SELAMAT DATANG Para Pencari Cinta Sejati,Tanpa Membenci,Tanpa Menyalahkan,Tanpa Kesombongan,Tanpa Membedakan,Semoga Engkau Mendapat Rahmat Alloh~Raden Bagus Langlang Jagat

road to sufi

road to sufi

Wednesday, April 18, 2018

Kisah Panglima Perang Kerajaan Rajekwesi Melawan VOC ~ Bojonegoro
"Senopati Ki Singo Yudo Dan Ki Singo Nayo"

 Pintu Gerbang Makam Senopati Ki Singo Yudo 
di desa Sumberarum Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro

Di desa Sumberarum terdapat beberapa sumber air seperti Sumber air Gua Sumur, Sumber air Kali Balan/Ubalan (Sendang) Sumber air Sumur Jeblong yang dijadikan sebagai salah satu sumber air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bojonegoro. desa ini sebelumnya bernama desa "Phirang" Karena banyaknya sumber air yang jernih dan tersohor tersebut menjadikan salah satu pemimpin daerah Kabupaten Bojonegoro yaitu "Adipati Rekso Kusumo" merubah nama desa ini menjadi Sumberarum. Selain sumber mata air, di sini juga banyak gua, terutama di sekitar hutan jati. yaitu Gua Sumur, Gua Lowo, Gua Cumpleng, Gua Munggah, Gua Payung, Gua Beler dll. Selain itu terdapat sungai yang jernih dan segar airnya yang mengalir mengelilingi sebagian wilayah desa, yang di manfaatkan masyarakat untuk mandi dan keperluan lainya. Hulu sungai yaitu sendang Kali Ubalan sangat nyaman untuk wisata air, untuk terapi kesehatan yang konon dapat membuat orang tampak awet muda bila sering mandi di sendang tersebut Topografi desa ini berbatu kapur dan banyak mengandung fosfat yang ditambang secara tradisional.
Desa Sumberarum juga memiliki beberapa peninggalan sejarah yang belum banyak diketahui masyarakat luas, misalnya ada daerah yang disebut "Markas" yang merupakan tempat bersejarah dimana sejak jaman perjuangan Pangeran Diponegoro daerah tersebut sudah dijadikan markas prajurit Pangeran Diponegoro yang dibuktikan dengan adanya makam (Suropati) dan beberapa prajurit Diponegoro yg gugur pada saat melawan pasukan Belanda di pemakaman umum "Nggayam". Di jaman Kemerdekaan "Markas" juga digunakan sebagai markas TNI dalam menyusun strategi perang melawan agresi belanda dan sampai saat ini menjadi Tanah milik TNI Angkatan Darat.




Kisah Sejarah versi Kesatu:

      Kerajaan Ngurawan Bedander serta Kerajaan Rajekwesi adalah Kerajaan dibawah pimpinan dari Prabu Joyonegoro dan Prabu Sura Dilogo (Sasradilaga). Sedangkan yang menjabat Patih di Rajekwesi adalah Ki Kebo Gadung, dan yang menjabat Patih merangkap Adipati di Ngurawan Bedander (Ngerawan Bedander) adalah Adipati Mataram. Ki Buyut Merto Yuda yang lahir di Mataram. Dia adalah putra dari Ki Singo Tunggul Yuda. Dia adalah seorang Senopati Mataram yang mempunyai istri bernama Dewi Condro Arum. Mereka berdua menikah dan dikarunia 3 orang putra yang semuanya adalah laki-laki yang bernama Ki Singo Yuda, Ki Singo Nayo, dan Ki Merto Yuda. Ki Singo Yuda menjadi Senopati di Kerajaan Ngurawan Bedander (Ngrawan Dander). Ki Singo Nayo menjadi Senopati di Kerajaan Rajekwesi. Dan Ki Buyut Merto Yuda menjadi sebagai Prajurit Mataram, dia terkenal sebagai Prajurit yang sakti mandraguna. Ki Buyut Merto Yuda terkenal gagah, paling anti kepada penjajah, dan paling berani untuk melawan para Prajurit Kompeni yang akan menjajah dan menghancurkan Kerajaan Mataram.

