waktunya tidak ditentukan pastilah manusia menunda-nunda yang akhirnya tidak sampai berbuat. Dan sebab belas kasih Alloh, manusia diberi keluasan waktu, sehingga banyak kesempatan untuk bisa berbuat taat.
٭ عَلِمَ قِلّـَة َ نُهُوضِ العِبَادِ الٰى مُعَاملَتِهِ فاَوجَبَ عليهم وُجُودَطاعتهِ فساقهُمْ اِليهابِسَلاسلِ الاِيجَابِ. عجِبَ رَبُّكَ من قومٍ يُساقوُنَ الٰى الجَنـَّةِ بالسَّلاسِلِ ٭
208. “ Alloh mengetahui kurang semangatnya hamba untuk mengerjakan taat, maka diwajibkan kepada mereka untuk melakukan taat, dan mereka itu ditarik dengan rantai kewajiban. Tuhanmu heran dengan kaum yang ditarik masuk surga dengan rantai.”
Sesungguhnya Alloh itu memerintahkan kepada hambanya untuk beribadah dan taat, dengan cara memaksa yakni dengan kewajiban. Dan Alloh menakut-nakuti hambanya dengan neraka apabila tidak melakukan taat.
٭ اَوجَبَ عليك وُجُودَ خِدْمَتهِ ومااَوْجَبَ عليكَ الاَّ دخولَ جَنـَّتِهِ ٭
209. “ Alloh mewajibkan kepadamu berhidmah(berbuat Taat) kepada Alloh, padahal yang sebenarnya hanya mewajibkan kamu masuk kedalam surgaNya.”
Pada kenyataan lahirnya hamba diwajibkan untuk taat beribadah kepada Alloh, padahal sebenarnya ibadah yang diwajibkan atas hamba itu sedikitpun tidak bermanfaat kepada Nya, sebagaimana maksiat yang sama sekali tidak berpengaruh/mudhorot kepada Alloh.
Adapun sesungguhnya taat ibadah yang diwajibkan atas hamba itu untuk kepentingan dan kebaikan hamba itu sendiri, yakni supaya hamba masuk surga. Sebagaimana diterangkan pada hikmah sebelumnya : Alloh sangat heran dengan kaum yang harus ditarik dengan rantai (kewajiban), supaya mereka mau masuk surga. (yang seharusnya orang itu berebut untuk masuk surga, karena surga itu perkara yang agung, sangat indah dan penuh dengan kenikmatan dan kesenangan, tapi anehnya mereka tidak mau masuk surga, bahkan harus ditarik dengan rantai).
Syeih Abul Hasan As-Syadzily ra berkata : Hendaknya engkau mempunyai satu wirid(amalan) yang tidak engkau lupakan selamanya, yaitu mengalahkan hawa nafsu dan cinta kepada Alloh swt.
210. JANGAN MERENDAHKAN KEKUASAN ALLOH
٭ مَنْ اِسْتَغرَبَ انْ يُنقِذَهُ اللهُ من شَهوَتهِ وان يُخْرِجَهُ من وجودِ غَفلتِهِ فقد اِسْتَعجَزَ القُدْرَةَ الاِلٰهِيَّة َوَكاَنَ اللهُ علٰى كُلِّ شىءٍ مُقـْتـَدِ رًا ٭
210. “ Barang siapa yang merasa jauh/tidak mungkin diselamatkan Alloh dari pengaruh hawa nafsu syahwatnya, atau dihindarkan dari kelalaiannya, maka berarti ia telah menganggap lemah kekuasaan Alloh. Firman Alloh : sesungguhnya Alloh itu berkuasa atas segala sesuatu.”
Kita harus yakin terhadap Qudrat (kekuasaan) Alloh secara mutlak tanpa kecuali, termasuk menyelamatkan hamba dari nafsu syahwat, dan menghindarkan dari kelalaian . dan qudrat Alloh itu bersamaan dengan Irodah-Nya, sehingga tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa Irodah dan QudratNya, apabila Alloh berkehendak, maka berjalanlah qudratnya dengan perintahNya: Sesungguhnya perintah Alloh jika menghendaki sesuatu, hanya berkata “Kun” maka terjadilah apa yang dikehendakiNya, pada saat yang ditentukanNya, dan menurut apa yang dikehendakiNya.
Maka dari itu jangan ada orang yang putus harapan dari rahmat Alloh, walau bagaimanapun keadaannya,. Tetapi juga jangan sampai mempermainkan dan meremehkan kekuasaan Alloh itu.
