SELAMAT DATANG Para Pencari Cinta Sejati,Tanpa Membenci,Tanpa Menyalahkan,Tanpa Kesombongan,Tanpa Membedakan,Semoga Engkau Mendapat Rahmat Alloh~Raden Bagus Langlang Jagat

road to sufi

road to sufi

Saturday, November 12, 2016

Rahasia di Dalam Malam

Sumber Kekuatan di Ujung Malam

 

 
“Allah SWT turun ke langit dunia ketika sepertiga malam yang pertama telah berlalu. Dia berkata, ‘Akulah raja, Akulah raja, siapa yang berdoa kepada-Ku Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku Aku beri, siapa yang meminta ampun Aku ampuni.’ Dia terus berkata demikian sampai sinar fajar merekah.” (HR. Muslim)

Rahasia malam bagi orang-orang beriman tak sekedar terletak pada sumber energi kehidupan lahiriyahnya. Dengan tidur nyenyak atau istirahat panjangnya. Rahasia malam adalah rahasia tentang bagaimana sebuah kehidupan mengambil sumber kekuatannya yang maha dahsyat.

Sebab, pada setiap sepertiga malam terakhir, Allah SWT turun ke langit bumi lalu memberi kesempatan kepada hamba-hamba-Nya, untuk memohon dan mengadu dalam kesendirian yang murni, berdua dengan-Nya.

Rasulullah saw bersabda, “Allah tabaaraka wata’aala turun setiap malam ke langit bumi, ketika malam tersisa sepertiga terakhir. Ia berkata, ‘Adakah yang memohon kepada-Ku agar Aku kabulkan, adakah yang meminta kepada-Ku agar Aku berikan, adakah yang memohon ampun agar Aku ampuni.’” (HR. Bukhari-Muslim)

Anjuran Allah dan Rasul-Nya

Di banyak ayat dalam Al Qur’an, Allah SWT sering menganjurkan kaum Muslimin untuk ber-Qiyamul Lail. Allah Ta’ala berfirman, 
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di taman-taman (surga) dan di mata air-mata air. Sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka, sesungguhnya mereka sebelumnya di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam." (QS. Adz-Dzariyaat:15-17)

Pada awal kemunculan dakwah, Allah SWT menyuruh Rasulullah saw dan para sahabat agar mendirikan Qiyamul Lail, sebagaimana firman-Nya, 
“Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (Yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu dan bacalah Al Qur’an dengan tartil (perlahan-lahan).” (Al Muzzammil:1-4)

Karena ayat di atas, periode ‘tidur nyenyak’ tidak berlaku lagi dan berganti periode jiddiyah (bersungguh-sungguh), mengadakan taghyir (perubahan), dan jihad.

Terkait dengan keutamaan Qiyamul Lail, Rasulullah saw bersabda,Hendaklah kalian mengerjakan qiyamul lail, karena qiyamul lail itu kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, sebab qiyamul lail mendekatkan diri kepada Allah, mencegah dari dosa, menghapus kesalahan-kesalahan, dan mengusir penyakit dari tubuh.” (HR. At Tirmidzi dan Al Hakim)

Bahkan ketika ditanya, amalan apa yang paling utama, Rasulullah saw bersabda, “Shalat paling utama setelah shalat wajib ialah qiyamul lail.” (HR. Muslim)

Setan Penghalang Qiyamul Lail

Jika kita senantiasa merasa sulit dalam mendirikan qiyamul lail, waspadalah! Sebab tidak lain dan tidak bukan, setan’lah yang berperan menjadikan kita sulit untuk terjaga di sepertiga malam terakhir untuk mendirikan shalat, berzikir dan bermunajat

Ketika manusia tidur, setan berkeinginan kuat agar mereka tidak bisa terjaga untuk bermunajat kepada Allah Ta’ala. Sebab setan tahu, qiyamul lail adalah saatnya manusia berlaku ikhlas dan doa dikabulkan. Itulah yang menggelisahkan dan merisaukan setan. Karena itu, ia berjuang mati-matian agar manusia tidak terjaga di malam hari untuk qiyamul lail.

Rasulullah saw bersabda,“Setan mengikat tengkuk leher setiap orang dari kalian jika ia tidur dengan tiga ikatan. Setan menepuk setiap ikatan dengan berkata, ‘Engkau masih punya malam panjang, karena itu, tidurlah.’” (HR. Bukhari, Muslim, An Nasai, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad)

Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa seseorang dilaporkan kepada Rasulullah saw sebab tidur sampai pagi hari, hingga tidak shalat, lalu Rasulullah bersabda “Setan kencing di telinga orang tersebut.” (HR. Bukhari, Muslim, dan An Nasai)

Hal ini menunjukkan dengan jelas kepedulian para sahabat terhadap qiyamul lail dan dalam anggapan mereka jika tidak qiyamul lail adalah sesuatu yang makruh dan aneh. Karena itu, mereka melaporkan sahabat mereka tersebut kepada Rasulullah saw agar beliau mengingatkan dan menganjurkannya untuk qiyamul lail.

Agar Mata Terjaga Pada Waktu Istimewa

Kemudahan untuk bangun malam dan melakukan ibadah di sepertiga malam terakhir tentu tidak datang dengan sendirinya. Ada aspek-aspek yang menjadi prasyarat agar kita dapat mudah melakukan qiyamul lail, diantaranya:



1. Membaca ayat dan hadits tentang qiyamul lail dan mengetahui pahala di sisi Allah SWT bagi orang yang qiyamul lail.


2. Berzikir dan berzikir

3. Memikirkan akhirat, kedahsyatannya, neraka jahannam dan tingkatan-tingkatannya. 

4. Barang siapa yang mencintai Allah ta’ala pasti senang bermunajat pada Tuhannya. Karena itu ia senang bangun di tengah malam untuk berduaan dengan Tuhannya dalam munajat-munajat panjangnya.

5. Menjauhi dosa-dosa di siang hari, sebab kebaikan membawa kepada kebaikan dan keburukan mengajak kepada keburukan. Ats Tsauri berkata, “Aku pernah tidak bisa qiyamul lail selama lima bulan, gara-gara satu dosa yang telah aku kerjakan." Seseorang berkata kepada Al Hasan, “Hai Abu Sa’id, aku berada di malam hari dalam keadaan segar bugar, ingin qiyamul lail, dan sudah menyiapkan air wudhu, tetapi aku tetap tidak bisa qiyamul lail.” Al Hasan berkata, “Engkau terbelenggu oleh dosa-dosamu.”

6.Tidak banyak makan dan minum yang menyebabkan kantuk hingga gagal qiyamul lail. Seorang syaikh berkata, “Wahai murid-muridku, kalian jangan banyak makan, nanti kalian akan banyak minum, lalu akan banyak tidur dan amat menyesal saat meninggal dunia.”

7.Tidak melekatkan hati dengan urusan dunia dan perhiasannya. Sebab, orang yang hatinya ‘sibuk’, kendati ia melakukan qiyamul lail, maka ia tidak memikirkan shalat dan bacaannya. Ia lebih memikirkan apa yang menjadi perhatian hatinya.

Ambil Sumber Kekuatan Kita Disini

Siang hari memang memberi kita begitu banyak penghidupan. 

Namun sebenarnya, malam lah yang memberi kita kehidupan. 
Dalam damainya yang dalam. Atau sunyinya yang tulus. 
Saat tak ada desah angin dan lambaian dedaunan. 
Di sinilah rahasia itu. 
Pada sepertiga terakhir dari sepotong malam. 
Itulah kehidupan. 
Adakah kehidupan yang lebih utama dari memohon kepada Allah lalu diberi, meminta lalu dikabulkan-Nya, serta mengharap ampun lalu diampuni-Nya?

Pada penghujung malam itulah saat terbaik memburu sumber kehidupan. Dengan shalat, doa, munajat, dan juga istighfar. Pemaknaan malam dari sisi ini memberi kita ruang pengaduan yang sangat luas tanpa batas, tapi dengan kepastian yang sangat terjanjikan.

Luas, sebab Allah membuka pengabulan itu tanpa membatasi jenis permintaannya. Terjanjikan, sebab dengan turun ke langit bumi, Allah memberi keistimewaan lain. Bahwa itulah saat paling dekat bagi Allah dengan hamba-Nya.

Rasulullah saw bersabda,

“Saat yang paling dekat bagi Allah dengan hamba-Nya adalah pada penghujung akhir malam. Maka, jika engkau bisa menjadi orang yang berdzikir mengingat Allah pada saat itu, maka lakukanlah.”
(HR. Tirmidzi)

Sepertiga malam terakhir itu benar-benar potongan waktu yang sungguh-sungguh lain. Di sana sebuah seremoni teramat sakral mendapatkan waktunya. Tidak lama. Tetapi begitu kuat meninggalkan bekas. Di sana ada rahasia, ada kekuatan, dan sumber kehidupan. Tetapi hanya mereka yang merasakannya yang benar-benar mengerti.

Allah SWT berfirman,“Sesungguhnya, bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS. Al Muzzammil:6)

Rahasia ini tak akan bisa dirasakan kecuali dicoba dan dicoba. 

Mata air kehidupan di ujung malam adalah dunia nyata di tengah samudera mimpi orang-orang yang terlelap hingga pagi, 
atau bergelimang dosa hingga matahari jauh meninggi.
 
Maka, bila malam datang menjelang. 
Berdoalah, agar Allah memberi kekuatan pada kita, sehingga tidak tidur hingga sepertiga malam terakhir, 
saat Ia turun ke langit bumi. Untuk kita menjumpai-Nya, memohon dan mengadu kepada-Nya. 
Karena dengan itulah, kita akan mendapatkan suplai energi dan kekuatan dari Yang Maha Kuat untuk menjalani kehidupan.

Haifa Ramadhan

 http://www.suara-islam.com/read/index/6355/Sumber-Kekuatan-di-Ujung-Malam

MURSYID

GURU MURSYID MEMBIMBING MENCAPAI WUSHUL

 



Dalam setiap aktivitas rintangan itu akan selalu ada. Hal ini dikarenakan Tuhan menciptakan syetan tidak lain hanya untuk menggoda dan menghalangi setiap aktivitas manusia. Tidak hanya terhadap aktivitas yang mengarah kepada kebaikan, bahkan terhadap aktivitas yang sudah jelas mengarah menuju kejahatan pun, syetan masih juga ingin lebih menyesatkan.
Pada dasarnya kita diciptakan oleh Tuhan hanya untuk beribadah dan mencari ridla dari-Nya. Karena itu kita harus berusaha untuk berjalan sesuai dengan kehendak atau syari’at yang telah ditentukan. Hanya saja keberadaan syetan yang selalu memusuhi kita, membuat pengertian dan pelaksanaan kita terkadang tidak sesuai dengan kebenaran.
Dengan demikian, kebutuhan kita untuk mencari seorang pembimbing merupakan hal yang essensial. Karena dengan bimbingan orang tersebut, kita harapkan akan bisa menetralisir setiap perbuatan yang mengarah kepada kesesatan sehingga bisa mengantar kita pada tujuan.

Thariqah

Thariqah adalah jalan. Maksudnya, salah satu jalan menuju ridla Allah atau salah satu jalan menuju wushul (sampai pada Tuhan). Dalam istilah lain orang sering juga menyebutnya dengan ilmu haqiqat. Jadi, thariqah merupakan sebuah aliran ajaran dalam pendekatan terhadap Tuhan. Rutinitas yang ditekankan dalam ajaran ini adalah memperbanyak dzikir terhadap Allah.
Dalam thariqat, kebanyakan orang yang terjun ke sana adalah orang-orang yang bisa dibilang sudah mencapai usia tua. Itu dikarenakan tuntutan atau pelajaran yang disampaikan adalah pengetahuan pokok atau inti yang berkaitan langsung dengan Tuhan dan aktifitas hati yang tidak banyak membutuhkan pengembangan analisa. Hal ini sesuai dengan keadaan seorang yang sudah berusia tua yang biasanya kurang ada respon dalam pengembangan analisa. Meskipun demikian, tidak berarti thariqah hanya boleh dijalankan oleh orang-orang tua saja.
Lewat thariqah ini orang berharap bisa selalu mendapat ridla dari Allah, atau bahkan bisa sampai derajat wushul. Meskipun sebenarnya thariqah bukanlah jalan satu-satunya.