Ki Buyut Merto Yuda adalah seorang penganut agama Islam yang taat dalam mengerjakan salat 5 waktu, bahkan tiap malam dia sering semadi/ istikharah dan meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Negara/ Kerajaan Mataram aman, damai dan makmur. Ki Buyut Merto Yuda, diangkat menjadi Senopati Perang oleh Sultan Prabu Buwono ke-II / Sultan Sepuh atau Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo karena keberanian dan ketangkasannya, setiap ada musuh yang akan menjajah Kerajaan Mataram dapat dihancurkan dan dipaksa mundur. Pada tahun 1790 sampai dengan tahun 1819, terjadilah peperangan antara Madiun, Jepara, Malang, dan Gresik yang bergabung untuk bermaksud untuk menjajah Kerajaan Mataram. Para Prajurit Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Senopati Ki Buyut Merto Yuda yang terkenal dengan ketangguhan dan keberanian yang sangat tinggi, maka Ki Buyut Merto Yuda bersama para Prajuritnya berhasil menaklukan dan memporak-porandakan semua musuh, yang ada di Madiun, Jepara, Malang, dan Gresik.
Pada tahun 1825 sampai 1839 datanglah serangan dari Prajurit Kompeni Belanda untuk menghancurkan Kerajaan Mataram. Mengingat bahwa musuh yang ingin menjajah / menghancurkan Kerajaan Mataram lebih banyak dan lebih kuat, maka Prabu Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, mengadakan pertemuan dengan para Adipati dan para Senopati. Permasalahan dari pertemuan itu yaitu bagaimana cara mengalahkan / menghadapi musuh yaitu Kompeni Belanda, maka dari itu Senopati Ki Buyut Merto Yuda memberi jawaban yang tegas kepada Prabu Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, bahwa Ki Buyut Merto Yuda mengusulkan bahwa Kerajaan Mataram dapat menang dalam pertempuran / peperangan apabila, Kerajaan Mataram mendapat bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi pimpinan dari Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo. Dan secara kebetulan yang menjadi Senopati Kerajaan Rajekwesi adalah saudaranya sendiri yaitu Ki Buyut Merto Yuda, yaitu Senopati Singo Yuda dan Senopati Singo Nayo. dan sedangkan yang menjadi Patih di Kerajaan Rajekwesi adalah Ki Kebo Gadung yang masih pamannya sendiri.
    Pada akhirnya Kerajaan Mataram meminta bala bantuan tentara kepada Kerajaan Rajekwesi yang ternyata Senopati dan Patih dari Kerajaan Rajekwesi itu adalah keluarga dari Ki Buyut Merto Yuda, sehingga dalam meminta bantuan lebih cepat dan Kerajaan Mataram pun optimis menang dalam pertempuran melawan para penjajah yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram yaitu Kompeni Belanda. Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo pada akhirnya meyerahkan tanggung jawab, keamanan, dan ketentraman Kerajaan Mataram sepenuhnya kepada Ki Buyut Merto Yuda. Dia dipercaya oleh Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo untuk menjaga dan melindungi Kerajaan Mataram dari serangan penjajah yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram. Sebelum Ki Buyut Merto Yuda berangkat ke Kerajaan Rajekwesi, Prabu Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo melantiknya sebagai Adipati Mataram dan merangkap menjadi Senopati Perang dikarenakan jasa-jasanya yang cukup besar dalam membela Kerajaan Mataram. Yang perlu diingat bahwa Ki Buyut Merto Yuda memiliki : Iman yang kuat, ilmu agama yang mendalam, maka dia tidak pernah meninggalkan kewajiban Sholat 5 waktu. Sering Sholat Istikharoh / semadi tiap tengah malam. Sering berpuasa Senin dan Kamis. Dia setiap berangkat perang sering sendirian dengan naik kuda putih dan dipunggungnya terselip sebuah pusaka / keris yang namanya Keris Kyai Singo Barong.