Alloh berfirman : katakanlah, Hai hambaku yang telah keterlaluan menjerumuskan diri (berbuat dosa), jangan kamu putus harapan dari rahmat Alloh, sesungguhnya Alloh sanggup mengampunkan semua dosa, sungguh Alloh maha pengampun lagi penyayang.
211-213. INGATLAH ANUGERAH NIKMAT ITU DARI ALLOH
٭رُبَّما وردتِ الظلَمُ عليك لِيُعْرِفَكَ قدرَمامنَّ بهِ عليكَ ٭
211. “Terkadang kegelapan (macam-macamnya syahwat, maksiyat dan dosa) itu terjadi padamu, untuk mengingatkan kamu atas kebesaran anugerah nikmat yang diberikan Alloh kepadamu.”
٭ منْ لم يَعْرِفْ قدْرَ النِّعمِ بِوِجْدانهاَ عَرَّفَهاَبِوُجُودِ فِقدانهاَ ٭
212. “Barang siapa yang tidak mengetahui besarnya harga nikmat ketika adanya nikmat itu, maka Alloh akan memberi tahukan pada dia dengan hilangnya nikmat itu pada dirinya.”
Kebanyakan manusia itu tidak tahu agung dan besarnya nikmat-nikmat yang dirasakan, kecuali ketika kehilangan nikmat tersebut. Sehingga banyak yang bilang: orang yang tahu besarnya harga air, yaitu hanya orang yang dicoba kehausan dihutan, Kalau dia berada di tepi sungai yang mengalir, dia tidak akan tahu besarnya harga air.
Begitu juga dengan nikmat Rahmat, Hidayah, diberi kekuatan bisa beribadah dan taat, yang itu sebagai nikmat yang sangat besar, yang terkadang kita lupa kalau semua itu pemberian dari Alloh yang sangat besar dan agung. Sehingga terkadang kita akui kalau itu semua milik kita, kemampuan kita, hasil usaha kita dan lain-lain. Sehingga terkadang alloh memberi cobaan kepada kita berbuat dosa/maksiat (kegelapan), supaya kita sadar dan ingat bahwa semua nikmat itu atas pemberian Alloh yang wajib kita syukuri.
Rosululloh saw. Bersabda : “ jika seseorang melihat orang yang lebih dari padanya kekayaan dan kesehatannya, maka hendaklah ia juga melihat kepada orang yang lebih menderita dari padanya.” Dalam riwayat lain Rosululloh bersabda : “Lihatlah orang-orang yang dibawahmu, dan jangan melihat orang yang di atasmu, karena yang demikian itu akan menyebabkan meremehkan nikmat yang diberikan Alloh kepadamu”.
Syeih Sariy as-Saqothi berkata : Siapa yang tidak menghargai nikmat, maka akan dicabut nikmat itu dalam keadaan ia tidak mengetahui.
Syeih Fudhoil bin Iyadh ra. Berkata : Tetaplah mensyukuri nikmat, sebab jarang sekali nikmat yang telah hilang akan datang kembali. Sesungguhnya orang yang sangat mengetahui nikmatnya air itu, hanya orang yang benar-benar haus.
Orang yang beruntung yaitu : orang yang pengertian dengan pengalaman (dengan kejadian) yang terjadi pada dirinya atau orang lain. Dan siapa yang tidak mensyukuri nikmat berarti membiarkannya hilang, dan siapa yang mensyukuri nikmat berarti telah mengikat nikmat itu dengan tali ikatannya.
٭ لاَتـُدْهِشْكَ وَارِداتُ النِّعَمِ عَنِالقِيَامِ بحُقوقِ شُكْرِكَ فاِنَّ ذٰ لكَ مِمّاَ يَحُطُّ من وجُودِ قدْرِكَ ٭
213. “ Datangnya nikmat yang bermacam-macam kepadamu itu jangan sampai membingungkan kamu untuk menunaikan hak/ kewajiban bersyukur kepada Alloh yang memberi nikmat, sebab perasaan yang demikian berarti merendahkan derajatmu dihadapan Alloh.”
Kita diperintah oleh Alloh untuk mensyukuri semua nikmat pemberianNya menurut kadar kemampuan yang diberikan Alloh kepada kita, bukan sebanyak nikmat Alloh yang diberikan. Sebabitu tidak mungkin kita laksanakan, karena Alloh memberi nikmat yang besar kepada kita sesuai dengan kebesaran Alloh, sedangkan kita harus mensyukuri nikmat menurut kadar kemampuan kita dari Alloh.