Wushul

Wushul adalah derajat tertinggi atau tujuan utama dalam ber-thariqah. Untuk mencapai derajat wushul (sampai pada Tuhan), orang bisa mencoba lewat bermacam-macam jalan. Jadi, orang bisa sampai ke derajat tersebut tidak hanya lewat satu jalan. Hanya saja kebanyakan orang menganggap thariqah adalah satu-satunya jalan atau bahkan jalan pintas menuju wushul.
Seperti halnya thariqah, ibadah lain juga bisa mengantar sampai ke derajat wushul. Ada dua ibadah yang syetan sangat sungguh-sungguh dalam usaha menggagalkan atau menggoda, yaitu shalat dan dzikir. Hal ini dikarenakan shalat dan dzikir merupkan dua ibadah yang besar kemungkinannya bisa diharapkan akan membawa keselamatan atau bahkan mencapai derajat wushul. Sehingga didalam shalat dan dzikir orang akan merasakan kesulitan untuk dapat selalu mengingat Tuhan.
Dalam sebuah cerita, Imam Hanafi didatangi seorang yang sedang kehilangan barang. Oleh Imam Hanafi orang tersebut disuruh shalat sepanjang malam sehingga akan menemukan barangnya. Namun ketika baru setengah malam menjalankan shalat, syetan mengingatkan/mengembalikan barangnya yang hilang sambil membisikkan agar tidak melanjutkan shalatnya. Namun oleh Imam Hanafi orang tersebut tetap disuruh untuk melanjutkan shalatnya.
Seperti halnya shalat, dzikir adalah salah satu ibadah yang untuk mencapai hasil maksimal harus melewati jalur yang penuh godaan syetan. Dzikir dalam ilmu haqiqat atau thariqat, adalah mengingat atau menghadirkan Tuhan dalam hati. Sementara Tuhan adalah dzat yang tidak bisa diindera dan juga tiak ada yang menyerupai. Sehingga tidak boleh bagi kita untuk membayangkan keberadaan Tuhan dengan disamakan sesuatu. Maka dalam hal ini besar kemungkinan kita terpengaruh dan tergoda oleh syetan, mengingat kita adalah orang yang awam dalam bidang ini (ilmu haqiqat) dan masih jauh dari standar.
Karena itu, untuk selalu bisa berjalan sesuai ajaran agama, menjaga kebenaran maupun terhindar dari kesalahan pengertian, kita harus mempunyai seorang guru. Karena tanpa seorang guru, syetanlah yang akan membimbing kita. Yang paling dikhawatirkan adalah kesalahan yang berdampak pada aqidah.

Mursyid

Mursyid adalah seorang guru pembimbing dalam ilmu haqiqat atau ilmu thariqat. Mengingat pembahasan dalam ilmu haqiqat atau ilmu thariqat adalah tentang Tuhan yang merupakan dzat yang tidak bisa diindera, dan rutinitas thariqah adalah dzikir yang sangat dibenci syetan. Maka untuk menjaga kebenaran, kita perlu bimbingan seorang mursyid untuk mengarahkannya. Sebab penerapan Asma’ Allah atau pelaksanaan dzikir yang tidak sesuai bisa membahayakan secara ruhani maupun mental, baik terhadap pribadi yang bersangkutan maupun terhadap masyarakat sekitar. Bahkan bisa dikhawatirkan salah dalam beraqidah.
Seorang mursyid inilah yang akan membimbing kita untuk mengarahkannya pada bentuk pelaksanaan yang benar. Hanya saja bentuk ajaran dari masing-masing mursyid yang disampaikan pada kita berbeda-beda, tergantung aliran thariqah-nya. Namun pada dasarnya pelajaran dan tujuan yang diajarkannya adalah sama, yaitu al-wushul ila-Allah.
Melihat begitu pentingnya peranan mursyid, maka tidak diragukan lagi tinggi derajat maupun kemampuan dan pengetahuan yang telah dicapai oleh mursyid tersebut. Karena ketika seorang mursyid memberi jalan keluar kepada muridnya dalam menghadapi kemungkinan godaan syetan, berarti beliau telah lolos dari perangkap syetan. Dan ketika beliau membina muridnya untuk mencapai derajat wushul, berarti beliau telah mencapai derajat tersebut. Paling tidak, seorang mursyid adalah orang yang tidak diragukan lagi kemampuan maupuan pengetahuannya.

Thursday, November 10, 2016

ROSULULLOH BERPULANG

Detik-Detik Wafatnya Rasulullah SAW



Dalam haji wada’nya (haji perpisahan), Rasulullah SAW berkhutbah di hadapan sekitar 120.000 orang, “Wahai manusia,dengar dan perhatikanlah,sesungguhnya aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian selepas tahun ini.”
Semuanya terdiam, sambil terus mendengarkan kata demi kata yang diucapkan Rasulullah SAW. Beliau menasehati dan berwasiat kapada mereka tentang keterikatan mereka dengan Tuhan dan agama mereka.Ketika itu Allah menurunkan ayat.”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian,Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian,dan Aku ridha Islam menjadi agama kalian.”
Allah menghidupkan makna kehidupan yang dahsyat di tengah-tengah mereka,dalam suasana perpisahan dengan Rasulullah SAW.Saat itu, perpisahan dengan beliau adalah sebuah sisi kehidupan bagi umatnya setelah itu.Kemudian Rasulullah SAW pun pulang ke kota Madinah.

Bulan Rabi’ul Awwal tiba.
Di awal bulan itu,tubuh Rasulullah SAW terasa lemah.Beliau terserang sakit demam.Tubuhnya pun disirami air sejuk.Beliau bersabda, “Siramilah aku denagn air supaya aku dapat keluar untuk mengucapkan salam perpisahan dengan para sahabatku.” Baginda pun disirami air itu, yang membuat tubuhnya terasa lebih segar. “Sahabat Teragung”
Kemudian beliau keluar rumah,melangkahkan kakinya dengan diiringi kedua sepupunya,Ali bin Abu Thalib dan Fadhl bin Abbas,radhiyallahu’anhuma.
Beliau menemui para sahabat.
Saat melihat hadirnya Rasulullah SAW di tengah-tengah mereka,tampak betapa kegembiraan menyemburat dari wajah para sahabat.Kemudian Rasulullah SAW duduk di atas mimbarnya.
Para sahabat terdiam,bersiap untuk mendengarkan segala apa yang akan diucapkan Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW pun berkhutbah,khutbah perpisahan.Beliau bersabda,”Seseorang telah diberi pilihan,antara kehidupan di dunia atau menjumpai Ar-Rafiqul A’la (“Sahabat Teragung”,Allah SWT).”
Rasulullah SAW pun kemudian mengulang-ulang kata itu, “Ar-Rafiqul A’la,Ar-Rafiqul A’la,Ar-Rafiqul A’la…” Wahai orang yang berakal,adakah kehidupan Allah akan berakhir? Adakah hubungan dengan Allah akan menemui titik penghabisan? Hubungan dengan Ar-Rafiqul A’la itu sesungguhnya merupakan kehidupan itu sendiri. Ucapan Rasulullah SAW itu menandakan bahwa ia memilih kehidupan yang sejati.
Hati sahabat Abubakar RA tersentuh.Ia pun berkata kepada Rasulullah SAW,”Ya Rasulullah,demi ayah dan ibuku,biarlah ruh-ruh kami, anak-anak kami,dan sanak keluarga kami,serta harta-harta kami,sebagai tebusan bagimu.” Melihat Abubakar RA mengatakan itu,sahabat Abu Sa’id Al-Khudri RA berkata, “Ada apa dengan orang tua ini? Apakah ia (Abubakar) sudah pikun?”
Rasulullah SAW telah menceritakan ihwal lelaki ini (Abubakar RA), yaitu seorang yang telah meyakini penuh bahwa diri beliau sebagai utusan Allah SWT (saat yang lain banyak yang mengingkarinya).Kelak Abu Sa’id mengatakan, “selepas wafatnya Rasulullah SAW, Aku baru tahu,perkataan Abubakar itu perkataan yang tepat.”
Rasulullah SAW memandang Abubakar RA. Pandangan yang penuh makna.Kemudian beliau berkata, “Biarkanlah sahabatku berkata kepadaku, Orang yang paling percaya kepadaku adalah Abubakar. Sekiranya aku memilih kawan dekat,niscaya aku akan memilih Abubakar. Tutuplah pintu rumah kalian yang menuju masjidku,kecuali pintu rumah Abubakar.”

Wasiat-wasiat Rasulullah SAW
“Ya Rasulullah, berwasiatlah kepada kami,”ujar para sahabat.
Kala itu, di antara yang diwasiatkan Rasulullah SAW, 
”Berwasiatlah kalian terhadap para wanita dengan kebaikan.’
Wasiat ini menyinpan makna yang luar biasa yang beliau katakan di saat beliau hendak mengucapkan salam perpisahan kepada sekalian umatnya. Maknanya agar kita mewujudkan hubungan yang baik sesama kita sepeninggal beliau, yang dengannya kehidupan akan berjalan harmonis. Beliau mewasiatkan ini agar kita dapat menggapai kehidupan yang sebenarnya, yaitu tatkala kita menjalani kehidupan ini penuh dengan kebaikan.
Beliau juga berwasiat, 
“ Dan berwasiatlah kalian dengan baik terhadap keluargaku.” 
Beliau ingin kita dapat terus hidup berkesinambungan dengan beliau. Kenapa beliau mengatakan “ keluarga” yang dinisbahkan sebagai keluaga beliau, “keluargaku”. Hal itu disebabkan beliau ingin mengajarkan kepada kita bahwasanya perpindahan beliau dari alam dunia tidak dimaksudkan sebagai terputusnya hubungan umat dengan beliau. Seakan beliau mengatakan,”Hubungan kalian denganku tak akan terputus sekali kalian berhubungan dengan keluargaku.” Wasiat beliau lainnya,
”Janganlah kalian menjadi kafir selepas kepergianku dan janganlah kalian berperang satu sama lain.” 
Beliaupun terus berwasiat kepada para sahabat dengan wasiat-wasiat lain yang beliau berikan kepada mereka. Sebagian diantara mereka mengatakan,” Ya Rasullullah,jika engkau wafat,siapakah yang akan memandikanmu?” Beliau menjawab, “Seseorang di antara ahlul baytku.”
Hati merka amat tersentuh dengan perpisahan yang akan mereka lalui,perpisahan antara mereka dengan Rasulullah SAW. Kemudian mereka berkata lagi, “Dengan apa engkau kami kafankan?”
Saat melihat rasa gundah melanda hati para sahabatnya,air mata Rasulullah SAW pun berlinang.Beliau menjawab,” (Bahan) dalam pakaianku ini,atau kain dari Yaman, atau jubah dari Syam,atau kapas dari Mesir.” 

Abubakar Mengimami Shalat
Mereka terus bertanya kepada Rasulullah SAW dengan pertanyaan lainnya.Setelah benyaknya pertanyaan sebagai persiapan bagi para sahabat bila sewaktu-waktu Rasulullah SAW wafat dan meninggalkan mereka,Rasulullah SAW pun menangis. Lalu beliau bersabda,”Berlaku lembutlah kepada nabi kalian.”Kemudian beliau berdiri, melangkah pulang, dan memasuki rumah beliau.Beliau pun merebahkan diri di pembaringan.
Di saat yang sama, rasa bimbang semakin menggelayuti hati para sahabat. Kemudian mereka meninggalkan pekerjaan dan urusan mereka dan berkeliling di sekitar rumah Rasulullah SAW dan masjid beliau. Mereka ingin mengetahui perkembangan berita tentang Rasulullah SAW. Sampai tiba pada waktu shalat,sedangkan imam mereka (Rasulullah SAW) tidak kunjung keluar untuk shalat bersama mereka. Para sahabatpun semakin bertambah bimbang.
Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Aisyah RA, “Perintahkan Abubakar untuk mengimami shalat.” Aisyah RA (putri Abubakar RA) berkata kepada beliau, “Ayahku seorang yang kurus dan aku khawatir ia akan menangis dan tak sanggup berdiri. Mintalah dari umar, ya Rasulullah.”
Rasulullah SAW menjawab, “Kalian seperti sahabat Nabi Yusuf AS. Perintahkanlah Abubakar untuk mengimami shalat.” Abubakar RA pun bangkit mengimami jama’ah shalat fardhu yang pertama dan shalat-shalat berjama’ah berikutnya.

