SELAMAT DATANG Para Pencari Cinta Sejati,Tanpa Membenci,Tanpa Menyalahkan,Tanpa Kesombongan,Tanpa Membedakan,Semoga Engkau Mendapat Rahmat Alloh~Raden Bagus Langlang Jagat

road to sufi

road to sufi

Saturday, February 18, 2017

Suluk Wujil ~ Sunan Bonang

Suluk Wujil ~ Sunan Bonang


Ratu Wahdat 

Adalah Sang Wujil Kinasih namanya, ia berkata pada sang Panembahan Ratu Wahdat. Ia bersujud pada telapak kaki sang Maha dwija, yang tinggal di Bonang [Tuban] seraya memohon maaf, sebab ingin diwejang tentang seluk beluk agama yang terpilih sampai ke sir [rahasia] yang se dalam-dalamnya.

Sepuluh tahun lamanya Wujil berguru, belum mendapatkan pelajaran yang penting. Adapun Wujil berasal dari Majapahit, sebagai kinasih sang Raja. Pelajaran Paramasastra, Sastra Arab semua telah dikuasainya dengan baik. Karena tidak diberi pelajaran yang penting, maka Wujil pergi sekehendak hatinya. Setiap harinya bermain topeng sampai bosan, bertingkah laku seorang badut yang menjadi tumpuan olok-olok.

Sang Wujil Kinasih dengan sungguh-sungguh memohon belas kasih Sunan Bonang dengan menyerahkan hidup dan matinya. “ duh sang Mahamuni, hamba mohon diberi penjelasan tentang ajaran rahasia huruf tunggal menurut paham pangiwa dan panengen, karena masih ada dalam tatanan gending dan syair. Hamba tidak membawa hasil dan senantiasa meninggalkan kecintaan saya kepada Majapahit dan mengembara mengikuti kehendak hati. Oleh karena itu, pada suatu malam hamba pergi untuk mencari rahasia tentang kesatuan , kesempurnaan dalam semua tingkah laku. Hamba datangi orang suci , mencari intisari panguripan, titik akhir dari kekuasaan yang sebenarnya. Titik akhir dari utara selatan, terbenamnya matahari dan bulan, tertutupnya mata dan keadaan akhir kematian. Titik akhir dari ada dan tiada.”

Panembahan Wahdat menjawab sambil tersenyum;” Wahai Wujil Kinasih, betapa kau sungguh gegabah, berkata yang bukan-bukan, terlalu berani, hatimu ingin menagih karena besarnya jasamu yang telah diberikan”
Tidak layak aku disebut sebagai orang suci di dunia, bilamana menjual ajaran membeli ajaran kitab, lebih baik aku jangan dipanggil ahli Wahdat.

Barangsiapa menjual belikan ilmu, bersikap sombong, seolah-olah tahu segala sesuatu, orang tersebut diibaratkan seperti burung bangau yang sedang bertapa di atas air. Diam tidak bergerak, pandangannya tajam, berpura-pura alim melihat mangsanya, seperti telur yang tampak putih diluar, di dalamnya bercampur merah.
Sang Wujil Kinasih membuat api unggun dibawah pertapaan sang Dwijatama, di ujung tepi laut sebuah desa yang bernama Bonang. Tempatnya sunyi senyap, tidak ada buah-buahan yang dapat dimakan. 

“Wujil, muridku, kemarilah segera.”
Sang Panembahan Wahdat memegang kucirnya seraya diusap-usap “ dengarlah kata-kata rahasiaku ini, kalaupun dari kata-kataku engkau masuk ke Neraka, saya sendiri yang akan dimasukkan ke dalamnya, bukan engkau!” Wujil Kinasih berkata sambil bersembah dengan takzim ” Jangan paduka guru, lebih baik hamba Wujil Kinasih ini yang masuk ke Neraka”.
“Peringatanku Wujil, berhati-hatilah dalam hidup ini, jangan lengah, jangan sembrana dam mengambil tindakan. Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Rabbahu [barang siapa yang mampu mengenali diri sendiri, semata-mata dia mengenal Gusti Allah” 