Nabi Dawud as. Berkata : Tuhanku, anak adam ini telah Engkau beri pada tiap helai rambut ada nikmat diatas dan dibawahnya, maka bagaimana akan dapat menunaikan syukur kepadaMu, Jawab Alloh : Hai Dawud, Aku memberi sebanyak-banyaknya, dan rela menerima yang sedikit, dan untuk mensyukuri nikmat itu bila engkau mengetahui bahwa nikmat yang ada padamu itu dari Aku(Alloh).
Umar bin Abdul Aziz ra berkata : tiadalah Alloh memberi nikmat kepada hamba, kemudian hamba mengucap “Alhamdulillah” , melainkan nilai pujian itu jauh lebih besar dari nikmat yang diberikan itu.
214-216. CARA MENGOBATI HAWA NAFSU
٭ تَمَكُّنُ حَلاوَتِ الهَوٰى منَ القلْبِ هُوَالـدَّاءُ العِضاَلُ ٭
214,“Rasa manis (enak)nya hawa nafsu yang telah menetap(memenuhi) dalam hati, adalah penyakit yang sulit untuk di obati.”
Hati itu tempatnya Iman, Yaqin dan makrifat, ketiganya itu sebagai obat penyakit hati yang timbul dari hawa nafsu, apabila penyakit itu sudah menetap dan menguasai/ memenuhi hati, maka tidak ada tempat untuk obat. Disitulah letak repot dan sulitnya mengobatinya, sehingga sulit disembuhkan.
واصل كل معصية وغفلة وشهوة وشرك هو الرضا عن النفس.
“ Asal usul/pokok dari pada kemaksiatan, ghoflah (lupa pada Alloh), syahwat (kesenangan), dan kemusyrikan itu sebab ridho dengan hawa nafsu.
٭ لاَيُخْرجُ الشَهْوَاة َمِنَ القَلْبِ الاَّ خَوْفٌ مُزْعِجٌ اَوشَوْقٌ مُغْلقٌ ٭
215. “ Tidak ada yang bisa menyembuhkan/mengeluarkan kesenangan nafsu (yang sudah menetap) dalam hati, kecuali rasa takut yang menggetarkan, atau rindu yang menggelisahkan.”
Keinginan hawa nafsu yang sudah memenuhi hati itu sangat luar biasa pengaruhnya, maka untuk mengobatinya sangatlah sulit, hanyalah dengan rasa takut yang besar (menggetarkan)yaitu dengan berfikir tentang ayat-ayat Alloh tentang balasan dan ancaman Alloh, siksa bagi orang yang maksiat, ingat akan datangnya mati, dimasukkan dalam kubur, ditanya oleh malaikat munkar nakir, datangnya hari kiamat dan neraka. dan rasa rindu yang sangat, yaitu dengan berfikir tentang ayat-ayat Alloh tentang kemulyaan dan kenikmatan yang diberikan kepada orang-orang yang ahli taat kepada Alloh, dan para kekasihNya, berupa surga dan kenikmatan yang lebih lagi di dalamnya.
٭كمَالايُحِبُّ العملَ المُشْتَرَكَ كذٰلكَ لايُحِبُّ القلبَ المُشْتَرَكَ، العملُ المُتَرَكُ لاَيَقبَلهُ والقلبُ المُشترَكُ لاَيُقْبِلُ عليهِ ٭ِ
216. “ Sebagimana Alloh tidak suka dengan amal yang dipersekutukan dengan lainNya, begitu pula Alloh tidak suka dengan hati yang diperskutukan dengan lainNya. Amal /ibadah yang dipersekutukan dengan sesuatu selain Alloh tidak akan diterima oleh Alloh, dan hati yang dipersekutukan maka Alloh tidak akan menghadapi/meridhoinya.”
Amal yang yang dipersekutukan yaitu : amal/ibadah yang kemasukan salah satu dari tiga hal :
1. Riya’ (amal yang karena makhluk),
2. Tashonnu’ (membaik-baikan amal di hadapan manusia) ,
3. ‘Ujub ( merasa besar dan baik amalnya sendiri).
Sedangkan hati yang bersekutu yaitu : hati yang masih cinta kepada selain Alloh,dan masih mengharap dan takut atau masih bersandar kepada selain Alloh. Dan Alloh hanya menerima amal yang ikhlas karena Alloh, dan Alloh hanya mau menghadapi orang yang dihatinya hanya ada Alloh.