Salam Perpisahan
Senin waktu shalat Subuh,12 Rabi’ul Awwal. Rasulullah SAW menyingkap tabir kain dari pintu rumah beliau. Pandangannya mengarah kepada para sahabat. Tampak mereka tengah shalat dengan khusyu’ dan tunduk di hadapan Allah SWT, di bawah pimpinan Abubakar RA. Segala puji bagi Allah, saat Rasulullah SAW memperhatikan para sahabatnya itu, masjid pun bercahaya dengan kemunculan beliau. Sampai sebagian sahabat mengatakan, “ Hampir saja kami terlalaikan dari shalat kami ketika Rasulullah muncul.” Abubakar RA hampir saja mundur dari pengimaman, sementara para sahabat yang lainnya hampir saja memalingkan pandangannya kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW menunjuk dengan tangan beliau,”Tetaplah di tempat kalian.” Kemudian beliau menutup kembali tirai di pintu masuk rumah beliau itu.
Para sahabat mengatakan, “Itulah saat terakhir Rasulullah SAW memandangi para sahabatnya.” Abdullah bin Mas’ud RA, pembantu Rasulullah SAW, mengatakan,ketika Rasulullah SAW melihat mereka, beliau mengatakan, “Allah memelihara kalian,Allah memberkati kalian,Allah menguatkan kalian,Allah menolong kalian,Allah membantu kalian.” Inilah salam perpisahan dari seorang yang merindukan para sahabatnya.Para sahabatpun memberi salam kepada Rasulullah SAW dan keluar dari masjid.
Dikatakan,para sahabat bergembira saat mendapati Rasulullah SAW memperhatikan mereka dari pintu rumah beliau. Mereka menyangka kondisi kesehatan Rasulullah SAW telah berangsur pulih.Karenanya, sebagian dari mereka kemudian beraktivitas lagi seperti sedia kala,dan mereka menyangka bahwa itu adalah rahmat Allah SWT terhadap mereka. Berita Kematian yang Menggembirakan
Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW meminta izin dari sekalian istri beliau untuk dirawat di rumahku,lalu mereka mengizinkan. Saat hari Senin itu,hari wafatnya Rasulullah SAW,tiba,ruh beliau diambil di rumahku sedangkan beliau ada dalam dekapanku.” Ia berkisah, “Ketika kami semua sedang duduk,datanglah Fathimah sambil menangis. Caara berjalannya mirip cara berjalan ayahandanya, Rasulullah SAW. Kemudian beliau mendekap dan mengacupnya. Lalu beliau SAW membisikkan sesuatu di telinganya. Sesaat kemudian Fathimah mengangkat kepalanya . Ia menangis
Kemudian Rasulullah SAW memberi isyarat kepadanya, beliau ingin membisikkan lagi sesuatu kepada Fathimah. Fathimah mendekati ayahnya dan kemudian Rasulullahberbisik kepadanya. Sesaat setelah itu Fathimah kembali mengangkat kepalanya dengan penuh rasa gembira yang merona di wajahnya. Aku tidak pernah melihat tangisan yang kemudian disusul dengan tertawa seperti itu.: Aisyah RA pun bertanya kepada Fathimah RA, “Apa yang dibisikkan ayahandamu kepadamu?” Fathimah RA menjawab, “Jangan engkau hiraukan hal itu,karena aku tak mau membuka rahasia ini selagi beliau masih hidup.”
Kelak setelah Rasulullah SAW wafat, Aisyah bertanya lagi tentang hal itu. Fathimah mengatakan, “Ya, ketika aku mendekati ayahku, beliau berbisik kepadaku, ‘Wahai Fathimah,sekali dalam setahun Jibril mendatangiku untuk membacakan Al-Qur’an kepadaku dan pada tahun ini ia telah mendatangiku dua kali. Dan Allah telah memberikan pilihan kepada ayahmu, antara dunia dan Ar-Rafiqul A’la.’Ayahku memilih Ar-Rafiqul A’la. Dan aku diberi tahu bahwa nyawanya akan dicabut pada hari itu. Lalu aku pun menangis. Kemudian beliau memanggilku lagi dan membisikan kepadaku, ‘Apakah engkau suka bahwa engkau menjadi penghulu wanita sekalian alam dan menjadi orang yang pertama kali akan menyusulku?’ Aku pun bergembira dengan berita dari ayahku itu.”
Kematian adalah sesuatu yang menyedihkan. Bagaimana dengan kabar kematianmu ini, wahai Zahra? Fathimah mengatakan, “Berita kematianku ini mempercepat pertemuanku dengan orang yang aku kasihi, dan inilah kehidupan yang sesungguhnya bagiku.”

Dialog dengan Malaikat Maut
Aisyah melanjutkan kisahnya, “Sebelum itu kami mendengar ada sesuatu yang bergerak di balik pintu. Dan itu adalah Jibril. Jibril meminta izin Rasulullah untuk masuk. Beliau mengizinkannya.
Kemudian aku mendengar Rasulullah berkata kepadanya, ‘Wahai Jibril, Ar-Rafiqul A’la…, Ar-Rafiqul A’la… Kami tahu bahwa sangkaan kami adalah tepat.’
Kemudian aku bertanya kepada Rasulullah SAW, Apa yang telah terjadi, wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘ Itulah Jibril yang datang dan berkata: Malaikat maut telah berada di depan pintu dan meminta izin. Dan tidaklah malaikat maut meminta izin kepada seorang pun baik sebelum dan sesudahmu.
Dan ia (jibril) mengatakan: Allah menyampaikan salam kepadamu dan Dia telah merindukanmu,” Maka, wahai orang-orang yang berakal,apakah perpindahan kepada Tuhan yang merindukannya merupakan suatu kematian? Bukan. Kehidupan yang sebenarnya adalah perpindahan kepada Allah, Yang Mahahidup.
Kemudian malaikat maut mengatakan kepada Rasulullah SAW, “Jikalau engkau berkenan, aku akan mencabut ruhmu untuk menemui Ar-Rafiqul A’la. Namun jika engkau tak berkenan, aku akan biarkan mengikuti berlalunya masa sampai tempo waktu yang engkau inginkan.”
Rasulullah memilih Allah Ta’ala. Ya, beliau memilih Sahabat Yang Teragung. Kemudian malaikat maut pun masuk dan mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW. Ia berkata lagi, “Wahai Rasulullah, apakah kau mengizinkanku?” Rasulullah SAW menjawab, “Terserah apa yang akan kau lakukan, Wahai malaikat maut. Dan berlaku lembutlah sewaktu mencabut ruhku.” “Hhhhhhhhhh……….” (Desis suara Rasulullah SAW menahan rasa sakit).
Rasulullah SAW kembali mengatakan kepada malaikat maut, “Berlaku lembutlah kepadaku, wahai malaikat maut.” Perhatikanlah (meski dicabut dengan selembut-lembutnya pencabutan ruh yang pernah dilakukan malaikat maut), Rasulullah SAW pun merasakan sakitnya sakaratul maut. Maka bagaimana (yang akan dirasakan) oleh orang yang lalai dengan kematian dalam kehidupan mereka? Mereka tidak merenungi saat-saat ketika nyawa dicabut pada saat sakaratul maut. “Beratkan bagiku,Ringankan bagi umatku”
Maka menanjak naiklah ruh mulia Baginda Rasulullah SAW, yang ditandai dengan sentakan kedua kaki beliau. Peluh pun bercucuran dari dahi Baginda.Peluh yang bagaikan butiran permata berbau kesturi. Rasulullah SAW menyapu peluhnya itu dengan tangannya dan kemudian meletakkan tangannya pada sebuah wadah di tepinya untuk menyejukan tubuhnya.
Kembali suara berdesis dari lisan suci beliau.”Hhhhhhhh……” Lantaran rasa sakit yang ia alami pada saat sakaratul maut. Beliau pun mengatakan, “Sesungguhnya maut itu amatlah berat, YA Allah,ringankan beratnya maut terhadapku” Maka para malaikat dari langit pun turun kepada beliau. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah menyampaikan salam atasmu dan Dia menyatakan bahwa sesungguhnya perihnya sakaratul maut 20 kali lipat (dalam riwayat lain 70 kali lipat) dari rasa sakit akibat pedang yang menusuk tubuh.”
Rasulullah SAW pun menangis dengan tangisan yang tiada tangisan lain yang lebih menyedihkan bagi kalian semua. Beliau berdoa, “Ya Allah, beratkanlah (sakaratul maut) ini atasku, tapi ringankanlah atas umatku.”
Wahai,bagaimana hati kita tidak tergetar dan semakin merasakan kerinduan kepada Rasulullah SAW? Bagaimana hati kita tidak terkesan dengan Rasulullah SAW? Bagaiman kita dapat melupakan perintah untuk mencintai beliau? Bagaimana hati kita tidak terikat untuk senantiasa merindukan beliau? Bagimana hati kita tidak tersentuh kala pribadi beliau diperdengarkan?
Pesan Terakhir
Aisyah RA berkata, “Saudaraku,Abdurrahman bin Abubakar, masuk dan ia sedang membawa sebatang kayu siwak yang ujungnya belum dilembutkan. Aku lihat Rasulullah memandang kearahnya dan adalah Rasulullah SAW menyukai siwak.”
Maka, apakah kalian menyukai apa yang beliau suka dari sunnah-sunnah beliau? Adalah Rasulullah SAW menyukai siwak. Aisyah menyatakan,”Aku bertanya kepada Rasulullah,’Ya Rasulullah, apakah engkau menginginkannya (siwak)?’ Rasulullah, di saat beliau sudah tak dapat lagi berkata-kata dan kami pun tak dapat mendengar sesuatu pun darinya, memberi isyarat dengan menganggukkan kepala beliau, pertanda beliau menginginkan untuk bersiwak. Dan perkara yang terakhir beliau katakana adalah, ‘Ash-shalah….ash-shalah….ash-shalah…’-‘Shalat…. Shalat…. Shalat…..’
Maka,apakah yang kalian lakukan terhadap wasiat Nabi kalian di saat-saat akhir dari kehidupannya di dunia ini? Shalat adalah hubungan kalian dengan Tuhan, agar terjalin hubungan yang hakiki dengan-Nya.
Wahai orang yang mendahulukan perkerjaan dunianya dan hawa nafsunya sebelum shalat,yang mendahulukan keterlenaannya disbanding shalatnya,ingatlah, wasiat yang terakhir dituturkan oleh kekasih kalian di akhir usianya adalah,’Ash-shalah…. Ash-shalah… ash-shalah….’, di samping ‘Berwasiatlah dengan kebaikan terhadap para wanita’, dan juga,’Aku berwasiat kepadamu dengan kebaikan terhadap keluargaku.’
Sesaat kemudian,lidah Rasulullah SAW tampak kaku. Tapi, ruh beliau belum tercabut. Beliau masih berkata-kata.” Dan majelis ini, kata Habib Ali, adalah salah satu kenyataan yang menggambarkan keadaan ruh Rasulullah SAW. Kalaulah tidak karena kehidupan Rasulullah SAW yang wujud dalam diri kita,niscaya kita tidak tersentak saat disebut perihal kisah wafatnya Rasulullah SAW. Bergetarnya hati kalian saat disebutkan perihal kejadian-kejadian pada saat wafatnya Rasulullah SAW adalah sebagiam dari petunjuk yang nyata bahwa kematian beliau adalah sebuah kehidupan.Adakah kematian yang dapat menggerakkan banyak hati?