Ki Buyut Merto Yuda terkenal dan sering disebut-sebut sebagai Senopati Harimau. Ki Buyut Merto Yuda setelah diangkat menjadi Adipati dan merangkap sebagai Senopati Perang, maka setelah mohon izin dan pamit kepada Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, Ki Buyut Merto Yuda bersama dengan para prajuritnya berangkat ke Kerajaan Rajekwesi untuk sowan (berkunjung) pada Prabu Joyonegoro, serta Prabu Suro Dilogo.
Kebetulan pada saat Ki Buyut Merto Yuda sowan pada Prabu Joyonegoro, serta Prabu Suro Dilogo disana tepat sedang diadakan pertemuan Agung yang dihadiri oleh para Adipati dan Senopati. Setelah Ki Buyut Merto Yuda sampai disana dia ditanya oleh Prabu Joyonegoro, apa maksud dan tujuan datang ke Kerajaan Rajekwesi, maka Ki Buyut Merto Yuda tidak bicara panjang lebar dan tak perlu berbasa-basi lagi tetapi dia menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke Kerajaan Rajekwesi langsung ke pokok permasalahannya. Dia meminta bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi untuk melawan Prajurit Kompeni Belanda yang akan menyerang dan ingin menghancurkan Kerajaan Mataram.
Setelah Prabu Joyonegoro dan Prabu Surodilogo menerima laporan dari Ki Buyut Merto Yuda, maka permintaan bala bantuan tentara dari Rajekwesi ini dikabulkan oleh Prabu Joyonegoro dan Prabu Surodilogo apalagi Patih Kebo Gadung dan Senopati Kerajaan Rajekwesi Ki Singo Yudo dan Ki Singo Nayo termasuk saudara dari Ki Buyut Merto Yuda. Maka Patih Kebo Gadung dan serta para Senopati diperintahkan untuk membantu sepenuhnya agar Prajurit Kompeni Belanda dapat dikalahkan / ditumpas dan dapat dipaksa mundur. Kerajaan Mataram mengerahkan seluruh pasukannya dengan dibantu oleh Prajurit dari Kerajaan Rajekwesi untuk mempertahankan Kerajaan Mataram. Selanjutnya mereka para Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi berangkat ke medan perang untuk melawan Prajurit Kompeni Belanda. Dengan optimis para Prajurit Mataram akan dapat mengalahkan semua musuhnya yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram dengan mudah karena mendapat bala bantuan tentara dari para Prajurit Rajekwesi.
Ternyata Prajurit Kompeni Belanda telah mengetahui tentang barisan Prajurit Mataram yang mendapatkan bala bantuan Prajurit Rajekwesi yang jumlahnya lebih banyak dari Prajurit Kompeni Belanda, maka prajurit Kompeni Belanda merasa takut akan hal itu (bahasa daerahnya wedi yang sekarang menjadi Desa Wedi Kecamatan Kapas). Prajurit Kompeni Belanda akan mengatur para Prajuritnya untuk mundur mencari jalan sangat sulit (yang dalam bahasa daerahnya bangil kangelan). Kata bangil kangelan yang sekarang menjadi Desa Bangilan Kecamatan Kapas.
Para Prajurit Kompeni Belanda sangat kesulitan (kangelan) untuk mundur dikarenakan kekeuatan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi yang sangat kuat dan juga mendapatkan bala bantuan prajurit dari Adipati Ngurawan Bedander (yang sekarang menjadi Desa Ngrawan / Ngraseh dan nama Bedander menjadi Desa Dander). Dua Desa ini sekarang berada di Kecamatan Dander.
desain rehab makam Senopati Singo Yudo