“ Ketahuilah kesejatian Salat itu, bukan Maghrib atau Isa’, itu hanya dapat disebut sembahyang, kalau pun disebut Salat itu, karena bunganya Salat Daim dan merupakan Tata krama.”
Wujil Kinasih, mendengarkan sambil menundukkan kepala dengan khidmat. 
Kemudian Panembahan Wahdat melanjutkan “ Jangan menyembah, bilamana tidak diketahui siapa yang disembah. Akibatnya akan direndahkan martabatmu. Seperti menulup seekor burung, peluru kau hambur-hamburkan, burungnya tidak kena. Akhirnya menyembah Adam Sarpin sembahnya sia-sia.”
Wujil Kinasih masih belum dapat menangkap dengan jelas, tetapi dengan takzim, mendengarkan wejangan gurunya. 

“adapun puja atau pujian itu meski siang dan malam memuja kalau tidak disertai petunjuk tidak akan sempurna. Ketahuilah yang disebut puja itu keluar masuknya nafas. Dan juga anasir yang empat perkara [ tanah, air, api dan angin]. 
Dahulu kala ketika ‘ada’ diciptakan, adapun sifatnya ada empat hal yakni kahar, jalal, jamal dam kamil]. Delapan sifat itu dalam badan manusia keluar-masuk. Jika keluar kemana arahnya, jika masuk dimana tempatnya. 

Tua dan muda itu sifat bumi, jika tua dimanakah mudanya, jika muda dimana tuanya. 
Sifat air itu Hidup-mati, bilamana hidup dimana matinya, jika mati dimana hidupnya. 
Sifat Api itu kuat-lemah, jika kuat dimana letak lemahnya, namun apabila lemah dimana letak kuatnya. 
Yang keempat sifat Angin yaitu ada-tiada. Jika ada dimana tidak adanya, dan ketika tidak ada dimana adanya.” 

Kau akan tersesat apabila tidak mengetahuinya, ketahuilah pegangan hidup adalah mengetahui akan dirinya sendiri, dan tiada hentinya memujiNya. Dimana letak doa dan tujuan doa jangan sampai engkau tidak mengetahuinya. 
Hidup yang sejati itu bagaikan burung, sesaat terbang jauh, hinggap di dahan sebentar dan terbang lagi, bilamana engkau ingin mengetahui kesejatian dirimu, maka perbaikilah dirimu. Tinggalah di suatu tempat yang sepi, jangan terpengaruh dari keramaian dunia. Jangan jauh-jauh engkau mencari Guru, karena Guru sejati ada di dalam dirimu. Rusaknya dirimu bukan karena orang lain, tetapi karena kehendakmu sendiri.
 



Kenalilah dirimu sendiri 

“Wujil, sebelum kau mencari sangkan paraning dumadi, maka kenalilah dirimu sendiri, yaitu seperti melihat, badan yang terlentang. Perhatikanlah segala bentuk kekuranganmu, dan kekuranganmu itulah yang selalu diingat terus menerus.” 
Wujil Kinasih telah mampu mengenali dirinya sendiri, dia telah mengenali TuhanNya. Ia Tidak berbicara, bila tidak ada rahasia yang diajarkannya. Dalam lalakunya, ia mencari kasunyataning ngaurip, sungguh-sungguh mencari diri sendiri. Ucapannya tidak pernah menyimpang dari kesucian, tidak penah berbohong. 
“ Keadaan Tuhan , jelas tidak sama dengan dengan keadaan manusia, oleh sebab itu Sucikanlah TuhanMu itu. jika ada orang yang mengaku tahu tentang TuhanNya, tetapi perilakunya tidak sesuai, tidak mematuhi ajaran pengendalian Nafsu, mengesampingkan kehidupan yang saleh, maka sebenarnya dia seperti mengambil sesuatu benda dalam kegelapan. Orang yang benar-benar mengetahui Tuhannya, dia mampu mengekang hawa nafsunya, siang malam memelihara penglihatannya, tidak pernah tidur.” 