Sejahteralah Jasad Beliau
Kemudian, Aisyah melanjutkan, “Rasulullah SAW memberikam isyarat lewat anggukan kepalanya, sebagai pertanda keinginannya. Maka aku berikan kepada beliau kayu siwak yang belum dilembutkan itu. Tapi kemudian aku mengambilnya dari tangan beliau ketika kulihat itu tak dapat beliau gunakan karena keras,belum dilembutkan. Lalu aku melembutkannya dengan mulutku. Aku bangga,karena,di kalangan para sahabat, benda terakhir yang masuk ke mulut beliau adalah air liurku. Lalu aku meletakkannya dalam mulut beliau. Beliau pun memegangnya dengan tangan beliau sendiri,”
Sakaratul maut yang dialami Rasulullah semakin mendalam. Cahaya memancar dari wajah beliau, dan cahaya itu meliputi keluarganya. Waktu terus berjalan.
Ruh mulia Rasulullah SAW telah sampai pada kerongkongannya. Beliau membuka kedua kelopak bola matanya. Kemudian beliau menunjukkan isyarat dengan jari telunjuknya sebagai kesaksian atas keesaan Sang Pencipta, yaitu isyarat ketauhidannya. Tak lama kemudian, beliau pun mengembuskan napas terakhir.
Sejahterakanlah jasad beliau yang agung setelah melalui hari-hari yang melelahkan, lantaran segala hal ia baktikan demi keselamtan kita.
Sejahterakanlah jasad beliau setelah perutnya kerap kali diikat dan diganjal batu karena kelaparan, demi pengorbanannya kepada kita.
Sejahterakanlah jasad beliau, yang pernah dilempari batu hingga melukai beliau,demi dakwahnya kepada kita.
Sejahterakanlah jasad beliau,yang gerahamnya pernah dipatahkan, lantaran kesungguhan beliau dalam membela agama yang akan menyelamatkan kita.
Sejahterakanlah jasad beliau, yang dahinya pernah dilukai sampai mengalir darah dari dahinya yang mulia itu, lalu beliau menahannya dengan tangan beliau agar darah suci beliau tak sampai jatuh ke tanah, sebagai rahmat bagi mereka, kaum yang memerangi beliau, dan bagi kita, dari kemurkaan Allah SWT.
Sejahterakanlah jasad beliau, yang mata panah pernah menembus daging pipinya,demi kita.
Sejahterakanlah jasad beliau,yang kakinya sampai bengkak disebabkan pengabdian beliau kepada Allah SWT dan demi dakwah kepada kita.
Sejahterakanlah jasad yang telah memikul kesukaran,keletihan, kesakitan,dan,kelaparan karena kita.
Terhubung tak Berujung.
Ketika para penghuni rumah itu menyaksikan kepergian Rasulullah SAW, yaitu setelah ruh beliau meninggalkan jasad beliau, tangis pun meledak menyelubungi seisi rumah.
“wahai Nabi Allah….! Wahai Rasulullah…! Wahai kekasih Allah….!”
Sesaat kesedihan menyelubungi rumah itu, seketika, suasana penuh haru menyemburat di wajah para sahabat yang ada di dalam masjid. Tak lama kemudian,berita wafatnya Rasulullah pun kemudian menyebar begitu cepat ke segenap penjuru kota Madinah. Musibah Terberat
Kembali lagi sejenak pada apa yang dialami Sayyidina Ali bin Abu Thalib KW pada detik-detik yang sangat bersejarah itu. Saat itu, ia tengah duduk di sisi tubuh mulia Rasulullh SAW.
Ketika ia melihat guncangan ruh beliau, ia melihat Sayyidatuna Aisyah RA menangis. Maka kemudian ia mengangkat tubuh Rasulullah SAW dan meletakkannya di kamar beliau. Setelah meletakkan tubuh nan suci itu, di saat ruh Rasulullah SAW hampir terlepas dari jasadnya, Sayyidina Ali pun terjatuh dan kemudian tak kuasa untuk berdiri.
Maka kemudian,tatkala suara tangisan memenuhi ruangan rumah itu,terdengarlah suara yang tidak terlihat siapa yang menyatakannya. Mereka mendenga suara yang mengatakan,”Inna lillahi wa inna ilahi raji’un. Ya Ahlal Bait, a’zhamallahu ajrakum. Ishbiru wahtasibu mushibatakum. Fa inna Rasulallah farathukum fil jannah.”-Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Wahai penghuni rumah,semoga Allah membesarkan ganjaran pahala kalian. Bersabarlah dan bermuhasabahlah dengan musibah yang kalian alami ini. Maka sesungguhnya Rasulullah mendahuluimu sekalian di surga.”
Ketika suara itu terdengar, merekapun terdiam dan menjadi tenang. Setelah suara itu berhenti,mereka pun menangis lagi. Demi Allah, Dzat Yang Disembah,kalian tidak pernah diberi musibah seperti musibah yang mereka rasakan. Tiada satu rumah pun yang pernah merasakan kehilangan seperti yang mereka rasakan.
Kabar itu tersiar cepat di kota Madinah. Para sahabat merasa kebingungan. Ketika dikatakan kepada mereka “Wahai para sahabat, tidakkah kalian tahu, Rasulullah SAW adalah manusia, dan sebagai manusia beliau pun pasti mengalami kematian?”, mereka mengatakan,”Ya, tapi kehidupan beliau kekal dalam diri kami dan telah menjadi cambuk dahsyat pada jiwa kami.” Hati para sahabat terus bergetar.
Kala itu, Sayyidina Umar bin Khathab menghunuskan pedangnya sambil mengibas-ngibaskannya di jalan. Karena rasa sedih yang begitu mendalam, ia berteriak,”Sekelompok dari golongan munafik berkata bahwa Rasulullah telah mati. Rasulullah SAW tidak wafat. Akan tetapi beliau menjumpai Tuhannya sebagaimana perginya Musa AS. Dan beliau kembali kepada kita. Siapa yang menyatakan Rasulullah telah mati akan kutebas dengan pedangku ini.”
Setelah sampai kabar kepada Abdullah bin Zaid RA, ia menangis,kemudian menengadahkan tangannya dan berdoa, “Ya Allah, ambillah penglihatanku ini,sehingga aku tak dapat melihat seorang pun lagi selepas kepergian Rasulullah SAW.” Maka,ia pun kehilangan penglihatan pada saat itu juga.
Sahabat yang lain, ketika mendengar berita tentang Abdullah bin Zaid RA,berteriak, “Ya Allah,ambillah ruhku, dan tiada lagi kehidupan setelah wafatnya Rasulullh SAW.” Tiba-tiba ia terjatuh.Allah mengambil nyawanya seketika itu juga. Sementara itu Sayyidina Ustman RA membisu. Ia tidak dapat berkata apa-apa.

Hidup dan Mati dalam Kebaikan
Ketika pikiran mereka terganggu,mereka kebingungan, maka telah sampai berita kepada Sayyidina Abubakar Ash Shidiq RA, dan ia pun berada dalam keadaan yang menyedihkan itu. Dari arah rumahnya, ia menuju ke Masjid Nabawi dan memasukinya. Ia mendapati Sayyidina Umar dan para sahabat yang lain tengah dalam kebingungan.
Kemudian ia melintasi masjid itu dan sampai di rumah Rasulullah. Ia meminta izin dari penghuni rumah untuk dapat masuk ke rumah dna ia diizinkzn untuk masuk. Periwayat kisah ini mengatakan,Sayyidina Abubakar RA masuk dalam keadaan dadanya berdebaran dan tampak ia penuh keluh kesah, seakan-akan nyawanya pun akan dicabut pada saat itu. Ia menangis. Kemudian terdengar darinya suara bagaikan bergolaknya air yang tengah mendidih. Ia memalingkan wajahnya, sementara air matanya terus bercucuran. Saat itu,jasad mulia Rasulullah SAW diselimuti kain. Lalu ia membuka kain selimut yang menutupi jasad mulia Rasulullah SAW,demi menatap wajah paling mulia itu. Ia memandang wajah Rasulullah SAW dna mendekatkan wajahnya. Dikecupnya kening dan pipi Rasulullah SAW. Lalu, sambil menangis ia mengatakan,”Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, betapa mulianya kehidupan dan wafatmu. Allah SWT tidak akan menimpakan dua kali wafat untukmu. Jikalau tangisan itu bermanfaat bagimu, niscaya kami akan biarkan air mata ini terus berlinang. Tetapi, tiada tempat mengadu selain Allah SWT.
Susungguhnya kita ini adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kita akan kembali. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau, ya Muhammad, adalah utusan Allah. (Aku bersaksi bahwa) engkau telah menunaikan risalah dan menyampaikan amanah. Dan engkau meninggalkan kami di atas yang bersih.”
Sayyidina Abubakar tenggelam dalam kesedihan. Napasnya pun tersengal-sengal. Ia pandangi kembali wajah Rasulullah SAW seraya berkata,” Ingatlah kami di sisi Tuhanmu, wahai Muhammad.”
Wahai para sahabat yang mendapat didikan langsung dari RAsulullah SAW. (Dan untuk Sayyidina Abubakar) wahai sahabat Rasulullah ketika di Gua Tsur. Jadi engkau memahami bahwa perpindahan Rasulullah SAW itu adalah suatu kehidupan baru Rasulullah SAW. Sehingga, kalian mengatakan, “Ingatlah kami di sisi Tuhanmu, wahai Muhammad.”
Makna “siapa Menyembah Muhammad…”
Sayyidina Abubakar mengusap air mata dari kedua matanya yang mulia itu dengan tangannya. Lalu ia kembali menyelimuti kain penutup wajah mulia Rasulullah SAW. Ia pun kemudian beranjak kepada keluarga Rasulullah SAW dan berusaha untuk menenangkan mereka. Pada saat ia menangis dan mengatakan kepada Rasulullah SAW bahwa beliau hidup dan wafat dalam kebaikan, saat itu para wanita seisi rumah itu pun menangis. Abubakar RA kemudian keluar dan ia melihat kembali betapa seisi masjid berada dalam kepiluan. Kemudian ia menaiki mimbar kekasihnya, tuannya, dan pemimpinnya, Rasulullah SAW. Langkah kakinya telah membawanya ke mimbar itu. Maka, setelah memuji Allah SWT, bersalawat atas Nabi, ia pun mengutip firman Allah SWT,”Setiap jiwa akan mendapatkan kematian.” Ia juga membacakan ayat,”Dan tidaklah Muhammad itu kecuali sebagai rasul dan telah berlalu para rasul sebelumnya.” Dan ayat,”Sesungguhnya engkau mati dan mereka juga mati.”
Ia berkata lagi,”Siapa yang menyembah Muhammad, Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah,Allah itu hidup dan tidak mati.” Kalimat ini mengandung pemahaman yang dalam. Pemahamannya bukanlah seperti pemahaman mereka yang jahil pada saat ini, yang memahami kata-kata “Siapa yang menyembah Muhammad, Muhammad telah wafat” sebagai putusnya hubungan dengan Nabi SAW. Demi Allah, Tuhan Yang Disembah, makna kalimat itu adalah siapa yang mengaitkan dirinya dengan kehidupan Rasulullah SAW di dunia saja, kehidupan Rasulullah SAW telah berakhir. Rasulullah telah wafat. Namun siapa yang menjadikan hubungannya dengan Rasulullah SAW sebagai hubungannya dengan Allah SWT, Allah itu Mahahidup dan tidak mati.
Jadi, dengan pengertian bahwa hubungan kalian dengan Rasulullah SAW tidak akan pernah berakhir. Karena, hubungan dengan Rasulullah SAW memiliki kaitan erat dengan hubungan kepada Allah SWT, Yang Mahahidup. Kaitan ini adalah kaitan yang hidup dan tidak pernah mati.
Kemudian Sayyidina Abubakar berpaling kepada Sayyidina Umar, menghiburnya dari kebimbangan yang ia rasakan.