217-218. ANWAR SUPAYA MASUK DALAM HATI
٭ اَنْوَارٌ اُذ ِنَ لهاَ فى الوُصُولِ وَاَنوارٌ اُذ ِنَ لهاَ فِى الد ُّخُولِ ٭
217. “ Anwar( beberapa nur Ilahi) itu ada dua macam : Nur yang di izikan Alloh hanya sampai pada hati (luar hati), dan Nur yang di izinkan Alloh bisa masuk kedalam Hati.”
Ada kalanya Nur itu hanya sampai dihati(luar hati), tidak masuk kedalam hati, mereka bisa melihat Alloh dan melihat dirinya, melihat dunia dan akhiratnya, masih cinta dunia dan cinta Akhiratnya, masih bersama dirinya dan bersama Alloh. Apabila Nur itu sudah masuk kedalam hatinya, dalam pandangannya hanya ada Alloh, sehingga tidak ada yang dicinta, diharap, dan disembah melainkan Alloh semata-mata.
٭ رُبَّمَا وَرَدَ تْ عليكَ الاَنْوَارُ فَوَجَدَ تِ القَلْبَ مَحْشـُوًّابِصُوَارِالاٰثاَرِ فَاَرْ تَحلَتْ من حَيثُ نزَلَتْ ٭
٭ فَرِّغْ قَلبَكَ منَ الاغْيَارِ يَملَءُوهُ بِالمَعَارِفِ وَالاَسرَارِ ٭
218. “ Terkadang Nur Ilahi itu datang kepadamu, tetapi ketika didapati dalam hatimu penuh dengan gambar makhluk, maka ia kembali lagi ketempat asalnya. kosongkanlah hatimu(dari makhluk), niscaya Alloh akan memenuhinya dengan makrifat dan asror(ilmu).”
Sebagaimana keterangan hikmah sebelumnya yaitu, nur yang diizinkan hanya sampai kehati, dan tidak bisa masuk kedalam hati, dilanjutkan dengan keterangan hikmah ini bahwa nur Ilahi (makrifat) itu datang kehati hamba, tapi berhubung dalam hati itu penuh dengan gambaran makhluk dan kotor sebab dosa dan maksiat, maka nur tersebut tidak bisa masuk kehati karena sudah tidak ada tempat lagi. Keterangan hikmah ini sudah diterangkan pada hikmah ke 13 terdahulu, yaitu : Bagaimana hati bisa terang, sedang gambar-gambar dunia/makhluk masih melekat dalam cermin hati.
Maka supaya Nur Ilahi bisa diizinkan masuk dan menetap kedalam hati dan ilmu makrifat dan asror bisa bercahaya dalam hati, haruslah mengkosongkan hati dari keduniaan dan segala sesuatu selain Alloh (makhluk).
~Bila cermin hati itu bersih dari kotoran dan gambar-gambar dunia, maka Nur/cahaya Ilahi itu bisa ditangkap oleh cermin itu.~
٭ لاَتَسْتَبْطِىءْ منهُ النَّوَّالَ ولٰكِنِ استَبْطىِءْ من نَفْسِكَ وُجُودَالاِقبالِ ٭
219. “ Jangan merasa/menganggap lambat datangnya karunia pemberian Alloh, tetapi hendaknya merasakan kelambatan dirimu(hatimu) dalam menghadap kepada Tuhanmu.”
Janganlah menganggap Alloh memperlambat pemberiannya kepadamu, tidak segera mengabulkan do’a dan hajat-hajatmu, tapi rasakan lambatnya dirimu dalam menghadap kepada Alloh.
Syeih Ma’ruf Al-Karkhi ra berkata : Mencari/berharap masuk surga tanpa amal(kebaikan), itu dosa dari beberapa dosa, mengharap syafa’at (pertolongan) tanpa melalui sebab, itu bagian dari ghurur (mengada-ada), dan mengharap rahmat tanpa ketaatan itu perbuatan bodoh dan sia-sia.