    Adipati Metaun yang berkuasa di Ngurawan Bedander, memerintahkan para Prajuritnya untuk menyambung / membantu Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Setelah Prajurit Nrawan Bedander menyambung Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi, maka wajar apabila Prajurit Kompeni Belanda kesulitan / kangelan untuk mencari siasat mundur dalam, peperangan. Adapun kata menyambung sekarang menjadi Desa Sembung Kecamatan Kapas. Yang akhirnya itu menjadi satu-satunya jalan Prajurit Kompeni untuk lari dan ditarik mundur ke selatan untuk mencari tempat yang kosong dan luas atau di oro-oro, untuk digunakan perang tanding di oro-oro tempat yang dipilih Prajurit Kompeni untuk melawan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Pada perang tanding, di tempat Prajurit Kompeni dapat dihancurkan dan lari tunggang langgang. Prajurit Kompeni, mundur dan lari ke barat untuk istirahat. Oro-oro (adalah lapangan luas) yang biasanya digunakan untuk perang tanding yang sekarang disebut dengan Desa Ding Ngoro atau Desa Tanjung Harjo Kecamatan Kapas.
Setelah Prajurit Kompeni melepaskan lelah, maka pagi harinya tapel perang lagi untuk melawan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Tetapi perlawanan dari Prajurit Kompeni hanya sia-sia belaka karena Prajurit Kompeni telah banyak yang gugur dalam medan perang, akhirnya Prajurit Kompeni banyak yang menyerah kepada Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi, sedangkan Prajurit Kompeni dapat diporak-porandakan dan dapat terpukul mundur atau dapat dikalahkan.
Tempat untuk tapel perang ini sekarang menjadi Desa Tapelan Kecamatan Kapas. Setelah Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi dan juga Prajurit Ngurawan Bedander berhasil memporak-porandakan dan memukul mundur bahkan dapat dikalahkan, maka Ki Patih Kebo Gadung, Adipati Metaun dan 3 Senopati yakni Ki Buyut Merto Yuda, serta para Prajurit diajak istirahat untuk menjalankan Salat / ibadah, setelah ibadah maka Eyang Buyut Merto Yuda memberi pesan kepada para Prajuritnya agar semua Prajurit mempunyai keimanan dan pedoman. Dan ada 4 pesan yang jangan sampai lepas (dalam bahasa jawa ucul), yaitu :
  1. Semua Prajurit harus taat dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa .
  2. Semua Prajurit harus taat kepada Rasul-Nya.
  3. Semua Prajurit harus taat kepada Kerajaan / Negara.
  4. Semua Prajurit harus taat sumpah Prajurit
Selanjutnya Patih Kebo Gadung mengajak para Senopati dan semua Prajurit untuk kembali untuk menghadap / melaporkan kejadian kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo. Namun sebelum meninggalkan tempat yang digunakan istirahat untuk menjalankan ibadah / salat, maka Patih Kebo Gadung mempertegas pesan dari para Senopati, yang mana setiap Prajurit memiliki 4 pedoman yang jangan lepas atau ucul. Kata-kata empat dan kata-kata ucul yang sekarng menjadi nama Desa Pacul Kecamatan Bojonegoro. 
Sedangkan Ki Buyut Singoyudo serta Adipati Metaun kembali ke Kerajaan Ngurawan Bedander, berubah menjadi Kabupaten Ngrawan Mojoranu, Kabupaten Dander.
Setelah usia lanjut, karena telah meninggal dunia maka Bupati Metaun dimakamkan di Desa Ngeraseh / Ngrowan Kecamatan Dander. 
Sedangkan Senopati Singoyudo setelah usia lanjut dan meninggal dunia, dia dimakamkan di Desa Sumberarum. 
Sesampainya di Kerajaan Rajekwesi, maka Ki Kebo Gadung dan Ki Singonoyo, serta Ki Merto Yuda, melaporkan kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo, bahwa dalam peperangan Prajurit Mataram yang memperoleh sumbangan dari Prajurit Rajekwesi dan Prajurit Ngurawan, maka dalam peperangan melawan Pajurit Kompeni yang akhirnya menang.
   Karena Ki Buyut Merto Yuda merasa bersyukur atas kemenangan yang telah diperoleh dalam perang kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mengucapkan terima kasih kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo dan semua Prajurit, maka Ki Buyut Merto Yuda mengadakan pesta / syukuran dengan mendatangkan hiburan wayang kulit dan memotong kerbau muda godel sebagai lambang bahwa Prajurit Mataram, Prajurit Rajekwesi pada saat menghadapi musuh seperti Banteng Ketatun.
Setelah selesai pesta, Prabu Joyonegoro berpesan kepada rakyat / prajurit Rajekwesi, apabila besok ada perubahan zaman nama Rajekwesi agar diganti dengan nama Bojonegoro. Kata-kata ini diambil dari nama Bo yang dimaksud adlah Kebo Gadung, sedangkan Jonegoro yang dimaksud mengambil nama dari Prabu Joyonegoro, jadi nama Bojonegoro adalah berasal dari perpaduan antara nama Kebo Gadung dan Prabu Joyonegoro. 
Setelah Ki Buyut Kebo Gadung meninggal yang dikarenakan usia lanjut, maka Ki Buyut Kebo Gadung dimakamkan di Desa Kauman (dekat alun-alun) Kecamatan Bojonegoro, yang tepatnya sebelah selatan Masjid Agung Bojonegoro. 
   Sedangkan Prabu Joyonegoro setelah meninggal yang dikarenakan usia lanjut dia dimakamkan di tengah-tengah sawah di Desa Mojoranu Kecamatan Dander. 
Untuk Ki Buyut Singonoyo setelah meninggal yang dikarenakan usia lanjut dia dimakamkan di makam keramat Kembang Desa Sukorejo Kecamatan Bojonegoro.
Pada hari Rebo Kliwon bulan Juli tahun 1839 Ki Buyut Merto Yuda memberi tahu kepada para Prajurit dan rakyat Rajekwesi / Bojonegoro, bahwa dalam peperangan kita dapat menang dikarenakan berkat sumbangan bala bantuan tentara dari " Kerajaan Rajekwesi dan dari Prajurit Ngurawan Bedander", maka dari itu setelah mengadakan pesta untuk merayakan kemenangan tersebut maka tempat pesta / syukuran ini di beri nama oleh Ki Buyut Merto Yuda dengan nama Sumbang. Dengan nama inilah kita anak putu dapat mengikuti / nipak tilas untuk memperingati cikal bakal nama Sumbang dengan mendatangkan hiburan wayang kulit dan memotong Kerbau muda / godel pada hari Rabu Kliwon, setiap tahun sekali.