“Itulah sebagai laku dasarnya, wahai Wujil Kinasih, supaya dapat mematikan hawa nafsu, jangan hanya mendengar saja, berjuanglah dengan sungguh-sungguh dalam jalan kesucian, satukan kehendak dan keyakinan.”
“ Penglihatan manusia itu terbatas, maka tidak mampu melihatNya, Dia tidak akan tampak, karena memang tidak berbentuk , tetapi Dia tetap ada. Dia tidak maqom [tiada menempati ruang tertentu]. Bila orang berhenti melihat, malahan mempunyai penglihatan yang sejati, yang sempurna. Melihat semua ciptaanNya yang nampak, maka sesungguhnya melihat wujud yang Sejati.” 
“ Wujil, SEBAB itu tiada bedanya, karena tertutup oleh gerakan-gerakan [kehidupan], bedanya bukan dari sumbernya. Membicarakan yang SEBAB tidak akan ada habis-habisnya. KitabNya itu bagaikan burung perkutut yang Unggul. Sekalipun dibicarakan siang malam tanpa henti, jika tidak disertai dengan ajaran yang bijak, tetap tidak ada manfaatnya. Lebih baik orang diam saja” 
“hendaklah kau tahu hakikat diam dan berbicara. Bila engkau tidak tahu, itu tidak ada gunanya. Diam artinya tidak ada isinya bilamana berbicara, jika berbicara jangan keras [menyakitkan]. Burung di pohon kanigara berteriak, itulah perumpaannya, tidak ada artinya. Bilamana menyangkut tentang kawruh sinandi, jangan berbuat seperti orang yang dapat berbicara.” 

“apa gunanya bentuk, bagi orang yang berjaga di malam hari dengan orang yang sudah buta matanya? Keduanya sama saja tidak ada manfaatnya , bilamana tidak dituntun untuk melihat kebenaran yang sesungguhnya, bagaimana mungkin bisa tahu dengan sendirinya, bagaimana bisa melihat diri sendiri.” 

“Sembah dan puji, sebaiknya kau ketahui. Sembah itu bermacam-macam, kata orang bijak; ada orang yang memuji dalam sekejap saja, bilamana tahu sasarannya, dalam energy positif, maka sama saja orang itu melakukan sembahyang seratus tahun. “ 
“ Adapula orang yang memuji terus menerus siang dan malam tidak mengenal waktu, bagaikan sembahyang enam puluh tahun. Yaitu orang yang sudah sempurna raganya [tidak terikat oleh kepentingan jasmaniah] perilakunya dapat menjadi contoh, bukan seperti burung bangau.” 
“ Orang yang melakukan sembah dan puji di siang dan malam hari, dengan pengaruh kebaikan dan mengikuti petunjuk, sama saja bersembahyang selama dua belas tahun.”
“ Wujil, yang dinamakan Tafakur itu, bila dalam keadaan diam, dia tahu kemana arahnya. Orang yang diam itu lebih baik, itulah sembahyang tanpa putus tanpa terikat oleh waktu. Sempurnalah orang itu, tubuhnya tidak ada yang tertinggal , bahkan termasuk kotoran dan air kencingnya.
 