Sedang kan menghadap kepada tuhanmu itu berarti : menunaikan hak/kewajiban, hak-hak/kewajiban itu ada dua bagian, sebagaimana hikmah ini:
220-221. HATI-HATI DENGAN WAKTU/UMUR
٭ حُقُوقٌ فِى الاوقَاتِ يُمكِنُ قضَاءُوهاَ وحقوقُ الاَوْقاتِ لاَ يُمكِنُ قضاَءوهَا ٭
٭ اِذ ْماَ مِنْ وَقْتٍ يَرِدُ الاَّ وَللهِ عليكَ فِيهِ حقّ ٌجَدِيدٌ واَمْرٌ اكيدٌ فكيفَ تَقـْضِى فيهِ حَقّ َغَيْرِهِ وَانتَ لمْ تَقْضِ حقّ َاللهِ فيْهِ ٭
220. “ Hak/kewajiban-kewajiban didalam waktu itu mungkin dapat diqodho’inya, tetapi hak-haknya waktu itu tidak mungkin bisa di qodho’(diulangi)nya,. Sebab tiada suatu waktu melainkan ada hak dan kewajiban yang baru dan perkara penting yang harus kau penuhi, maka bagaimanakah engkau akan menyelesaikan hak lainnya, sedang engkau belum menyelesaikan/memenuhi hak/kewajibanmu kepada Alloh dalam waktu itu.”
Hak-hak (kewajiban yang ada dalam waktu yaitu: ibadah-ibadah seperti sholat puasa zakat danlainnya, bila tidak bisa dikerjakan pada waktunya, bisa di qodho’ pada waktu lainnya. Tetapi hak-hak waktu itu sendiri yakni apa yang disediakan diberikan Alloh untuk hamba waktu itu, jika tidak dilaksanakan hak-haknya tidaklah mungkin bisa di qodho’inya.
Syeih Abul Abbas Al-Mursy berkata : “waktu-waktu yang diberikan kepada hamba itu ada empat tidak lima :
1. Nikmat, 2. Bala’, 3. Taat, 4. Maksiat.
Dan Alloh mewajibkan kepadamu tiap-tiap waktu itu ada bagian ibadah yang harus kamu penuhi dengan hukum-hukumnya Tuhan. Barang siapa didalam waktu taat, maka hak/kewajiban yang harus dipenuhi yaitu memandang anugerah dari Alloh, apabila dalam waktu mendapat kenikmatan, maka dengan bersyukur yaitu: senangnya hati karena Alloh, apabila dalam waktu maksiat, maka yang harus dipenuhi yaitu Taubat dan minta ampun, apabila waktu mengalami bala’ ujian, maka harus bersabar dan ridho.”
Rosululloh saw. Bersabda : “ siapa yang diberi lalu bersyukur, dan di uji lalu bersabar, dan dianiaya lalu memaafkan dan berdosa lalu minta ampun. Rosululloh kemudian diam sejenak.
Sahabat bertanya : kemudian apakah ya Rosululloh untuknya ? Nabi menjawab : mereka orang yang pasti mendapat kesejahteraan (diakhirat), dan merekalah orang yang mendapat petunjuk/hidayah (didunia).”
٭ ماَفَاتَ مِنْ عُمرِكَ لاَ عوَضَ لَهُ وماَ حَصَلَ لكَ منهُ لاَ قِيْمَة َلَهُ ٭
221. “ Umur (usia) hidupmu yang telah hilang (lewat)itu tidak ada gantinya(tidak dapat kembali), sedang perkara yang berhasil (dalam hidupmu) itu tidak dapat dinilai harganya.”
Umur seorang mukmin itu sebagai pokok hartanya, dengan harta itu bisa beruntung bisa juga rugi, barang siapa bersungguh-sungguh maka dia akan beruntung, dan siapa yang menyia-nyiakan pasti akan merugi.apabila waktu umurnya terlewatkan selain untuk taat kepada Alloh, maka tidak ada gantinya, dan apabila telah pergi maka tidak akan kembali selamanya.
Rosululloh bersabda : “setiap waktu yang telah lewat dari( umur) hamba, yang tidak untuk berdzikir kepada Alloh pada waktu itu, besok dihari kiamat pasti menyesal dan merugi.”
Sayyidina Ali berkata kepada Sayyidatina Fatimah : ketika membuat makanan, buatlah yang halus dan lunak (tidak keras), karena makanan yang lunak dan yang keras itu lima puluh kali tasbih bandingannya.
Maka dari itu para Ulama’ Salafussholih, sangat memperhatikan dan menjaga nafasnya, dan cepat-cepat mencari keuntungan pada setiap masa dan waktu. Mereka tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun.
wassalam,semoga pembaca mendapatkan Rahmat dan Hidayah Nya ..amiin
//When users click on these buttons - click no page untuk melihat halaman selanjutnya..
//AL HIKAM 144 to 221 end
//