Ijazah Dzikir Senopati Singo Yudo
Laa illaha ilallah 213 x
Allohummaa shollii alaa sayyidina Muhammad 101 x
  
Kisah Sejarah Versi Kedua: 
 
Sejarah berdirinya Bojonegoro

. Baru sekitar  ± tahun 1000-an,di hutan ini mulai di diami oleh orang-orang dari Kerajaan Medang  Kamulan,setelah di diami beberapa orang imigran dari  jawa tengah,  maka  timbullah perkampungan-perkampungan misalnya:  perkampungan  Gedung,Rahu [ yang sekarang Ngraho ],Esdander /Bedander [ sekarang Dander ],Toja,Adiluwih dll.

       Para imigran yang mendirikan perkampungan-perkampungan itu terikat dalam persukuan-persukuan  yang  atas dasar  keluarga masing-masing. Dan  setiap persukuan mempunyai  kepala suku, kepala Suku yang paling kuat saat itu bernama Ki Ruhadi ,ia  mengepalai



BOJONEGORO  antara  tahun: 298-1827



       Pada  Tahun [ 898-91O ] yang berkuasa atas wilayah Jawa Tengah dan jawa Timur adalah masa Pemerintahan Maha Raja Balitung, kala itu Bojonegoro belum ada dan hanyalah sebuah hutan rimba yang diberi nama Alas Tua , diapit-apit oleh pegunungan kapur sebelah utara dan pegunungan kapur sebelah selatan,serta dialiri oleh sungai Solo dan  Kali Brantas

 Dukuh Randu Gempol, karena  ia di anggap mempunyai  kekuatan gaib [ charisma ] yang besar dan lantaran keberaniannya, maka ia di segani oleh para penduduk dan kepala-kepala suku yang lain.

       Lama kelamaan karena  pengaruh  kultur  Hinduisme  yang makin meresap , maka Ki Ruhadi akhirnya menghindukan daerahnya. Dengan system pemerintahan yang Hinduisme nama Ki Ruhadi di ubah menjadi Rakai Purnawikan dan di angkat menjadi raja yang beraliran syiwa.  Sedangkan Dukuh Randu Gempol di ubah menjadi Kerajaan Hurandu Purwa [ yang letaknya di Ds.Plesungan kapas sekarang ]. Kemudian iapun menaklukan datuk-datuk sekitarnya. Kerajaannyapun di perluas dari gunung pegat di hutan Babatan [ sekarang babat ] hingga ke Purwosari,cepu,Jatirogo [ tuban ] dan hutan wangi [ sekarang ngawi ].

        Pegunungan kapur  utara dan pegunungan kapur selatan  di pakainya sebagai benteng pertahanan.Sungai Solo  di pakai sebagai lalu lintas  perdagangan,[jl.gajah mada,kartini dan darma bakti hingga jl.jaksa agung suprapto pada waktu masih merupakan sungai solo yang ramai akan lalu lintas ],sedangkan ibu kota kerajaan di pusatkan di Kedaton [ sekarang Ds.kedaton kapas ] yang ± tahun 1.115 menjadi pusat keramain  kerajaan Hurandu Purwa.

         Setelah lenyapnya raja dan kerajaan Hurandu Purwa,pada abad X yakni; tatkala Maharaja Airlangga bertahta di kahuripan [ 1006-1042 ],maka kembali nama kerajaan Hurandu Purwa di liputi misteri. Waktu itu ada seorang raja putri Mahasia dari Wengker memperluas wilayah kekuasaannya ke utara. Kerajaan-kerajaan kecil yang ikut di caploknya adalah;Djulungpudjut,Ketanggapura,Argasoka. Adapun Ketanggapura terletak di Ds.Sumberrejo sekarang.Sedangkan Argasoka terletak di Ds. Prambon kec.Soko sekarang. Dan ini menandakan bahwa pada abad XI itu tidak ada sebuah kerajaan luas yang bersatu,melainkan kerajaan-kerajaan kecil yang bertebaran di berbagai tempat.