Hakikat niat 

Wujil Kinasih, bertanya ;” apakah hakekat perbuatan baik, itu ?” 
Panembahan Wahdat menjawab “ Wujil Kinasih, perbuatan itu hakikatnya dikerjakan. Bilamana perbuatan itu tidak dikerjakan bagaimana akan dapat diselesaikan? 
Yang tidak lupa mengerjakan kebaikan, itu artinya sudah mendapatkan anugerah dari Tuhan. Dan siapa yang tidak mengerjakan kebaikan, artinya dia telah menunjukkan dosanya, maka yang akan diterima adalah kemalangan, kesengsaraan.”
“ apakah yang dimaksud dengan hakikat NIAT, guru?” 
Panembahan Wahdat , menjawab” hakikat niat itu bukan terbatas pada gagasan saja. Yang menggagas dan menyebut itu bukan niat yang sejati. Tidak mudah yang disebut dengan Salat, sembahyang dan pujian itu, bilamana tidak tahu akan siapa, yang menerima tugas. 
Siapa, yang mendapat denda dengan hal-hal yang bersifat kasar seperti hukuman denda, hukuman cambuk, hukuman mati. Maka orang ramai mempertengkarkannya.” 

“ sembahyang yang sejati dan sejatinya sembahyang itu, tidak mengenal waktu, semua tingkah lakunya itu ibadah, kebaktian, puji, sembah. Sampai pada air sesucinya, kotorannya dan bahkan air kencingnya pun menjadi sembah. Itulah yang disebut dengan hakikat NIAT yang sejati.”
“ NIAT itu penting bahkan lebih penting dari perbuatan yang banyak, NIAT itu bukan bahasa, juga bukan suara. NIAT adalah suatu energy untuk melakukan suatu tindakan, yang terungkap di dalam pikirannya. Sebenarnya NIAT itu bukan niatnya yang di dalam pikiran. Melainkan NIAT untuk melakukan tindakan yang terungkap. NIAT sembahyang tidak ada bedanya dengan NIAT merampok. Yang berbeda adalah SEMBAHYANG dan MERAMPOK.” 

“ sebabnya orang menjadi sirik kafir karena dikafirkan oleh aturan, karena mereka mengandalkan segala kepandaiannya berpegang teguh pada untaian kata-katanya, yang kemudian digunakan utntuk saling meyakinkan orang lain. 
Setelah melakukan sembahyang maghrib, mereka ramai saling bertengkar mulut, akhirnya berubah menjadi saling memukul dengan menggunakan baju masing-masing, sehingga ikat kepalanya terlepas. Bertengkar di dalam masjid, akhirnya saling marah dengan memegang teguh bunyi tulisan dan bersembahyang sendiri-sendiri. 
Ini karena mereka tidak mengetahui hakikat NIAT. Mereka katanya sudah berniat, ada pula yang mencari NIAT, tetapi tidak tahu jalannya.”
“ Wujil , hendaklah engkau mengekang hawa nafsumu, bilamana sudah kau ikat, jangan kau terlalu banyak bicara, jangan terlalu memaksakan kehendak, apalagi menuruti kehendak pribadi. Itulah jalan yang sesat, yang hanya mengandalkan pendapat pribadi.”
 

Tujuan orang beribadah
 
“ guru, apakah yang dimaksud dengan manunggaling kawula lan Gusti, itu?” Wujil bertanya. 
‘ wahai Wujil dalam kehidupan ini sukar untuk mati, selagi orang tersebut masih hidup jarang orang yang mencapainya. Mati merupakan tujuan orang yang beribadah, orang yang berbakti. tiada lagi hitung menghitung, sebab kembali kepada asalnya.” 
“Bilamana masih memperhitungkan sesuatu tentu engkau tidak akan menemukan apa yang kau idamkan. Bilamana engkau ingin menemukannya, maka hilangkan dahulu nafsu-nafsumu. “
“Bilamana engkau sudah menemukannya, maka engkau akan menemukan kesamaan, kemauan manunggal dengan kehendak. Tunggal wujud beda nama, tunggal kehendak berlainan wujud, segalanya manunggal.” 