Aroma Kesturi
Di rumah Rasulullah SAW, Sayyidina Ali pun telah bangun setelah terjatuh lantaran kesedihan. Ia bersama Sayyidina Abbas mengurus jenazah Rasulullah SAW. Kemudian, turut pula bersama itu kedua putra Sayyidina Abbas, yaitu Abdullah dan fadhl. Dibantu oleh mereka, Sayyidina Ali KW memandikan jasad mulia Rasulullah SAW dengan pakaian yang masih beliau kenakan tanpa membuka aurat beliau sedikit pun. Sayyidina Ali mengatakan, “Kami memandikan beliau dan beliau masih mengenakan pakaiannya. Saat kami hendak memiringkan beliau ke kanan, beliau menghadap kekanan dengan sendirinya. Ketika kami hendak memiringkan beliau ke kiri, beliau menghadap ke kiri dengan sendirinya. Kami tidak mendapati seorang pun yang membantu kami untuk memandikan beliau, kecuali jasad beliau sendiri yang berubah kedudukannya.”
Katanya lagi, “Ketika kami memandikan beliau,angin yang sejuk dan nyaman bertiupan kearah kami seakan-akan kami merasakan para malaikat masuk dan bersama dengan kami pada saat itu, ikut memandikan jasad mulia Rasulullah SAW. Tidaklah ada air yang jatuh dari jasad mulia baginda Rasulullah, melainkan ia lebih wangi dari aroma kesturi. Kemudian, kami kafankan jasad beliau.”

Salah Satu Taman Surga
Di tempat lain, para sahabat saling bertanya,”Di manakah akan kita makamkan jasad Rasulullah SAW?” Sebagian dari mereka ada yang mengatakan agar jasad Rasulullah SAW dimakamkan di Baqi’. Imam Muslim dalam kitab Ash-Shahih nya menyatakan, sebagian sahabat mengatakan agar beliau dimakamkan di sisi mimbarnya, yaitu di dalam Masjid Nabawi. Hal ini menjelaskan bahwa, ketika Allah melaknat Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat sujud mereka, laknat tersebut bukanlah karena sujud di suatu masjid yang ada kuburnya di dalamnya. Sebab, bila cara pandang seperti itu benar, niscaya para sahabatlah yang terlebih dahulu memahami akan hal tersebut, sebagai buah dari kehidupan mereka bersama Rasulullah SAW.
Sampai kemudian Sayyidina Abubakar RA mengatakan kepada para sahabat yang lainnya, “Sesungguhnya para nabi dikuburkan di tempat mereka mengembuskan napasnya yang terakhir, sebagaimana yang aku dengar dari sabda Rasulullah SAW.” Maka digalilah lubang di dalam kamar Rasulullah SAW sebagai tempat untuk menyemayamkan jasad suci beliau. Kemudian turunlah Sayyidina Ali KW ke dalam lubang kubur Rasulullah SAW, yang, demi Allah, tak lain merupakan salah satu taman dari taman-taman surga. Selain Sayyidina Ali, ikut turun pula pembantu Rasulullah SAW yang bernama Syaqran. Syaqran berkata, “Aku melihat ke atas, tempat yang pernah diduduki Rasulullah SAW. Hatiku pilu. Kini kami harus meletakkan jasad Rasulullah SAW dalam kuburnya. Aku melihat ke atas tempat duduk Rasulullah SAW. Aku mengambilnya. Aku pun berkata, “Ya Rasulullah, tiada satu pun yang boleh duduk di atas tempat duduk ini selepasmu, wahai Rasulullah!.” Sayyidina Ali pun memakamkan Rasulullah SAW dalam kubur beliau, bersama para sahabat yang terlibat saat pemakaman itu. Sang Putri Menyusul
Ketika mereka telah bubar usai pemakaman, datanglah Sayyidatina Fathimah Az-Zahra. Dialah yang tidak ada kesedihan yang lebih mendalam melanda seseorang setelah kepergian Rasulullah SAW selain yang dialami oleh putri Rasulullah SAW ini. Dalam keadaan menangis, Sayyidatina Fathimah melihat Anas bin Malik RA, pembantu ayahandanya, yang besar dibawah asuhan Rasulullah SAW dan mendapat didikan Rasulullah SAW, di rumah beliau itu. Kemudian ia berkata kepada Anas, “Ya Anas, engkau sanggup meletakkan tanah di atas tubuh Rasulullah?” Anas pun menangis, sambil mengatakan, “Celakalah kami, celakalah kami, celakalah kami, wahai Fathimah. Sesungguhnya kami tidak menyadari dengan apa yang kami lakukan. Kalaulah kami telah mendengarkan terlebih dulu apa yang engkau katakan sekarang ini, niscaya kami tidak akan sanggup mengebumikannya.”
Sayyidatina Fathimah pun berlalu, seakan ia tak mengenali siapa pun yang ada disitu. Hatinya amat sedih karena musibah yang menimpanya. Ia kemudian berdiri di sisi kubur ayahandanya dan mengambil segumpal tanah, lalu menciumnya. Dalam tangisannya, ia berkata, “Apa yang dapat dirasakan si pencium tanah kubur Nabi Muhammad ini…. Tidak dapat dirasakan pada selainnya sepanjang masa. Aku ditimpa musibah dengan musibah yang jika musibah selainnya menimpaku setiap hari pun niscaya tidak mengapa.”
Tidak sampai lima bulan setelah wafatnya Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah pun wafat. Fathimah adalah seorang yang di gelari Ummu Abiha, Ibu dari Ayahnya (Karena sejak meninggalnya Sayyidatina Khadijah, istri Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah-lah yang banyak mengurus keseharian hidup Rasulullah SAW). “ Wahai Rasulullah….”
Sekarang, bagaimanakah keadaan kalian semua, wahai para sahabat, selepas wafatnya Rasulullah SAW? Adakah kalian memahaminya sebagai akhir dari kehidupan Rasulullah SAW? Demi Allah, tidak demikian. Dugaan seperti itu benar-benar meleset. Seperti yang disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari jilid kedua pada kitab Memohon Pertolongan, sebagaimana juga ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, Al-Hakim, dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang shahih, Bilal ibn Harits Al-Muzuni, salah seorang sahabat Nabi, datang berziarah ke makam Rasulullah SAW. Saat itu musim paceklik tengah melanda,yaitu pada masa pemerintahan Sayyidina Umar RA. Ia pun berdiri di sisi makam mulia Rasulullah SAW dan berkata, 
“Ya Rasulullah….” Perhatikanlah baik-baik, sahabat Nabi ini mengatakan “Ya Rasulullah….” (Yaitu memanggil Rasulullah SAW secara langsung, atau sebagai orang kedua).
“Ya Rasulullah. Banyak yang telah binasa, mohonkanlah air kepada Allah untuk umatmu.” Karena mereka memahami bahwa Rasulullah SAW hidup di dalam kuburnya. Beliau mendengarkan shalawat yang diucapkan atas beliau, dan menjawab salam yang diucapkan kepada beliau. Beliaulah yang telah bersabda,”Sesungguhnya para nabi itu hidup dalam kubur mereka.”

MAKAM ROSULULLOH & Tokoh Sufi

MAKAM-MAKAM BERCAHAYA

makam Siti Aminah, ibunda Nabi Muhammad SAW

makam Nabi Muhammad SAW

makam Siti Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW




makam Siti Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW

makam Syekh Abdul Qadir Jaelani, bapak thoriqoh



makam Mansur Al Hallaj, tokoh sufi
makam Rabiah Al-Adawiyah, ibu sufi

makam Syekh Jalaludin Rumi, tokoh sufi

makam Syekh Bahau'uddin An-Naqsyabandi, imam thoriqoh Naqsyabandi

makam Syekh Siti Jenar, tokoh sufi Jawa







Sayyidina Husain ra

Sayyidina Husain ra

Satu tahun sesudah kelahiran Al-Hasan, cucu Rasulullah SAW, tanggal 3 Sya’ban tahun keempat Hijriah, Rasulullah SAW menerima kabar gembira dengan kelahiran Al-Husain. Maka, beliau pun segera menuju rumah Sayyidina Ali dan Sayyidah Zahra, dan berkata kepada Asma binti ‘Umais, “Hai Asma, tolong bawa kemari anakku itu.” Asma pun lalu membawa bayi yang terbungkus kain putih itu dan memberikannya kepada Rasulullah SAW. Beliau begitu gembira lalu mendekapnya. Dibacakannya adzan di telinga kanan bayi itu, dan iqamat di telinga kirinya. Kemudian ditidurkannya cucunya itu di kamarnya, lalu beliau menangis tersedu-sedu.
 
Mendengar tangis Rasulullah SAW itu, bertanyalah Asma, “Demi ayah dan ibuku, siapa yang engkau tangisi ya Rasulullah?” “Anakku ini,” jawab beliau. “Dia anak zaman,” kata Asma. “Wahai Asma, dia kelak akan dibunuh oleh sekelompok pembangkang sesudahku, yang syafaatku tidak akan sampai kepada mereka,” kata Rasulullah menjelaskan. Kemudian beliau berkata pula, “Wahai Asma, jangan engkau sampaikan apa yang kukatakan tadi kepada Fatimah, dia baru saja melahirkan.

 Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepada Ali, “Engkau beri nama siapa anakku ini?” “Saya tidak berani mendahului Anda, ya Rasulullah,” jawab Ali. Allah SWT kemudian menurunkan wahyu yang suci kepada kekasih-Nya Muhammad SAW, dengan membawa nama yang diberikan-Nya untuk anak itu. Dan ketika beliau telah menerima perintah untuk memberi nama anaknya tersebut, beliau menatap Ali dan berkata, “Namai dia Husain.”
Pada hari yang ketujuh, Rasulullah SAW bergegas datang ke rumah Az-Zahra, lalu menyembelih seekor domba sebagai aqiqah untuk Husain, mencukur rambutnya, dan bersedekah dengan perak seberat timbangan rambut itu, lantas menyuruh agar cucunya itu dikhitan. Begitulah, telah dilakukan untuk Al-Husain upacara sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW untuk kakaknya Al-Hasan.

Kedudukan Al-Husain
Kedudukan Sayyidina Husain mempunyai kedudukan yang luhur yang tak mungkin dicapai kecuali oleh ayahnya, ibunya, kakaknya serta para imam yang merupakan putera-puteranya. Dalam kesempatan yang terbatas ini, kami akan mencoba mengemukakan hal-hal penting yang akan memperlihatkan kedudukan Al-Husain dalam pandangan syariat Islam.
Al-Quran Al-Karim, dokumen Ilahi yang agung yang tidak mengandung kebatilan di dalamnya, mengungkapkan dalam banyak ayatnya sebagian besar dari derajat luhur di sisi Allah yang diraih Al-Husain. Beberapa di antara ayat-ayat tersebut adalah :

     1. Ayat Tathhir :  
    “Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya.”(QS. Al-Ahzab : 33).
Para penyusun kitab-kitab hadis shahih menuturkan, sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat ini adalah, bahwa suatu kali Nabi SAW meminta diambilkan kain lalu muncullah Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Maka Nabi SAW pun berdoa, “Allahumma, ya Allah, mereka ini adalah Ahlul Baitku, karena itu hilangkanlah dosa dari mereka, dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.” Maka turunlah ayat ini dalam hubungannya dengan peristiwa tersebut. Ayat ini merupakan kesaksian dari Allah tentang kesucian Ahlul Bait dan tingginya kedudukan mereka di sisi Allah, dan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang memiliki kepribadian paling luhur dalam Islam.

    2. Ayat Mubahalah :  
    “Barangsiapa yang membantahmu tentang Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah kepadanya, marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta.” (QS. Ali Imran : 61).
Tentang sebab turunnya ayat ini, para ahli tafsir dan orang-orang yang berilmu berpendapat, ayat ini diturunkan ketika orang-orang Nasrani Najran bersepakat dengan Nabi SAW untuk bermubahalah. Masing-masing pihak bersaksi kepada Allah agar barangsiapa yang berdusta dalam pengakuannya, hendaknya ditimpa bencana (mati). Di tempat mubahalah yang dijanjikan, Rasulullah SAW datang dengan membawa Ahlul Baitnya. Nabi menggendong Al-Husain dan menggandeng Al-Hasan, Fatimah berjalan di belakang beliau, kemudian Ali menyusul berjalan di belakang mereka. 
Lalu Nabi SAW berkata, “Apabila nanti aku berdoa, aminkanlah ….” Akan tetapi orang-orang Nasrani, ketika melihat wajah-wajah yang suci dan mulia yang sedang mereka hadapi itu, segera meminta maaf kepada Rasulullah SAW dan membatalkan mubahalah. Mereka lalu tunduk kepada kekuasaan Negara beliau dan membayar jizyah
Disini bisa dilihat bahwa ayat yang mulia ini mengakui Al-Hasan dan Al-Husain sebagai “anak-anak kami”, sedangkan diri beliau sendiri dan diri Ali dinyatakan sebagai “diri kami”, sedangkan Fatimah yang mewakili seluruh wanita kaum mukminin yang ada saat itu dinyatakan sebagai “wanita-wanita kami” – suatu hal yang secara jelas dan tegas mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan oleh Ahlul Bait tersebut mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Allah, yang tak mungkin bisa dicapai oleh orang lain. Sebab, kalau tidak demikian, niscaya saat itu Rasulullah SAW membawa orang-orang lain selain mereka untuk bermubahalah.