         Sedangkan kekuasaan Raja Putri Mahasia di kota Gedah [ yang terletak diperbatasan  Nganjuk-Kertosona sekarang ]. Dan ketika Raja Airlangga dengan bantuan Mpu Baradah dapat menaklukan Kerajaan Wengker { Raja Putri Mahasia }, Dengan demikian seluruh wilayah jawa timur menjadi kekuasaan Prabu Airlangga. Dan untuk menyenangakn hati,Prabu Airlangga membuat padang perburuan di Karang Kahuripan,Krapyak dan Bedander ( sekarang Dander ).Dengan demikian hanya ada satu Kabupaten yang diperbolehkan berdiri disini yaitu;Kabupaten Rajekwesi yang terletak di ( desa Senori sekarang ),sebagai Bupatinya Airlangga menunjuk kemenakannya sendiri yaitu Pandaprana.  Sedangkan putrinda Airlangga yang bernama Dyah Sangramawijaya Dharma tungga Dewi atau biksumi kilicuci lebih memilih sebagai pertapa dan tidak kawin serta tidak mau mewarisi tahta ayahanda. Ia kemudian mendirikan pertapaan-pertapaan di Mojosari,Glagahwangi dan Sendang Siwalan. Untuk menjalankan tapanya Dyah kilicucipun sering mengunjungi pertapaan-pertapaan dibekas kerajaan Hurandu Purwa ini.

         Kemudian dalam masa perkembangan kerajaan Singosari ( 1222-1292 ),Kabupaten Rajekwesi memperluas dirinya ke barat dan ke timur,Bupati-bupati keturunan Pandaprana menganggap dirinya berkuasa penuh sebagai raja. Akibat tindakan absolute bupat-bupati itu maka pecahlah kabupaten Rajekwesi ini,masing-masing menjadi Kabupaten Rajekwesi Wetan,Bahuwerno,Getasan, Kenur ( sekarang kanor ),Asem Kasapta ( sekarang ngasem ),dan Malino ( sekarang Klino ).

         Dan masing-masing kabupaten kecil-kecil menganggap punya hak otonomi daerah serta merdeka. Pada masa Pemerintahan Kerta Redjasa Djayawardhana ( Raden Wijaya )tahun( 1293-1309 ) Raja Majapahit yang pertama, kabupaten-kabupaten Rajekwesi wetan, Bahuwerno, Getasan,Kenur dan Asem Kasapta di lebur menjadi satu Kabupaten yaitu; Kabupaten Kahuripan dengan  Perwitasari menjadi Adipatinya.Dan Adipati ini masih keturunan Pandaprana. Pada masa pemerintahan adipati inilah kali solo di bendung di daerah Gumolong ( sekarang Trucuk ).Dan pada masa itu pelabuhan Tuban terkenal sebagai pelabuhan transito. Hasil-hasil kayu,kelapa,buah-buahan,sayur-mayur dari Kahuripan di ekspor keluar melalui Sungai solo.

        Dan candi-candipun di dirikan untuk memuliakan Hyang Wisnu,Brahma dan syiwa di antaranya di gunung pandan,Merak urak dan Plumpang, tapi sayang candi yang di dirikan oleh Prabu Airlangga dan di jaga dan di pelihara dengan baik di jaman Majapahit itu telah di hancurkan oleh tentara Islam dari Demak,ketika ia menyerang Kahuripan dari daerah Bonang Tuban. Sebuah candi yang masih berdiri megah terletak di Ds. Banjararum. Candi ini dirikan oleh adipati Perwitasari,conon candi tersebut tertimbun tanah yang terletak di Dusun Pagak ( sekarang). Sedangkan beberapa candi budha dengan pertapaan kecil-kecil tersebar di dusun Banjarsari dan Mentora di daerah soko. Kemudian pada jaman kerajaan islam di Demak ( 1521 ),boleh dikatakan nama Kahuripan ditelan jaman atau telah dilupakan oleh sejarah.Karena pada waktu perampok Loka Djaja menjarah beberapa buah desa di wilayah kahuripan,kabupaten dan isinya tak luput dari bahaya api.Hanya beberapa pedusunan kecil yang terletak di kalirejo dan leran saja yang masih berdiri.