“Setelah manunggal serta setia dalam mati dan hidup, tiada larangan perihal sandang pangan. Semua kehendaknya manunggal dengan kehendakNya.”
“ orang yang dikasihi tidak boleh memilih atau membagi, itulah tanda kehendak-Nya. Orang yang masih memilih dan membagi adalah orang yang berada di luar, tidak akan tahu apa yang ada di dalamnya.” 
“Sembahnya hanya disebarkan tanpa arah, sebab tidak tahu yang ada di dalam Puri. Hanya mendengar saja, maka yang diperhatikan keratonnya, janganlah engkau hanya mendengar beritanya saja, berita itu sesungguhnya menyesatkan, bila engkau salah mengerti.”
Niken Satpada kemudian diperintahkan untuk mengambil cermin, setelah cermin dibawa menghadap Guru kemudian di sandarkan pada pohon kayu ‘wungu’. 
“ Wujil dan Satpada, kalian bercerminlah disitu.” Kedua orang itu bergegas ada di depan cermin, yang tinggi dan lebarnya melebihi badan keduanya. Setelah Wujil berada di depan cermin, WUjil kelihatan seperti anak-anak yang berwajah jeruk wangi, karena sudah tua. 

“ wahai Wujil kau yang berdiri, aku bersila saja “ kata si Satpada.
“ kalian berdua, lihat baik-baik, disitu ada dua bayangan yang selalu bersatu kehendak.” Kata sang Panembahan Wahdat.
“ Wujil, kehendakku dan kehendakmu, dimana bersatunya” sela satpada .
“ Engkau dan aku adalah laki-laki dan wanita , dimana bersatunya” sahut Wujil.
“ tidak ada bedanya antara laki-laki dan perempuan bersatu di dalam cermin, seperti layaknya laki-laki dan perempuan yang dipersatukan diatas ranjang.” Jawab sang Panembahan.
Satpada masih belum dapat menangkap arti dari manunggalnya Gusti dan kawula.
Wujil juga keliru pendapatnya “laki-laki dan wanita tidak ada bedanya yang ada dalam cermin, wujudnya satu. Laki-laki dan wanita kalau sudah ada dalam cermin , tidak lagi dikatakan laki-laki atau wanita, karena itu adalah rasa tunggal.”
Satpada menyahut” perkataan Wujil mulai menyerempet-serempet tentang hal asmara.”
Wujil cepat menyahut ” aku tidak bermaksud seperti itu. engkau salah paham Satpada.” 

Panembahan Wahdat tersenyum dan menjelaskan; ” Wujil, kau diamlah dan perhatikan wujud yang ada dalam cermin itu, datang dan perginya wujud itu. wujud yang di dalam cermin itu, bilamana datang dari mana tempatnya, dan ketika wujud itu pergi, kemana arah perginya. Nah coba Wujil, kau pergilah ke belakang cermin. “ Wujil mengikuti perintah Gurunya.
“Satpada, perhatikan dua rupa itu. sekarang pertanyaanku, dimana rupa sang Wujil yang tadi ada di dalam cermin itu?” kata sang Guru. “ yang ditanya kebingungan, dan berkata “ Betul Guru, hanya ada satu wujud, yaitu rupaku saja. Meskipun Wujil ada dibelakang cermin, tidak kelihatan rupanya.”
“ Satpada, sekarang kau pergilah ke tempat sang Wujil Kinasih. Wujil, kau kesinilah dan berdiri di depan cermin.!” Perintah sang Guru. 

Wujil pun segera bertukar tempat dengan Niken Satpada.
“ nah sekarang ada tidak rupa si Satpada, dalam cermin itu?” tanya sang Guru.
“ tidak ada rupa wanita, Guru, yang ada hanyalah wajahku. Menurut pendapat hamba yang bodoh, manunggalnya dua kehendak itu ; Tiadanya adalah Ada, dan Adanya adalah Tiada.” Jawab Wujil.
“ bagaimana penjelasannya pernyataanmu itu, Wujil ?” tanya sang Guru.
“ tidak ada penjelasannya Guru.”


sumber: 1. Suluk Wujil Sunan Bonang 2. Suluk Seh Melaya 3. Serat Pustaka Raja Purwa, 2006, Pura Pustaka Yogyakarta

Sumber : http://www.kompasiana.com