     3. Ayat Mawaddah :  
    “Katakanlah, aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih saying terhadap keluargaku.”(QS. As-Syura : 23).
Para ahli tafsir mengatakan bahwa, ayat tersebut diturunkan mengenai Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husain. Jabir bin Abdullah mengatakan, “Ada seorang Arab dusun datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Wahai Muhammad, tuturkan kepadaku tentang Islam.” 
Nabi berkata, “Hendaknya engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, yang Maha Esa dan tanpa sekutu, dan bahwasanya Muhammad itu hamba dan utusan-Nya.” “Apakah untuk ini engkau meminta upah?” Tanya orang itu pula. “Tidak,” jawab Nabi, “Kecuali kasih sayang terhadap keluarga (mawaddah fi al-qurba).” “Kasih sayang terhadap keluargaku atau keluargamu?” tanya orang itu pula. “Keluargaku,” jawab Nabi SAW. Orang Arab itu lalu berkata, “Baik, mari sekarang aku baiat engkau, dan kepada orang yang tidak mencintaimu dan keluargamu, hendaknya laknat Allah ditimpakan kepadanya.” “Amin,” kata Nabi.
Dari ayat-ayat tersebut diatas, tampak jelaslah kedudukan Al-Husain dan Ahlul Bait Rasul, serta kedudukan mereka yang tinggi di sisi Allah SWT. Selain itu, perlu ditambahkan di sini sebagian nash yang diterima dari Rasulullah SAW mengenai Al-Husain yang tercermin dalam risalah dan umat, antara lain adalah :

    1. Dalam Shahih Al-Turmudzi diriwayatkan hadis dari Ya’la bin Murrah, katanya, Nabi bersabda, “Husain merupakan bagian dariku, dan aku merupakan bagian darinya. Allah akan mencintai orang yang mencintai Husain, dan Husain adalah cucu di antarav segala cucu.” [Fadha’il Al-Khamsah]

    2. Dari Salman Al-Farisi, “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata, Al-Hasan dan Al-Husain adalah dua orang anakku. Barangsiapa yang mencintai mereka berdua berarti mencintaiku, dan barangsiapa mencintaiku, pasti Allah mencintainya, dan barangsiapa dicintai Allah, niscaya Dia memasukkannya ke dalam surga. Barangsiapa membenci mereka berdua, berarti membenciku, dan barangsiapa membenciku, pasti Allah membencinya, dan barangsiapa dibenci Allah, niscaya Dia memasukkannya ke dalam neraka dengan mukanya terlebih dahulu.” [Al-Thibrisi, I’lam Al-Wara]
   
     3.  Dari Al-Barra’ bin ‘Azib, “Aku melihat Rasulullah SAW menggendong Husain bin Ali di atas pundaknya, seraya berdoa, “Ya Allah, aku sungguh mencintainya, karena itu cintailah dia.” [Ibn Al-Shabagh, Al-Fushul Al-Muhimmah]

    4. Dari Abdullah bin Mas’ud, “Rasulullah SAW berkata tentang Al-Hasan dan Al-Husain, mereka berdua adalah dua orang anakku. Barangsiapa mencintai mereka berdua, berarti mencintai aku, dan barangsiapa membenci mereka berdua, berarti membenciku.”

    5. Dari Ali ibn Al-Hasan, dari ayahnya, dari kakeknya, “Rasulullah SAW menggandeng tangan Al-Hasan dan Al-Husain, dan berkata, barangsiapa mencintai aku dan mencintai kedua anak ini dan kedua orangtua mereka, niscaya berada bersamaku di dalam surga.” [Ibn Al-Jauzi, Tadzkirat Al-Khawwash]

Al-Husain dan Peristiwa Karbala
Ketika Sayyidina Ali ditunjuk sebagai Khalifah setelah terbunuhnya Utsman, ia berusaha untuk menegakkan kembali keadilan Islam. Ia mendapat perlawanan yang tidak terhenti dari para penguasa Bani Umayyah. Para pengikutnya mengkhianatinya. Seorang demi seorang dari sahabatnya yang setia dipanggil Tuhan. Sementara itu, para tiran menggunakan kekayaan dan kekerasan untuk menguasai rakyat banyak. Dan menjelang akhir Ramadhan 40 H, di dalam relung mihrabnya, Ali dibunuh ketika shalat subuh.
Hasan bin Ali, anak lelaki pertama Ali bin Abi Thalib, diangkat menjadi Khalifah. Ia melihat ketakutan dan kezaliman telah menyelimuti Madinah, Kufah, Basrah dan kota-kota besar dunia Islam. Kaum muslimin yang shaleh tidak henti-hentinya mendapat penganiayaan. Muawiyah juga terus menerus memfitnah keluarga Nabi dan menyebarkan keresahan. Setelah berunding dengan saudaranya Al-Husain, ia memutuskan untuk menghentikan semua derita umat ini melalui perjanjian damai dengan Muawiyah.
Segera setelah perjanjian damai itu, Muawiyah masuk ke Kufah. Ia berkata: “Hai, penduduk Kufah. Adakah kamu mengira aku memerangi kalian agar shalat, zakat dan haji. Aku tahu kalian sudah melakukan shalat, zakat dan haji. Kuperangi kalian untuk menguasai kalian. Untuk itu, aku akan tumpahkan darah, dan seluruh perjanjian yang telah aku buat akan aku letakkan di bawah injakan kakiku.”  
Ia melanggar perjanjian itu,   
Pertama, membunuh Sayyidina Hasan dengan racun. Hasan syahid pada 50 H. 
Kedua, ia meneruskan pembantaian dan penganiayaan pada para pengikut Imam Ali.  
Ketiga, ia dan para pejabatnya menggunakan harta umat (Baytul Mal) untuk kepentingan pribadi dan  
keempat, ia mengangkat anaknya Yazid sebagai putra mahkota dan memerintahkan dengan paksa agar rakyat menerimanya
.
“Yazid manusia yang selalu berbuat dosa dan maksiat, peminum khamar, pembunuh orang yang tidak bersalah. Ia lakukan kefasikan dan kemaksiatannya secara terbuka. Orang sepertiku tidak mungkin berbaiat kepada orang seperti Yazid,” kata Husain. 

Cucu Rasulullah SAW itu akhirnya memutuskan untuk melakukan perlawanan terhadap Yazid. Orang yang menghabiskan malam dalam beribadat kepada Tuhan, dan siang dalam berkhidmat kepada insan, sekarang berhadapan dengan orang yang menghabiskan malam untuk bermaksiat kepada Yang Mahakuasa dan siang untuk berkhianat kepada manusia. Al-Husain beserta keluarga meninggalkan Madinah menuju Mekkah. Begitu sampai di Mekkah, ia menerima 12000 surat dari Kufah. Mereka mengundang Imam Husain untuk datang ke Kufah dan membaiatnya sebagai Khalifah. Al-Husain mengirim Muslim bin Aqil untuk membuktikan keseriusan penduduk Kufah tersebut.
Dari Mekkah, dengan meninggalkan wuquf di Arafah, Husain beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya berangkat menuju Kufah. Kerabatnya mendesak Al-Husain untuk membatalkan kepergiannya, tetapi Husain berkata: “Aku berangkat bukan karena ambisi, bukan untuk berbuat zalim atau untuk menimbulkan kerusakan. Aku berangkat untuk mendatangkan kemaslahatan pada umat kakekku. Aku ingin memerintahkan yang makruf dan melarang yang mungkar.” Maka berangkatlah kafilah Husain, dalam terik matahari musim panas yang membakar, untuk menempuh perjalanan sejauh 1800 Km.
Ketika kafilah Husain sampai di dekat Kufah, ia menerima berita yang sangat mengejutkan. Muslim bin Aqil dan dua orang pendukungnya di Kufah sudah dibunuh Ibnu Ziyad, gubernur Kufah. Husain mengumpulkan pengikutnya dan menceritakan berita itu. Karena ketakutan, sebagian pengikutnya meninggalkan Husain. Al-Husain melanjutkan perjalanan sampai ia berhadapan dengan 1000 penunggang kuda yang dipimpin oleh Al-Hurr. Ia didesak ke sebuah tempat yang disebut Karbala, pada tanggal 2 Muharram, 61 H. Ibnu Ziyad mengirim pasukan tambahan di bawah pimpinan Umar bin Sa’ad. Pada 9 Muharram, pasukan Umar mengepung kemah-kemah Al-Husain. Ia meminta Umar untuk menangguhkan serangan sampai keesokan harinya. 

Bersama para pengikutnya yang setia Imam Husain menghabiskan malam dalam ibadat. Imam berkata: “Musuh hanya menghendaki nyawaku. Dengan senang aku izinkan kalian untuk pulang.” Pengikutnya berkata: “Demi Allah, tidak mungkin dan tidak pernah terjadi. Kami hidup bersama Anda atau mati bersama Anda.”

Pada 10 Muharram atau Asyura, berhadapanlah 72 pecinta Tuhan dengan 5000 penyembah setan, segelintir penegak keadilan dengan ribuan pendukung kezaliman. Sudah beberapa hari kelompok keluarga Rasulullah kehausan karena jalan ke sungai Eufrat ditutup musuh. Beberapa saat sebelum terjadi pertempuran Al-Hurr menyesali perbuatannya dan bergabung dengan Al-Husain. Menjelang sore hari, sudah 70 orang pengikut Husain syahid, setelah perjuangan yang sangat keras di tengah-tengah sengatan matahari dan kehausan. 
Musuh bertindak sangat kejam, dengan secara membuta membunuh siapa saja, termasuk Ali Asghar 6 bulan, yang bersimbah darah di tangan Al-Husain. Mereka juga membakar kemah-kemah para perempuan dan anak-anak. 
Pembantaian keluarga Nabi ini berakhir, ketika ribuan tentara mengeroyok seorang Husain. Syimr melepaskan kepala Imam Husain dan ribuan kuda mencabik-cabik dan menginjak-injak jenazahnya. Kepalanya bersama kepala-kepala para syuhada lainnya ditancapkan di ujung tombak dan diarak sepanjang 965 Km. di samping dan di belakang mereka, perempuan-perempuan dan anak-anak diseret dalam belenggu. 
Sebuah prosesi yang paling mengharukan dalam sejarah umat manusia. Sebuah prosesi yang melambangkan perlawanan tanpa henti terhadap kepongahan para tiran. Bagi setiap mukmin, setiap hari adalah ASYURA dan setiap bumi adalah KARBALA

SYEKH ABD QADIR JAELANI ( DIALOG BATINIAH DENGAN ALLOH )


SYEKH ABDUL QADIR JAELANI
~ DIALOG BATINIAH DENGAN ALLOH ~


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 

Segala puji bagi Allah, Sang Penghapus Duka. 
Shalawat atas manusia terbaik, Muhammad. 
Berkatalah sang penolong agung, yang terasing dari selain Allah
 dan amat intim dengan Allah.

Allah SWT Berkata : “Wahai penolong agung! 
(nama panggilan kepada SYEKH ABDUL QADIR AL JAELANI RED.) ”
Aku menjawab : “Aku mendengar panggilan-Mu, 
Wahai Tuhannya si penolong.”

Dia Berkata : 
“Setiap tahapan antara alam Naasut dan alam Malakut adalah syariat;
setiap tahapan antara alam Malakut dan Jabarut adalah tarekat; dan 
setiap tahapan antara alam Jabarut dan alam Lahut adalah hakikat.”