        Kemudian sekitar tahun 1523 timbullah dua kabupaten islam dibekas kabupaten itu.Dua kabupaten itu adalah kabupaten Jipang Panolan dan Kabupaten Waru.Kemudian sultan Demak mengangkat seorang hamba sahayanya yaitu Raden Wirabaya sebagai Adipati Jipang dan bekas Senopati Anggakusuma sebagai Adipati Waru.Adapun di kabupaten tersebut,diserahkan oleh Sultan Demak kedalam kekuasaan Sunan Bonang. Kemudian sunan Bonang menyerahkan kedua kabupaten tersebut kepada Sunan Kalijaga muridnya. Ketika Adipati Wiroboyo mangkat,maka Sultan Demak mengangkat Pangeran Sekar sebagai Adipati Jipang.Tatkala beliau terbunuh oleh kemenakannya sendiri maka,Ario Penangsang ( Putra Pangeran Sekar ) diangkat menjadi Adipati Jipang Panolan.

        Sedangkan dalam tahun-tahun berikutnya Bupati-bupati Rajekwesi dan Boworeno di angkat langsung oleh Sunan Kalijaga dan mereka itu semua adalah putra keturunan Sunan Kalijaga. Dan ini penting untuk mengkokohkan pundamen kekuasaan.  Ketika Ario Penagsang memberontak pada Demak,maka kedua Kabupaten Rajekwesi dan Boworeno dibakarnya lantas dipersatukannya dengan Jipang Panolan. Waktu itu Demak tidak berbuat apa-apa sehingga Ario Penangsang praktis tidak berkuasa atas Tuban juga,karena masa itu Tuban termasuk wilayah Rajekwesi. Salah seorang kepercayaan Ario Penangsang Ki Ageng Wiropati di angkat menjadi Buyut ( setingkat Demang )di Banjarsari.

      Dan seorang lagi Ageng Ki Badjoel Seto diangkat menjadi Buyut di Krapyak ( kalirejo). Tatkala kerajaan Pajang berdiri (kesultanan) dengan Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir ) sebagai Sultannya ( 1563-1582 ), maka kekuasaan Ario Penangsang di pesisir utara hamper menandingi Pajang.Melihat hal yang demikian maka Sultan Pajang ingin mengenyahkan Ario penangsang. Setelah Ario Penangsang berhasil di enyahkan / dibunuhnya,hancurlah Jipang Panolan. Sultan Pajang akhirnya mempersatukan Jipang dengan Pajang. Sedangkan pada waktu Ario Pangiri di pindahkan sebagai Bupati Demak,maka putra mahkota Pangeran Pajang yaitu Pangeran Bawono diperbantukan sementara sebagai Bupati Jipang.Sedangkan wilayah Jipang sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Jipang dan Kabupaten Rajekwesi.

       Untuk Kabupaten Jipang tetap di perintahnya sendiri, sedang untuk kabupaten yang baru ( Rajekwesi ) di tunjuk Pangeran Timur ( putra pangeran Trenggono ) sebagai Bupatinya. Sedangkan sebagai hadiah kepada Danang Suta Adiwijaya (anak Ki Gede Pemanahan) yang sudah berhasil membunuh Ario Penangsang, Maka hutan Randu Blatung,Padangan  dan Pengawikan ( Ngawi sekarang )di tambah hutan Mentaok di serahkan kepada Danang Suta Adiwijaya. Dan selanjutnya Danang Suta Adiwijaya di jadikan putra Sultan.  Pada tahun 1570 Danang Suta Adiwijaya (Pangeran Hangebei Loring pasar) mengadakan kudeta atas kesultanan Pajang,dan sultan Hadiwijaya dibunuhnya.

       Setelah Danang Suta Adiwijaya berhasil menjadi Raja mataram beliau bergelar Panembahan Senopati ( 1586-1601 ),maka beliau kemudian memanggil Pangeran Bawono ke mataram. Panembahan Senopati membagi daerah menjadi dua bagian,ini dilakukan karena beliau masih menghargai hak-hak pewaris putra mahkota Pajang. Untuk panembahan Senopati tetap memerintah bekas kesultanan Pajang yang lama dengan memindahkan kerajaan Gedi ( Kota Gede ). Sedangkan daerah Jipang Panolan,Randu blatung,Padangan dan Pengawikan di serahkan kepada Pangeran Bawono,sedangkan untuk Pangeran Timur masih tetap memerintah Rajekwesi dan tetap berstatus Bupati .Sedangkan untuk Pangeran Bawono di perbolehkan menjadi Sultan. Kemudian dalam tahun 1588 Pangeran Bawono mengangkat dirinya menjadi Sultan dengan gelar Sultan Prabu widjaya dan daerahnya di namakan Panjang Sewu. Tak lama kemudian daerah PanjangSewu semakin luas serta seluruh pesisir utarapun menyatakan tunduk kepada Sultan PanjangSewu.