Lalu Dia berkata kepadaku : “Wahai penolong agung !
Aku tidak pernah mewujudkan Diri-Ku dalam sesuatu 
sebagaimana perwujudanKu dalam diri manusia.”

Lalu aku bertanya : “Wahai Tuhanku, apakah Engkau memiliki tempat ?”,
Maka Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, 
Akulah Pencipta tempat, dan 
Aku tidak memiliki tempat.”

Lalu aku bertanya : “Wahai Tuhanku, apakah Engkau makan dan minum ?”, 
Maka Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, 
makanan dan minuman kaum fakir adalah makanan dan minuman-Ku.”

Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, dari apa Engkau ciptakan malaikat ?”.
Dia Berkata kepadaku : 
“Aku Ciptakan malaikat dari cahaya manusia, dan 
Aku Ciptakan manusia dari cahaya-Ku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
Aku Jadikan manusia sebagai kendaraan-Ku, dan 
...Aku jadikan seluruh isi alam sebagai kendaraan baginya.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
Betapa indahnya Aku sebagai Pencari ! 
Betapa indahnya manusia sebagai yang dicari ! 
Betapa indahnya manusia sebagai pengendara, dan 
....betapa indahnya alam sebagai kendaraan baginya.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
manusia adalah rahasia-Ku dan Aku adalah Rahasianya. 
Jika manusia menyadari kedudukannya di sisi-Ku, 
maka ia akan berucap pada setiap hembusan nafasnya, 
....‘milik siapakah kekuasaan pada hari ini ?’.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
tidaklah manusia makan sesuatu, atau minum sesuatu, dan 
tidaklah ia berdiri atau duduk, berbicara atau diam, 
tidak pula ia melakukan suatu perbuatan, 
menuju sesuatu atau menjauhi sesuatu, 
kecuali Aku Ada [Berperan] di situ, 
Bersemayam dalam dirinya dan Menggerakkannya.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
tubuh manusia, jiwanya, hatinya, ruhnya, pendengarannya, 
penglihatannya, tangannya, kakinya, dan lidahnya, 
semua itu Aku Persembahkan kepadanya oleh Diri-Ku, untuk Diri-Ku.
Dia tak lain adalah Aku, dan Aku Bukanlah selain dia.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
jika engkau melihat seseorang terbakar oleh api kefakiran dan 
hancur karena banyaknya kebutuhan, 
maka dekatilah ia, 
karena tidak ada penghalang antara Diri-Ku dan dirinya.” 

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
janganlah engkau makan sesuatu atau minum sesuatu dan 
janganlah engkau tidur, 
kecuali dengan kehadiran hati yang sadar dan mata yang awas.” 

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, 
barangsiapa terhalang dari perjalanan-Ku di dalam batin, 
maka ia akan diuji dengan perjalanan lahir, 
dan ia tidak akan semakin dekat dari-Ku 
melainkan justru semakin menjauh dalam perjalanan batin.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
kemanunggalan ruhani merupakan keadaan 
yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. 
Siapa yang percaya dengannya sebelum mengalaminya sendiri, 
maka ia telah kafir. 
Dan barang siapa menginginkan ibadah setelah mencapai keadaan wushul, 
maka ia telah menyekutukan Allah SWT.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
barangsiapa memperoleh kebahagiaan azali, 
maka selamat atasnya, dia tidak akan terhina selamanya. 
Dan barang siapa memperoleh kesengsaraan azali, 
maka celaka baginya, dia tidak akan diterima sama sekali setelah itu.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
Aku Jadikan kefakiran dan kebutuhan sebagai kendaraan manusia. 
Barangsiapa menaikinya, maka ia telah sampai di tempatnya 
sebelum menyeberangi gurun dan lembah.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
bila manusia mengetahui apa yang terjadi setelah kematian, 
tentu ia tidak menginginkan hidup di dunia ini. 
Dan ia akan berkata di setiap saat dan kesempatan, 
‘Tuhan, matikan aku !’.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, 
semua makhluk pada hari kiamat akan dihadapkan kepadaKu 
dalam keadaan tuli, bisu dan buta, lalu merasa rugi dan menangis. 
Demikian pula di dalam kubur.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
cinta merupakan tirai yang membatasi antara sang pencinta dan yang dicintai. 
Bila sang pencinta telah padam dari cintanya, 
berarti ia telah sampai kepada Sang Kekasih.”


Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
Aku Melihat Ruh-ruh menunggu di dalam jasad-jasad mereka setelah ucapanNya, 
‘Bukankah Aku ini Tuhanmu ?’ sampai hari kiamat.”

Lalu sang penolong berkata : “Aku melihat Tuhan Yang Maha Agung"
dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, 
barangsiapa bertanya kepadaKu tentang melihat setelah mengetahui, 
berarti ia terhalang dari pengetahuan tentang melihat. 
Barangsiapa mengira bahwa melihat tidak sama dengan mengetahui, 
maka berarti ia telah terperdaya oleh melihat Allah SWT.’”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
orang fakir dalam pandangan-Ku 
bukanlah orang yang tidak memiliki apa-apa, 
melainkan orang fakir adalah ia yang memegang kendali atas segala sesuatu. 
Bila ia berkata kepada sesuatu, ‘jadilah !’ maka terjadilah ia.”

Lalu Dia Berkata kepadaku :
“Tak ada persahabatan dan kenikmatan di dalam surga 
setelah kemunculan-Ku di sana, 
dan tak ada kesendirian dan kebakaran di dalam neraka 
setelah sapaan-Ku kepada para penghuninya.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
Aku Yang Paling Mulia di antara semua yang mulia, 
dan Aku Yang Paling Penyayang di antara semua penyayang.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
tidurlah di sisi-Ku tidak seperti tidurnya orang-orang awam, 
maka engkau akan melihatKu.” 
Terhadap hal ini aku bertanya : “Wahai Tuhanku, 
bagaimana aku tidur disisi-Mu ?”. 
Dia Berkata : “Dengan menjauhkan jasmani dari kesenangan, 
menjauhkan nafsu dari syahwat, 
menjauhkan hati dari pikiran dan perasaan buruk, 
dan menjauhkan ruh dari pandangan yang melalaikan, 
lalu meleburkan dzatmu di dalam Dzat.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
katakan kepada sahabatmu dan pencintamu, 
siapa di antara kalian yang menginginkan kedekatan dengan-Ku, 
maka hendaklah ia memilih kefakiran, lalu kefakiran dari kefakiran. 
Bila kefakiran itu telah sempurna,
 maka tak ada lagi apapun selain Aku.”

Lalu Dia Berkata : “Wahai penolong agung,
berbahagialah jika engkau mengasihi makhluk-makhluk-Ku, 
dan beruntunglah jika engkau memaaafkan makhluk-makhluk-Ku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
katakan kepada pencintamu dan sahabatmu, 
ambillah manfaat dari do’a kaum fakir, 
karena mereka bersama-Ku dan Aku Bersama mereka.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
Aku Bersama segala sesuatu, Tempat Tinggalnya, Pengawasnya, 
dan kepada-Ku tempat kembalinya.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
jangan peduli pada surga dan apa yang ada di sana, 
maka engkau akan melihat Aku tanpa perantara. 
Dan jangan peduli pada neraka serta apa yang ada di sana, 
maka engkau akan melihat Aku tanpa perantara.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
para penghuni surga disibukkan oleh surga, 
dan para penghuni neraka disibukkan oleh-Ku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
sebagian penghuni surga berlindung dari kenikmatan, 
sebagaimana penghuni neraka berlindung dari jilatan api.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
barangsiapa disibukkan dengan selain Aku, 
maka temannya adalah sabuk [tanda kekafiran] pada hari kiamat.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
orang-orang yang dekat mencari pertolongan dari kedekatan, 
sebagaimana orang-orang yang jauh mencari pertolongan dari kejauhan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
sesungguhnya Aku Memiliki hamba-hamba yang bukan nabi maupun rasul, 
yang kedudukan mereka tidak diketahui oleh siapapun 
dari penghuni dunia maupun penghuni akhirat,
 dari penghuni surga ataupun neraka, 
tidak juga malaikat Malik ataupun Ridwan, 
dan Aku Tidak Menjadikan mereka untuk surga maupun untuk neraka, 
tidak untuk pahala ataupun siksa, 
tidak untuk bidadari, istana maupun pelayan-pelayan mudanya.
 Maka beruntunglah orang yang mempercayai mereka 
meski belum mengenal mereka.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
engkau adalah salah satu dari mereka. 
Dan di antara tanda-tanda mereka di dunia 
adalah tubuh-tubuh mereka terbakar 
karena sedikitnya makan dan minum; 
nafsu mereka telah hangus dari syahwat, 
hati mereka telah hangus dari pikiran dan perasaan buruk, 
ruh-ruh mereka juga telah hangus dari pandangan yang melalaikan. 
Mereka adalah pemilik keabadian 
yang terbakar oleh cahaya perjumpaan [dengan Tuhan].”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
bila seseorang yang haus datang kepadamu di hari yang amat panas, 
sedangkan engkau memiliki air dingin 
dan engkau sedang tidak membutuhkan air, 
jika engkau menahan air itu baginya, 
maka engkau adalah orang yang paling kikir. 
Bagaimana Aku Menolak mereka dari rahmat-Ku 
padahal Aku Telah Menetapkan atas Diri-Ku, 
bahwa Aku Paling Pengasih di antara yang mengasihi.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
tak seorang pun dari ahli maksiat yang jauh dari-Ku, 
dan tak seorangpun dari ahli ketaatan yang dekat dari-Ku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, 
bila seseorang dekat kepada-Ku, 
maka ia adalah dari kalangan maksiat, 
karena ia merasa memiliki kekurangan dan penyesalan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
merasa memiliki kekurangan merupakan sumber cahaya, 
dan mengagumi cahaya diri sendiri merupakan sumber kegelapan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, 
ahli maksiat akan tertutupi oleh kemaksiatannya, 
dan ahli taat akan tertutupi oleh ketaatannya. 
Dan Aku Memiliki hamba-hamba selain mereka, 
yang tidak ditimpa kesedihan maksiat dan keresahan ketaatan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, 
sampaikan kabar gembira kepada para pendosa 
tentang adanya keutamaan dan kemurahan, 
dan sampaikan berita kepada para pengagum diri sendiri 
tentang adanya keadilan dan pembalasan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
ahli ketaatan selalu mengingat kenikmatan, 
dan ahli maksiat selalu mengingat Yang Maha Pengasih.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
Aku Dekat dengan pelaku maksiat setelah ia berhenti dari kemaksiatannya, 
dan Aku Jauh dari orang yang taat setelah ia berhenti dari ketaatannya.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
Aku Menciptakan orang awam 
namun mereka tidak mampu memandang cahaya kebesaran-Ku, 
maka Aku Meletakkan tirai kegelapan di antara Diri-Ku dan mereka. 
Dan Aku Menciptakan orang-orang khusus 
namun mereka tidak mampu mendekati-Ku 
dan mereka sebagai tirai penghalang.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
katakan kepada para sahabatmu, 
siapa di antara mereka yang ingin sampai kepada-Ku, 
maka ia harus keluar dari segala sesuatu selain Aku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
keluarlah dari batas dunia, 
maka engkau akan sampai ke akhirat. 
Dan keluarlah dari batas akhirat, 
maka engkau akan sampai kepada-Ku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
keluarlah engkau dari raga dan jiwamu, 
lalu keluarlah dari hati dan ruhmu, 
lalu keluarlah dari hukum dan perintah, 
maka engkau akan sampai kepada-Ku.”

Maka aku bertanya : “Wahai Tuhanku,
shalat sepert apa yang paling dekat dengan-Mu ?.” 
Dia Berkata : 
“Shalat yang di dalamnya tiada apapun kecuali Aku, 
dan orang yang melakukannya lenyap dari shalatnya 
dan tenggelam karenanya.”

Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku,
puasa seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” 
Dia Berkata : 
“Puasa yang di dalamnya tiada apa pun selain Aku, 
dan orang yang melakukannya lenyap darinya.”

Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku,
Amal apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” 
Dia Berkata : 
“Amal yang di dalamnya tiada apa pun selain Aku, 
baik itu [harapan] surga ataupun [ketakutan] neraka, 
dan pelakunya lenyap darinya.”

Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku,
Tangisan seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” 
Dia Berkata : 
“Tangisan orang-orang yang tertawa.” 

Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, 
Tertawa seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.”
 Dia Berkata : 
“Tertawanya orang-orang yang menangis karena bertobat.” 

Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, 
Tobat seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” 
Dia Menjawab : 
“Tobatnya orang-orang yang suci.” 

Lalu aku bertanya : “Wahai Tuhanku, 
Kesucian seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” 
Dia Menjawab : 
“Kesucian orang-orang yang bertobat.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
pencari ilmu di mata-Ku tidak mempunyai jalan 
kecuali setelah ia mengakui kebodohannya, 
karena jika ia tidak melepaskan ilmu yang ada padanya, 
ia akan menjadi setan.”

Berkatalah sang penolong agung : “Aku bertemu Tuhanku SWT"
dan aku bertanya kepada-Nya, ‘Wahai Tuhan, 
Apa makna kerinduan [‘isyq] ?’
Dia Menjawab : ‘Wahai penolong agung, 
[artinya] engkau mesti merindukan-Ku 
dan mengosongkan hatimu dari selain Aku.’” 
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, 
jika engkau mengerti bentuk kerinduan 
maka engkau harus lenyap dari kerinduan, 
karena ia merupakan penghalang 
antara si perindu dan yang dirindukan.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
bila engkau berniat melakukan tobat, 
maka pertama kali engkau harus bertobat dari nafsu, 
lalu mengeluarkan pikiran dan perasaan buruk dari hati 
dengan mengusir kegelisahan dosa, 
maka engkau akan sampai kepada-Ku. 
Dan hendaknya engkau bersabar, 
karena bila tidak bersabar berarti engkau hanya bermain-main belaka.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
bila engkau ingin memasuki wilayah-Ku, 
maka hendaknya engkau tidak berpaling 
kepada alam mulk, alam malakut, maupun alam jabarut. 
Karena alam mulk adalah setannya orang berilmu, 
dan malakut adalah setannya ahli makrifat, 
dan jabarut adalah setannya orang yang sadar. 
Siapa yang puas dengan salah satu dari ketiganya, 
maka ia akan terusir dari sisi-Ku.”

Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
perjuangan spiritual [mujahadah] 
adalah salah satu lautan di samudera penyaksian [musyahadah] 
dan telah dipilih oleh orang-orang yang sadar. 
Barangsiapa hendak masuk ke samudera musyahadah, 
maka ia harus memilih mujahadah, 
karena mujahadah merupakan benih dari musyahadah 
dan musyahadah tanpa mujahadah adalah mustahil. 
Barangsiapa telah memilih mujahadah, 
maka ia akan mengalami musyahadah, 
dikehendaki atau tidak dikehendaki.”

Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
para pencari jalan spiritual tidak dapat berjalan tanpa mujahadah, 
sebagaimana mereka tak dapat melakukannya tanpa Aku.”

Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
sesungguhnya hamba yang paling Ku Cintai 
adalah hamba yang mempunyai ayah dan anak 
tetapi hatinya kosong dari keduanya. 
Jika ayahnya meninggal, ia tidak sedih karenanya, 
dan jika anaknya pun meninggal, ia pun tidak gundah karenanya. 
Jika seorang hamba telah mencapai tingkat seperti ini, 
maka di sisi-Ku tanpa ayah dan tanpa anak, dan tak ada bandingan baginya.”

Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
siapa yang tidak merasakan lenyapnya seorang ayah karena kecintaan kepada-Ku 
dan lenyapnya seorang anak karena kecintaan kepada-Ku, 
maka ia tak akan merasakan lezatnya Kesendirian dan Ketunggalan.”

Dia juga Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
bila engkau ingin memandang-Ku di setiap tempat, 
maka engkau harus memilih hati resah yang kosong dari selain Aku.” 

Lalu aku bertanya : “Tuhanku, apa ilmunya ilmu itu ?.” 
Dia Menjawab : “Ilmunya ilmu adalah ketidaktahuan akan ilmu.”

Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
berbahagialah seorang hamba yang hatinya condong kepada mujahadah, 
dan celakalah bagi hamba yang hatinya condong kepada syahwat.”

Lalu aku bertanya kepada Tuhanku SWT tentang mi’raj.
Dia Berkata : “Mi’raj adalah naik meninggalkan segala sesuatu kecuali Aku, 
dan kesempurnaan mi’raj adalah pandangan tidak berpaling 
dan tidak pula melampauinya [ QS 53 : 17].”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
tidak ada shalat bagi orang yang tidak melakukan mi’raj kepada-Ku.”

Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung,
orang yang kehilangan shalatnya adalah orang yang tidak mi’raj kepada-Ku.”

~~~~~~~********~~~~~~~~~
KETERANGAN :
1. Alam Naasut adalah alam manusia, di dalamnya yang tampak adalah urusan-urusan kemanusiaan yang lembut dan bersifat ruhaniah. Alam Malakut adalah alam dimana para malaikat berkiprah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah SWT. Alam Jabarut adalah alam gaib tempat urusan-urusan ilahiah yang menunjukkan hakikat daya paksa, kekerasan, kecepatan tindak pembalasan, dan ketidakbutuhan kepada segala sesuatu. Alam Lahut adalah alam gaib yang di dalamnya hanya tampak urusan-urusan ilahiah murni.
2. Yang dimaksud fakir disini bukanlah orang yang membutuhkan harta benda, melainkan orang yang merasa butuh kepada Allah SWT.
3. Kendaraan di sini berarti sarana untuk menyampaikan seseorang kepada tujuan. Untuk tujuan tertentu, Allah SWT memanfaatkan manusia sebagai saranaNya, sementara manusia memanfaatkan alam sebagai sarana untuk mencapai tujuannya.
4. Allah SWT sebagai pencari sarana, memilih manusia – makhluk yang paling mulia – sebagai kendaraanNya. Betapa Agungnya Dia dan betapa terhormatnya manusia yang telah dipilihNya. Dan merupakan keagungan pula bagi alam karena telah dijadikan oleh manusia sebagai kendaraan yang membawanya kepada tujuannya.
5. Jika manusia mengetahui secara hakiki betapa tinggi kedudukannya dan betapa dekat ia dengan Allah SWT, maka ia akan merasa bahwa suatu saat nanti – karena kedekatan itu – Allah akan memberikan kekuasaanNya kepadanya. Karena itulah ia akan senantiasa menanti, kapan saat penyerahan itu tiba, dengan kalimat : “Milik siapakah kekuasaan pada hari ini ?.”
6. Allah SWT selalu berperan dalam setiap gerak dan diamnya manusia.
7. Orang yang telah menyadari kefakiran dan kebutuhannya di hadapan Allah SWT, berarti ia telah memahami posisi dirinya terhadap Tuhannya. Sehingga tiada lagi penghalang antara dirinya dan Allah SWT.
8. Penyatuan ruhani antara makhluk dan Khaliq tidak akan dapat diungkapkan dengan kata-kata. Jika seseorang belum mengalaminya sendiri, maka ia akan cenderung mengingkarinya. Dan orang yang mengaku telah mengalaminya padahal belum, maka ia telah kafir. Orang yang telah mencapai keadaan ini, tiada yang ia inginkan selain perjumpaan dengan Allah. Jika ia menginginkan hal lain, meski itu berupa ibadah sekalipun, dalam maqam ini, ia dianggap telah menyekutukan Allah dengan keinginannya yang lain.
9. Kefakiran dan kebutuhan merupakan sarana yang membawa manusia kepada kesadaran akan jati dirinya dan kebesaran Allah SWT. Orang yang telah sampai pada kesadaran semacam ini berarti telah sampai pada posisinya yang tepat tanpa harus menempuh perjalanan yang berliku-liku.
10. Kematian merupakan saat disingkapkannya hakikat segala sesuatu, dan perjumpaan dengan Tuhan adalah saat yang paling dinantikan oleh orang yang merindukanNya.
11. Cinta tiada lain kecuali keinginan sang pencinta untuk berjumpa dan bersatu dengan yang dicintai. Bila keduanya telah bertemu, maka cinta itu sendiri akan lenyap, dan keberadaan cinta itu justru akan menjadi penghalang antara keduanya.
12. Yang dimaksud mengetahui adalah melihat dengan mata hati. Jadi, di sini melihat sama dengan mengetahui.
13. Fakir dalam pandangan Allah SWT bukanlah orang yang tidak memiliki harta benda, melainkan orang yang merasa butuh kepada Allah SWT, dan tidak memiliki perhatian kepada apapun selain Allah SWT. Orang seperti ini, kehendaknya sama dengan kehendak Allah SWT, sehingga apa yang ia inginkan untuk terwujud akan terwujud.
14. Keinginan dan kenikmatan terbesar manusia di alam akhirat itu hanyalah perjumpaan dengan Allah SWT. Maka kenikmatan di dalam surga dan kesengsaraan di dalam neraka tidak akan terasa jika dihadapkan pada kenikmatan perjumpaan dengan Allah SWT, meski itu hanya dalam bentuk sapaan belaka.
15. Kefakiran adalah suatu keadaan butuh. Jika seseorang tidak membutuhkan apa pun selain Allah, maka kefakirannya telah sempurna. Baginya, Yang Wujud hanyalah Allah SWT, tak ada selainNya.
16. Ini seperti ungkapan Rabi’ah Al Andawiyah : “Aku menyembah Allah bukan karena mengharap surga atau takut akan neraka, melainkan karena Dia memang layak untuk disembah dan karena aku mencintai-Nya.”
17. Penghuni surga berlindung dari kenikmatan agar mereka tidak terlena sehingga lupa akan kenikmatan yang paling besar, yakni perjumpaan dengan Allah SWT.
18. Maksudnya, walaupun seseorang termasuk ahli maksiat, Allah tetap dekat dengannya sehingga jika ia mau bertobat, Allah pasti menerimanya. Dan janganlah seorang yang taat menyombongkan diri atas ketaatannya, karena dengan begitu ia justru akan semakin jauh dari Allah. Memiliki perasaan kekurangan dan penyesalan itulah yang menyebabkan seseorang dekat kepada Allah.
19. Lenyap dari shalat bermakna bahwa niat dan perhatian si pelaku shalat hanya tertuju kepada Allah SWT. Fokusnya bukan lagi penampilan fisik maupun gerakan-gerakan, melainkan kepada makna batiniah shalat itu.
20. Ilmu yang sesungguhnya adalah yang ada di sisi Allah SWT, sementara ilmu yang kita miliki hanyalah semu dan palsu. Selama manusia tidak melepas kepalsuan itu, ia tidak akan menemukan ilmu sejati. Ilmu sejati tidak akan berlawanan dengan perbuatan. Setan adalah contoh pemilik ilmu yang perbuatannya berlawanan dengan ilmu yang dimilikinya.

21. Mujahadah adalah perjuangan spiritual dengan cara menekan keinginan-keinginan jasmani, nafsu, dan jiwa, agar tunduk di bawah kendali ruh kita. Musyahadah adalah penyaksian akan kebesaran dan keagungan Allah SWT melalui tanda-tanda keagungan-Nya di alam ini.
22. Kecintaan seseorang kepada anak atau orang tua semestinya tidak melebihi kecintaannya kepada Allah SWT. Ia harus menyadari bahwa orang tua maupun anak adalah anugerah Allah SWT yang bersifat sementara, dan cepat atau lambat ia akan berpisah dengan mereka. Maka seharusnya perpisahan itu tidak membuatnya gundah dan gelisah mengingat hal itu terjadi karena kehendak Allah SWT [ QS 80 : 34-37]
23. Dalam sebuah hadist, Nabi SAW berkata : “Shalat adalah mi’raj kaum mukmin.” Mi’raj berarti naiknya ruh menghadap Allah SWT meski jasad kita tetap berada di alam ini. Jika shalat seseorang belum membawanya kepada keadaan seperti ini, berarti ia belum melakukan shalat dengan sempurna.
 semoga bermanfaat

sumber :  https://wongalus.wordpress.com