        Melihat akan hal ini Panembahan Senopati merasa khawatir kalau kekuasaannya terancam, maka iapun mengerahkan pasukannya untuk menggempur PanjangSewu dan menaklukannya. Dan pertempuranpun meletus,namun Prabu widjaya gigih dalam melawan pasukan panembahan senopati. Dalam pertempuran berkali-kali di sungai Solo,Kedung Srengenge,Palesungan,Dampit dan Tapelan pasukan Panembahan Senopati menderita kekalahan.Dengan banyaknya kerugian dan kekalahan akhirnya Panembahan Senopati meminta bantuan Sunan Mojoagung dan bala tentara portugis untuk menaklukan dan menghancurkan Sultan Prabu Widjaya ( PanjangSewu ). Karena pasukan PanjangSewu kalah persenjataan dengan tentara portugis lama kelamaan pasukan PanjangSewu semakin terdesak.Sungai Solo dan anak-anak  sungainya jatuh ketangan musuh. Perbentengan dibukit kapur utara dan selatanpun dapat digempur dan di rebut oleh mataram. PanjangSewupun akhirnya dapat di taklukan dan di hancurkan. Dan Sultan Prabuwidjaya dan keluarganya melarikan diri ke utara untuk menyelamatkan diri. Dalam pelariannya ke Banjarsari sultan dengan para pangerannya tertangkap oleh lawan dan di binasakan lalu mayatnya juga di kuburkan di daerah itu.

      Semenjak jatuhnya PanjangSewu nama Jipang dan Rajekwesi hilang dari penulis-penulis sejarah.Dalam pemerintahan raja-raja mataram,Kartasura, Surakarta,dan Yogjakarta (1645-1757 ), nama-nama daerah yang sering disebut sengketa antara Kasunan Surakarta dengan Kasultanan Yogjakarta itu adalah Jipang dan Kertosono. Dan satu kali Adipati Prawirodirdjo II dari Kertosono menyerang Jipang dan daerah itu direbutnya dari tangan sultan solo,lalu menyerahkannya kepada Sultan Hamengkubuwono II. Dimasa pemerintahan Hamengkubuwono II yang termasuk Jipang itu adalah daerah-daerah : Blora, Bonang,Pamotan,Padangan,Rajekwesi,dan Lasem. Jadi praktis Rajekwesi menjadi wilayah kesultanan Yogjakarta.

       Ketika Sultan Hamengkubuwono II memasukkan daerah-daerah itu ke wilayahnya,maka nama Jipang di hapus dan di ganti dengan nama Rajekwesi. Rajekwesi yang sebagai kabupaten untuk itu di taruhlah seorang putra dari selir bernama Kanjeng Raden Tumenggung Wiryohadinegoro. Dalam menjalankan tugas sehari-hari ia di bantu oleh seorang patih.Setelah sepeninggalannya lalu Sultan mengangkat putranya R.M Brotodiningrat sebagai Bupati Rajekwesi. Pada waktu meletus perang Diponegoro ( 1825-1830 ), Bupati Brotodiningrat di daulat oleh rakyatnya sendiri. Karena rakyat di hasut oleh seorang tokoh pemberontak dari Tuban yang bernama Sosrodilogo.Dengan kekuatan pasukan Diponegoro dari Rembang,Sosrodilogo berhasil merebut kekuasaannya atas tahta Rajekwesi itu. Keraton di bakar jadi abu,dan bekas pondasi perumahan kabupaten itulah yang akhirnya di namakan Ngumpakdalem dan  desa di sekitar itupun lantas bernama Ngumpakdalem.
        Ketika R.M Soedarsono ( putra Bupati Brotodiningrat ) mendapat mandat rakyat untuk menjadi Bupati pengganti ayahnya.Tetapi beliau di tembak oleh kompeni Belanda,waktu pepergian ke Surabaya ( 11 April 1826 ). Adiknya yang bernama R.M Sasongko akhirnya mau berdamai dengan Belanda dan berhasil membunuh si pemberontak Sosrodilogo,kemudian Belanda mengangkat R.M Sasongko sebagai Bupati Rajekwesi dengan gelar R.M Srio Adipati Mulyodiningrat. Pada tanggal 14 Nopember 1827 Bupati pindah ke Ibu kota agak ke utara bekas hutan Kebogadung.